Pengarang
Buku kumpulan cerpen berbahasa Bali yang berjudul Ngipiang Jokowi merupakan karangan seorang sastrawan yang bernama I Made Sugianto. I Made Sugianto adalah salah satu tokoh pecinta sastra Bali yang selalu setia menciptakan karya-karya sastra Bali modern. Beliau lahir di Banjar Lodalang, Tabanan, 19 September 1979. Profesi beliau saat ini yaitu menjabat sebagai kepala desa di Desa Kukuh, Kecamatan Marga, Tabanan sejak tahun 2017. Sebelum menjabat menjadi kepala desa beliau berprofesi menjadi seorang wartawan selama sepuluh tahun di salah satu media massa yaitu Nusa Bali. Selain menjadi seorang kepala desa, saat ini beliau juga berkecimpung di usaha percetakan yaitu Pustaka Ekspresi yang beliau bentuk pada tahun 2007.
Ketertarikan beliau terhadap sastra Bali yaitu pada tahun 2009, berawal ketika beliau mengetik ulang naskah-naskah Bapak I Gusti Putu Bawa Samar Gantang yang tidak mengerti mengenai penerbitan. Dengan mengetik beberapa karya tersebut membuat beliau tertarik untuk mencoba menulis karya sastra Bali dan sejak saat itulah beliau mulai berkarya dalam bidang Sastra Bali. Beliau mendapatkan penghargaan Sastra Rancage dalam bidang jasa pada tahun 2012 dan dalam bidang karya pada tahun 2013 dengan novel yang berjudul Sentana. Dalam menciptakan karya sastra, beliau mendapatkan ide melalui pengalaman pribadi beliau itu sendiri dan masalah-masalah sosial yang beliau temukan di lingkungan sekitarnya.
Beliau sudah banyak menciptakan karya sastra Bali baik berupa cerpen maupun novel. Buku kumpulan cerpen Ngipiang Jokowi ini merupakan buku cerpen ke-6 yang beliau ciptakan. Jadi sebelumnya beliau telah menciptakan 5 buah cerpen berbahasa Bali yaitu Bikul, Preman, Sundel Tanah, Bunga Valentine, dan Event Organizer.
Buku Kumpulan Cerpen Ngipiang Jokowi
Buku kumpulan cerpen berbahasa Bali Ngipiang Jokowi terbit pada bulan November tahun 2019 lalu yang diterbitkan oleh penerbit Pustaka Ekspresi, penerbitan milik beliau sendiri. Buku ini berisikan judul, nama pengarang, pembukaan, dan daftar isi.Pada bagian belakang buku berisi biografi pengarang dan pendapat atau review dari sastrawan yang telah membaca buku ini.Buku kumpulan cerpen berbahasa Bali Ngipiang Jokowi terdiri dari 74 halaman yangberisi 13 cerpen yaitu cerpen Ngipiang Jokowi, Kosekan di Tongose Linggah, Depang Tiang Ngayah Jumah, Tresna Selat Segara, Cicing Mabatis Telu, Ampakang Tiang Kori Bli, Teken Pang Neken, Guru Abdi, Ulian KIS Iluh Nadak Tiwas, Lelipi Ipian, Arjuna Tapa, Balian Runtag, dan I Kadek Dadi Hakim. Beberapa cerpen dalam buku kumpulan cerpen ini pernah diterbitkan di Bali Post yaitu cerpen Teken Pang Neken dan Lelipi Ipian.
Cover
Ulasan pertama yaitu cover buku. Ilustrasi dari cover ini merupakan karya dari Gusdark. Cover buku kumpulan cerpen Ngipiang Jokowi yaitu gambar karikatur Presiden Jokowi yang sedang menggunakan udeng khas Bali. Terdapat pula gambar petani yang sedang duduk dengan background sawah atau pertanian. Cover buku dominan berwarna hitam yang menonjolkan kesan elegan dan sangat cocok dipadankan dengan gambar cover.
