31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Bahasa Menunjukkan Bangsa – Peran Pemuda dan Pergulatan Identitas Nasional di Tengah Arus Global

Gavin Ar Rasyid SimatupangbyGavin Ar Rasyid Simatupang
March 13, 2020
inOpini
Bahasa Menunjukkan Bangsa – Peran Pemuda dan Pergulatan Identitas Nasional di Tengah Arus Global

Google

14
SHARES

Pada hari Sabtu, 9 Maret 2020, saya mengikuti tahap kedua dalam ajang Pemilihan Duta Bahasa Indonesia Tingkat Provinsi Bali. Ada dua hal yang diujikan pada tahap ini yakni tes tulis dan tes wawancara. Melalui tahap kedua, peserta lolos yang sebelumnya berjumlah 40 untuk kategori pria dan 40 wanita akan diseleksi menjadi masing-masing 10 peserta. Menurut panitia yang saya sempat tanya, kegiatan ini diikuti oleh 300-an peserta.

Sebelumnya, pada tahap pertama, pihak panitia mensyaratkan masing-masing peserta membuat semacam tulisan yang lebih condong pada argumentasi, alih-alih esai mengenai pensikapan kami selaku generasi muda terhadap posisi bahasa Indonesia dalam konstelasi global memasuki era disrupsi informasi.

Ide awal tulisan ini diinisiasi oleh diskusi saya dengan Pembimbing Kemahasiswaan (PK) di lingkungan Jurusan Sejarah, Sosiologi dan Perpustakaan (Jurusan SSP), Bapak I Putu Hendra Mas Mas Martayana. Beliaulah yang memberikan banyak masukan. Beliau berharap bahwa tulisan yang dihasilkan oleh anak Prodi Pendidikan Sejarah seperti kami tidak terpenjara dalam normativitas pendidikan. Artinya, tulisan itu harus kritis terhadap fenomena global yang berkembang akhir-akhir ini. Muaranya adalah sebuah tulisan yang menjadi ciri khas anak sejarah yang mampu menautkan masa lalu, masa kini dan masa depan.

Tes tulis saya lewati dengan lancar, lalu tibalah sesi wawancara dengan tiga dewan juri. Namun yang agak aneh adalah, hanya tulisan milik saya dan kolega saya yang berasal dari prodi yang sama atas nama Putu Sulistyawati disisihkan dari esai peserta lain. Pertanyaan yang diajukan terdengar berbeda dengan peserta lain. Saya melihat juri cenderung melakukan gugatan terhadap pandangan kami mengenai posisi bahasa Indonesia. Menurut juri, tulisan kami kurang konstruktif sebagaimana yang diminta. Alih-alih menyajikan narasi kebajikan dari bahasa Indonesia sebagai lingua franca, tulisan kami menekankan pada sense of self critic terhadap cara pandang kebahasaan bagi kebanyakan orang.

Khusus pertanyaan seputar bacaan, saya jawab “Das Capital” yang ditulis Karl Heinrich Marx. Das Capital sebagai magnus opum Marx terinspirasi dari karya Thomas Moore berjudul Utopia (tempat indah), filsuf Inggris yang lahir tiga abad sebelum Marx. Setidaknya itu informasi yang berhasil saya himpun dari PK Jurusan SSP, baik melalui diskusi singkat maupun dalam beberapa tatap muka perkuliahan. Bapak Hendra sendiri juga mendaku sebagai pengagum ide-ide Marx, terutama tentang emansipasi dan humanisme. Mungkin itu yang menyebabkan akun FB dan IG-nya mencomot nama Marx menjadi “marxtjes”. Tapi entahlah, mungkin benar mungkin juga salah.

Pada akhirnya, kami berdua tidak lolos sepuluh besar. Meski begitu, tidak ada raut kekecewaan. Pun demikian dengan pembimbing kami, Bapak Hendra yang sebenarnya berharap banyak atas keikutsertaan kami di ajang ini. Selepas mendengar keluh kesah seputar tes tahap kedua, simpul senyum kecil menghiasi wajahnya. Menurutnya, virus kritisisme harus ditanamkan sejak dini kepada generasi muda sehingga senantiasa menghasilkan kegelisahan dan pertentangan pemikiran serta menjaga kami tetap sadar dan berakal. Matinya kritisisme itu tatkala generasi muda telah hilang kegelisahannya.