Cover buku memiliki benang merah dengan cerpen yang berjudul Ngipiang Jokowi. Cerpen tersebut menceritakan tentang tokoh yang bernama Kadek Anto yang mendapat kesempatan untuk bertemu dengan Presiden Jokowi karena proyek kegiatan padat karya yang diselenggarakannya. Hal itulah yang menyebabkan cerpen ini merupakan penggambaran cerita dari cover. Menurut penafsiran saya, yang melatarbelakangi cerpen Ngipiang Jokowi adalah pengalaman dari pengarang itu sendiri yang pernah bertemu dengan bapak Presidan Jokowi.Dalam cerpen tersebut pengarang menggambarkan situasi ketika pengarang akan mendapat kunjungan dari bapak Jokowi yang akan memantau proyek pertanian yang ada di desa beliau pada tahun 2018. Beliau merasa sangat senang dapat bertemu dengan presiden Jokowi sehingga beliau mengabadikan pengalaman beliau melalui cerpen dan buku ini, bahkan di dalam buku ini terdapat potret beliau bersama bapak Presiden Jokowi.
Judul
Pembaca pasti awalnya akan mengira buku ini adalah kumpulan cerpen yang membicarakan tentang politik. Dengan membaca judul buku ini yaitu Ngipiang Jokowi, saya mengira buku ini berisikan tentang politik. Tetapi ketika dibaca secara keseluruhan, hanya beberapa cerpen saja yang menyinggung tentang politik. Dan cerpen Ngipiang Jokowi yang saya kira menceritakan tentang politik, ternyata menggambarkan suasana ketika pengarang mendapat kunjungan dari Presiden Jokowi. Jadi, walaupun judulnya Ngipiang Jokowi, namun yang diceritakan tidak hanya tentang Jokowi saja. Buku ini juga menceritakan tentang masalah-masalah yang sering terjadi di masyarakat, yaitu percintaan, mistis, adat, dan kritik sosial. Disini saya merasa terkecoh dengan cara pengarang memberikan judul pada bukunya dan itu sangat menarik.
Cerpen Yang Bagus
Tentu saja sebuah buku akan dikatakan berhasil apabila memiliki sesuatu yang kuat untuk mengikat minat pembaca. Seperti dalam buku Ngipiang Jokowi ini, terdapat beberapa cerpen yang memiliki konflik yang kuat dan dapat menarik minat pembaca, misalnya cerpen Depang Tiang Ngayah Jumah, Teken Pang Neken, dan I Kadek Dadi Hakim. Ketiga cerpen tersebut memiliki ketegangannya masing-masing yang membuat kesan yang tak terduga-duga.
Cerpen Depang Tiang Ngayah Jumah menceritakan tentang seorang perempuan bernama Luh Putu yang kukuh mempertahankan keinginannya untuk menikah dengan cara sentana walaupun ia memiliki seorang adik laki-laki. Para penglingsir atau tetua sangat menentang pernikahan tersebut dan menasehatinya bahwa pernikahan tersebut tidak dapat dilakukan. Terjadi ketegangan ketika Luh Putu menentang keras nasehat para penglingsir. Hal ini membuat pembaca berpikir bahwa Luh Putu tidak patuh dengan adat dan menganggap Luh Putu telah melakukan perbuatan yang tidak baik. Tetapi di akhir cerita pengarang menutup konflik tersebut dengan bagus dan tak terduga yaitu bahwa sebenarnya adik dari Luh Putu sakit dan tidak bisa memiliki keturunan.
Cerpen Teken Pang Neken menceritakan tentang seorang perbekel yang bernama Ngurah Toni mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan setelah dirinya diangkat menjadi kepala desa. Hal tersebut dilatarbelakangi ketika ia tidak mau menandatangani surat pertanggungjawaban karena terjadi ketidakseimbangan antara yang tercatat dan yang ada di lapangan. Terjadi ketegangan di tengah cerita yaitu ketika perbekel tersebut tetap mempertahankan pendapatnya, banyak masalah yang dihadapi olehnya. Di akhir cerita pengarang menampilkan penutup yaitu berupa cara agar perbekel tersebut mau menandatangani yaitu dengan cara “teken pang neken” atau dengan cara pemaksaan.
Cerpen I Kadek Dadi Hakim menceritakan tentang seorang perbekel yang sedang menyelesaikan masalah yang terjadi yaitu perusakan sawah oleh sapi milik warga. Warga desa menuduh sapi seorang kakek yang merusaknya. Perbekel tersebut kemudian menjumpai kakek tersebut yang sebenarnya tidak bersalah. Sapi yang merusak tersebut adalah milik anggota dewan yang telah menolongnya sehingga dapat menjabat sebagai kepala desa. Disini terjadi konflik batin yang digambarkan oleh pengarang yang membuat perbekel tersebut bingung harus melakukan apa. Konflik ini membuat pembaca juga ikut berpikir keputusan apa yang harus dipilih.
Cerpen Paling Menarik
Cerpen-cerpen tersebut telah berhasil menarik minat pembaca, terutama saya. Jadi, dapat dikatakan ketiga cerpen tersebut merupakan cerpen yang paling unggul menurut saya karena dapat membuat saya terkejut ketika membacanya. Tetapi ada satu cerpen lagi yang cukup menarik buat saya yaitu cerpen Ampakang Tiang Kori Bli. Pertamanya saya berpikir cerpen ini menceritakan tentang seorang wanita yang diusir oleh suaminya. Tetapi setelah saya baca, ternyata ceritanya tidak seperti itu. Diceritakan Luh Wati yang menikah dengan Kadek Iwan secara sentana tetapi Kadek Iwan melakukan hal yang sewenang-wenang dan menceraikan Luh Wati. Kemudian Kadek Iwan kembali ke rumah orang tuanya, tetapi orang tua dan kakaknya tidak menerimanya kembali karena perlakukannya dan mengusirnya. Disinilah Kadek Iwan mengucapkan “ampakang tiang kori, bli”. Akhirnya saya terkecoh kembali oleh keahlian pengarang dalam memilih judul dan ini menurut saya sangat menarik.
Cerpen Yang Kurang Greget
Selain cerpen yang berhasil, tentu saja ada cerpen yang memiliki konflik yang lemah atau kurang greget yaitu cerpen Kosekan di Tongose Linggah dan Arjuna Tapa. Kedua cerpen tersebut memiliki konflik yang biasa saja dan berjalan lurus tanpa adanya tegangan seperti cerpen-cerpen lainnya yang ada di buku ini. Seperti dalam cerpen Kosekan di Tongose Linggah, diceritakan tentang kehidupan seseorang yang suka berhura-hura dan akhirnya tokoh tersebut bertobat dan menjadi pribadi yang lebih baik. Cerpen Arjuna Tapa menceritakan tentang seorang pemuda yang ikut nongkrong di cafe tetapi tidak ikut minum-minum, di akhir cerita pemuda itu dibujuk oleh waitress dan akhirnya dia bimbang. Alur yang datar dan tidak ada kejutan yang diberikan oleh pengarang menyebabkan pembaca akan merasa bosan ketika membaca. Pengarang tidak menampilkan kejutan pada akhir cerita seperti cerita-cerita yang lainnya.
Tema
Ulasan selanjutnya yaitu tema. Buku Ngipiang Jokowi ini terdiri dari 13 cerpen berbahasa Bali. Secara keseluruhan cerpen-cerpen dalam buku Ngipiang Jokowi mengangkat tema mengenai masalah-masalah yang sering terjadi dan mitos-mitos yang dipercaya oleh masyarakat Bali. Terdapat 6 cerpen yang membahas tentang pengabdian kepada masyarakat yaitu cerpen Ngipiang Jokowi bentuk pengabdiannya sebagai seorang perbekel yang menjalankan proyek demi kemajuan desanya, Teken Pang Neken bentuk pengabdiannya berupa seorang perbekel yang menegakkan keadilan demi kebenaran dalam dunia politik, Guru Abdi bentuk pengabdiannya yaitu seorang guru yang tidak ingin menjadi PNS dengan cara kotor sehingga akhirnya dengan terpaksa dia harus diberhentikan, Ulian KIS Iluh Nadak Tiwas bentuk pengabdiannya yaitu seorang perbekel yang menangani masalah warganya yang menginginkan KIS tetapi penampilannya seperti orang mampu, Balian Runtag bentuk pengabdiannya yaitu seorang perbekel yang harus menerima perlakuan tidak enak dari lawan politiknya, dan I Kadek Dadi Hakim bentukpengabdiannya yaitu seorang perbekel yang sedang menyelesaikan permasalahan warganya.