Tulisan ini saya dedikasikan bagi upaya penyadaran generasi muda, bahwa berpikir kritis yang tidak terkungkung normativitas adalah keharusan. Penyampaian suara-suara emansipatif dan humanisme yang bersifat empatik mendesak untuk dilakukan. Oleh sebab itu, saya atas desakan PK SSP mengirimkan tulisan ini ke platform Tatkala untuk dibagikan kepada handai tauladan sekalian. Semoga menginspirasi.

Menurut kamus Britanica, bahasa adalah sistem umum yang diucapkan, secara manual atau menggunakan simbolisasi tertulis yang dimaksudkan dan digunakan oleh manusia, sebagai anggota dari kelompok sosial dan partisipan aktif dalam sebuah budaya sebagai alat untuk mengekspresikan diri. Dari definisi itu, kita dapat menyimpulkan bahwa bahasa memiliki fungsi yang sangat fundamental di dalam perkembangan umat manusia. Terutama sebagai media komunikasi dalam suatu komunitas. Di samping itu, bahasa juga dapat digunakan sebagai sarana yang membentuk identitas suatu kelompok masyarakat dalam mengekspresikan diri mereka. Pengekspresian imaginasi dan emosional juga menjadi fungsi lain bahasa, mengingat bahwa bahasa itu merupakan hasil dari perkembangan sebuah budaya dalam rentang waktu yang sangat lama.

Dari pernyataan di atas, muncul pertanyaan, seberapa pentingkah bahasa dalam kehidupan sosial manusia? Jawabanya tentu saja penting. Bahasa, atau lebih dikenal sebagai sistem simbol dengan segala kerumitan yang kita kenal sekarang adalah penanda yang membedakan antara kehidupan homo sapiens selaku moyang manusia modern dengan mahkluk lain terutama binatang. Bahasa telah menghasilkan jarak sosial yang amat jauh antara kehidupan manusia dengan mahkluk lainnya di bumi ini. Sebab, melalui kebahasaan, peradaban-peradaban besar dapat dibangun sehingga manusia menjadi penguasa tunggal atas dunia ini meski kehadirannya belakangan. Setidaknya itu yang tersirat di dalam sebuah buku yang berjudul “Homo Sapiens” yang dikarang oleh Yuval Noah Harari.

Seperti yang kita ketahui, sejarah bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peran pemuda. Di era pergerakan nasional, para pemudalah yang memelopori diskusi-diskui politik. Titik kulminasinya dapat kita saksikan pada peristiwa bersejarah Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, di mana salah satu unsur penting yang dideklarasikan itu menjadikan bahasa sebagai elemen penting disamping tanah air dan tumpah darah keindonesiaan. Dengan demikian, dalam proses pembentukan identitas nasional yang mencapai titik puncak para proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, dapat dikatakan bahwa bahasa Indonesia telah menjadi bahasa pengantar yang menghubungkan aneka macam suku dan agama dari Sabang hingga Merauke.

Dengan melihat fakta sejarah di atas, sesungguhnya peran pemuda tidak berhenti hanya sampai di situ. Ia bergerak dinamis sesuai dengan perkembangan jaman. Khususnya di era sekarang, di mana pertukaran sosial antar bangsa dan negara di dunia yang dikatalisasi teknologi telah meluluhlantakkan sekat-sekat identitas termasuk bahasa, peran pemuda sangat dibutuhkan untuk melakukan pengembangan sekaligus menjadi selektor terhadap anasir negatif globalisasi sehingga adaptif dengan perkembangan jaman. Meski demikian, upaya untuk menjaga keaslian bahasa Indonesia sebagai identitas nasional tidak sepenuhnya bisa dilakukan. Alasannya, merujuk kepada persitiwa masa lalu bahwa bahasa Indonesia, seperti halnya bangsa Indonesia merupakan melting pot bahasa-bahasa dunia. Di dalamnya kita akan menemukan kosakta-kosakata yang diserap dari aneka bahasa dunia yang pernah melakukan pertukaran sosial di masa lalu dengan bangsa kita. Beberapa di antaranya ada bahasa Arab, Sanskrit, Belanda, Portugis, Belanda, Perancis, Jepang, Inggris, Jerman, Cina dan tidak terhitung aneka bahasa daerah. Tentu saja dalam prose itu tidak bisa dikesampingkan peran orang-orang Cina yang dengan gigih telah menjadikan bahasa melayu pasar (dibawa orang-orang Cina Hokian) sebagai bahasa perdagangan.