Terdapat 3 Cerpen yang membahas tentang percintaan yaitu Depang Tiang Ngayah Jumah yang menceritakan tentang seorang wanita yang bersikeras ingin menikah secara sentana, Tresna Selat Segara yang menceritakan tentang kisah cinta jarak jauh yang berakhir tragis yaitu ditinggal nikah oleh kekasihnya, dan Ampakang Tiang Kori Bli yang menceritakan tentang kisah cinta yang berakhir sedih dan perceraian. Selain itu, ada 2 cerpen yang membahas tentang mitos yang dipercaya oleh masyarakat Bali yaitu Cicing Mabatis Telu tentang ilmu pengleakan dan Lelipi Ipian yang menceritakan tentang ilmu pengleakan dan cetik.
Tokoh
Ulasan selanjutnya yaitu mengenai tokoh yang dimunculkan oleh pengarang dalam buku ini. Pengarang dominan memunculkan figur seorang perbekel atau kepala desa dalam cerpen-cerpen yang ada di buku ini. Dari ketiga belas cerpen, terdapat 6 cerpen yang tokoh utamanya adalah seorang perbekel atau kepala desa. Cerpen-cerpen tersebut adalah cerpen Ngipiang Jokowi, Teken Pang Neken, Ulian KIS Iluh Nadak Tiwas, Lelipi Ipian, Balian Runtag, dan I Kadek Dadi Hakim. Entah pengarang sengaja atau tidak sengaja menggunakan tokoh tersebut. Tetapi menurut saya, pengarang ingin menggambarkan pengalaman suka duka beliau selama menjabat sebagai perbekel atau kepala desa kepada pembaca. Kesamaan tokoh perbekel yang ada dalam beberapa cerpen di buku ini membuat keunikan tersendiri mengenai buku ini. Walaupun keenam cerpen tersebut menggunakan tokoh yang sama, tetapi pengarang membuat cerita dan konflik yang berbeda-beda. Dalam setiap cerpen, pengarang memiliki ketegangannya masing-masing, sehingga tidak ada benang merah antara satu cerpen dengan cerpen yang lain.
Penggunaan tokoh perbekel ini menjadi keunikan tersendiri bagi buku ini. Jadi bisa dikatakan buku ini seperti buku harian beliau yang ditorehkan dalam bentuk cerpen. Hal itulah yang melatarbelakangi beliau lebih banyak menggunakan tokoh kepala desa pada beberapa cerpen dalam buku ngipiang jokowi.
Pengarang dominan menggunakan tokoh manusia dalam setiap cerpen di buku ini. Tetapi ada dua cerpen yang menggunakan tokoh unik yaitu cerpen Cicing Mabatis Telu dan Lelipi Ipian. Dalam cerpen tersebut tidak hanya terdapat tokoh manusia, tetapi terdapat tokoh makhluk jadi-jadian yang berupa anjing atau cicing. Penggunaan tokoh makhluk jadi-jadian ini membuktikan kreativitas pengarang menciptakan tokoh.
Penokohan
Penggambaran watak tokoh atau penokohan yang digambarkan oleh pengarang pada masing-masing tokoh dalam cerpen sudah sangat pas. Penokohan sangat penting dalam membangun konflik dalam suatu cerpen. Pengarang berhasil menggambarkan penokohan dengan baik, mulai dari tingkah laku tokoh hingga penggambaran psikis tokoh dalam setiap cerpen. Pengarang lebih senang menggambarkan watak dari setiap tokoh dalam bentuk narasi, sehingga sedikit yang digambarkan dalam bentuk dialog antar tokoh.Narasi ini menurut saya lebih kuat dibandingkan dialog antar tokoh, karena melalui narasi pengarang menggambarkan dengan jelas watak dari tokoh di setiap cerpennya.
Cerpen yang sangat menonjolkan watak tokoh yaitu pada cerpen Balian Runtag. Pengarang menceritakan tokoh Gede Brengos memiliki watak yang iri dengki dan tidak mau kalah. Hal ini terlihat ketika ia tidak terima pada saat ia kalah dengan lawan politiknya. Di cerpen tersebut pengarang menggambarkan watak tokoh dengan sangat baik, sehingga pembaca terutama saya ikut kesal dengan tingkah laku tokoh yang digambarkan tersebut.
Sudut Pandang
Cerpen-cerpen yang terdapat dalam buku Ngipiang Jokowi dominan menggunakan sudut pandang orang ketiga yaitu menggunakan nama tokoh untuk menceritakan jalan cerita. Pengarang memposisikan diri sebagai orang ketiga dalam setiap cerpennya. Hal tersebut mungkin karena pengarang lebih nyaman tidak memposisikan diri sebagai pelaku secara langsung. Namun, ternyata setelah membaca semua isi cerpen, terdapat 4 cerpen yang menggunakan sudut pandang orang pertama yaitu pada cerpen Kosekan di Tongose Linggah, Depang Tiang Ngayah Jumah, Ulian Kis Iluh Nadak Tiwas, Dan Lelipi Ipian. Pada cerpen tersebut, pengarang menceritakan jalan cerita dengan menggunakan tokoh tiang.
Walaupun pengarang dominan menggunakan sudut pandang orang ketiga, tetapi tidak mempengaruhi kekuatan tokoh dan penokohan yang ditampilkan oleh pengarang dalam setiap cerpennya. Pengarang sangat pas membentuk watak tokoh yang ada walaupun dirinya memposisikan diri sebagai orang ketiga.
Alur
Alur yang digunakan oleh pengarang dalam setiap cerpen dalam buku ini yaitu alur maju. Pengarang menampilkan cerita dari awal kejadian hingga akhir cerita. Contohnya dalam cerpen yang berjudul Kosekan di Tongose Linggah. Cerpen ini berawal dari tokoh aku yang suka berhura-hura, kemudian ia mendapatkan hasil dari perbuatannya yaitu ditangkap polisi. Di akhir cerita tokoh aku pun menyesal dan berusaha untuk menjadi lebih baik lagi.Pengarang tidak menggunakan alur mundur, mungkin karena pengarang bertujuan agar pembaca mudah mengerti dengan ceritanya. Oleh karena itu, ia tidak memunculkan adanya flashback.
Ending (Akhir Cerita)
Dalam menampilkan ending, pengarang senang membuat kejutan di akhir cerita atau dengan membuat ending yang menggantung. Jadi penafsiran pembaca mengenai ending cerita akan berbeda dengan yang ditampilkan pengarang dalam setiap cerpen di buku ini. Contohnya dalam cerpen Depang Tiang Ngayah Jumah, Tresna Selat Segara, Ampakang Tiang Kori Bli dan Lelipi Ipian. Cerpen Tresna Selat Segara menceritakan tentang kisah cinta antara Kadek London dan Putu Marni yang menjalankan cinta jarak jauh karena pekerjaan. Pengarang sangat lihai dalam menggambarkan keromantisan antara Kadek London dan Putu Marni. Sehingga pembaca akan mengira hubungan mereka akan bahagia pada akhirnya. Namun pada suatu hari, Kadek London menerima surat dari Putu Marni dan sangat senang menerima surat tersebut. Tetapi ketika ia membuka suratnya, ternyata isi surat tersebut adalah undangan pernikahan Putu Marni dengan lelaki lain. Pada saat itulah pengarang langsung menyelesaikan ceritanya, sehingga membuat pembaca terkejut. Cerpen-cerpen dengan ending menggantung dan mengejutkan tersebut memiliki ketegangannya masing-masing yang dapat menarik minat pembaca
Latar
Latar yang dominan dimunculkan oleh pengarang adalah situasi lingkungan sekitar pengarang. Pengarang menampilkan bermacam-macam latar tempat, mulai dari kantor kepala desa hingga tempat karaoke.Contohnya dalam cerpen Ulian KIS Iluh Nadak Tiwas. Dalam cerpen tersebut dijelaskan benda-benda yang ada dalam ruangan kantor kepala desa. Hal ini membuat pembaca merasa berada langsung di tempat yang diceritakan.Pengarang dominan membangun latar suasana berupa suasana tegang dalam beberapa cerpennya. Contohnya dalam cerpen Cicing Mabatis Telu ketika Ketut Lenju bertemu dengan anjing jadi-jadian dan motornya tiba-tiba mati. Pengarang menggambarkan latar suasana dengan sangat bagus sehingga suasana yang ada benar-benar hidup.Suasana tegang inilah yang membuat cerpen tersebut menarik untuk dibaca dan pembaca tidak akan bosan dalam membaca. Tetapi tidak semua cerpen dalam buku ini menggambarkan suasana tegang. Hal inilah yang menjadi kelemahan pengarang dalam menyampaikan konflik, sehingga konflik tersebut menjadi biasa saja dan kurang greget menurut pembaca.
Bahasa
Pengarang mengemas cerpen dalam buku ini dengan cara yang santai dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Bahasa yang digunakan oleh pengarang sangat sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Sesekali pengarang menyelipkan kata-kata gaul seperti “fashion zaman now” dan “chatting”. Secara keseluruhan, cerpen-cerpen yang ada dalam buku ini tidak menggunakan dialek khas Tabanan, daerah asal pengarang. Pengarang dominan menggunakan bahasa Bali Andap dalam setiap cerpennya dengan tujuan agar pembaca mudah memahami alur ceritanya.
Pengarang jarang menggunakan sarana-sarana untuk menciptakan keindahan dalam setiap cerpennya dalam buku ini. Dalam mengungkapkan keindahan, pengarang secara langsung menyatakannya tanpa menggunakan gaya bahasa dalam setiap cerpen di buku ini.
Kesimpulan
Buku kumpulan cerpen Ngipiang Jokowi yang dikarang oleh I Made Sugianto berhasil untuk menghibur pembacanya.Terlepas dari kekurangan yang ada dalam cerpen dalam buku kumpulan cerpen ini, secara keseluruhan buku ini sangat bagus untuk dibaca. Unsur yang menjadi kekuatan utama pada cerpen-cerpen yang ada di buku ini yaitu konflik dan tokoh yang dimunculkan oleh pengarang. Pengarang sangat lihai dalam membuat tegangan dalam setiap cerpen yang ada dan membuat para pembaca akan merasa tak terduga-duga ketika membacanya. Selain itu, tokoh yang dominan ditampilkan oleh pengarang yaitu figur seorang perbekel menjadi daya tarik tersendiri untuk buku ini. Alasan buku ini sangat direkomendasikan yaitu karena pengarang sangat berhasil dalam membuat alur, konflik, tokoh, latar, bahasa, dan tema yang dapat membuat pembaca merasa terkesan ketika membaca buku ini. Jadi, dapat disimpulkan buku kumpulan cerpen berbahasa Bali yang berjudul Ngipiang Jokowi ini sangat menarik untuk dibaca.
Melalui buku ini juga, pengarang lain terutama pengarang pemula dapat mempelajari teknik pengarang dalam menciptakan ketegangan di setiap cerpennya. Pengarang merupakan seorang sastrawan Bali yang sangat aktif menciptakan karya sastra dan selalu menampilkan ide-ide baru dalam setiap karyanya. Hal inilah yang dapat diteladani oleh pengarang pemula dalam menciptakan karya sastra. [T]