Dewasa ini, ketika kita dihadapkan pada momen pertukaran sosial yang semakin intens antarbangsa di dunia yang dikatalisasi oleh globalisasi, ada semacam kekhawatiran bahwa suatu saat, westernisasi, hedonisme dan juga sekulerisme akan menjadi keseharian kita. Ini berarti identitas kita sebagai sebuah bangsa juga ikut mengalami dekadensi. Pertanyaanya kemudian, bagaimana dengan bahasa Indonesia di masa depan? Apakah masih tetap sama, berkembang, stagnan atau jangan-jangan mengalami kepunahan karena tidak digunakan sebagai akibat beralihnya para penutur ke bahasa-bahasa asing yang dianggap memiliki prestise tinggi.

Bahasa, sebagaimana halnya negara bangsa dalam rangkaian sejarah mengalami pasang dan surut. Di masa lalu, bahasa Mesir dengan huruf hierogliphnya menjadi bahasa yang dominan dipergunakan orang Mesir. Begitu juga bahasa Mesopotamia, babilonia dan bahasa-bahasa dari peradaban besar lainnya. Pada akhirnya mengalami kepunahan seiring tumbangnya kekuasaa mereka atas berbagai wilayah seiring kemunculan imperium-imperium baru. Beranjak dari fakta sejarah itu, tentu saja kita sebagai pemuda Indonesia tidak menginginkan salah satu identitas nasional, yakni bahasa Indonesia bernasib sama dengan bahasa-bahasa dari peradaban lain di luar sana. Oleh sebab itu diperlukan langkah-langkah preventif untuk melindungi kebahasaan kita dari pengaruh egatif globalisasi yang berpotensi merusak.

   Dalam konteks kebahasaan, muncul adagium yang berbunyi “kuasailah bahasa asing, pergunakanlah bahasa Indonesia dan lestarikan bahasa lokal”. Menurut saya, adagium itu sangat kontraproduktif dan merupakan implikasi dari persinggungan sekaligus pergesekan kepentingan antarbangsa di dunia. Kita diwajibkan menguasai bahasa asing, entah itu Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, Cina dan Jepang.

Bahasa Inggris adalah bahasa pergaulan internasional sehingga penguasaan terhadap bahasa ini sangat diperlukan untuk memperlacar komunikasi kita di belahan bumi manapun berada. Saya pikir, hampir di seluruh negara-negara di dunia menjadikan bahasa Inggris sebagai standar pergaulan internasional dan bahkan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan. Kekurangpedulian terhadap penguasaan bahasa ini tentu saja berakibat fatal bagi kita seperti menjadi tidak up to date dengan perkembangan dunia yang diinisiasi oleh beragam informasi di mana bahasa yang digunakan adalah bahasa Inggris.

Menurut saya, kekurangpedulian terhadap bahasa asing minimal Bahasa Inggris terutama didorong oleh inferiority complex yang dialami oleh hampir seluruh negara dunia ketiga yang note bene pernah mengalami penjajahan negara-negara Barat. Akibatnya, mereka menjadi pribadi rendah diri yang kurang ekspresif dan kebahasaan salah satunya. Di samping itu ada juga perasaan takut salah dan lalu enggan mengalami bully sosial jika pelafalan mereka dalam pergaulan sosial salah. Mereka lemah, alias baper secara sosial karena tidak kuat menerima kritikan, apalagi cacian cum hinaan. Persoalan ini juga diperkuat oleh stigma yang dibuat negara di masa lalu perihal segala sesuatu yang berbau asing dianggap sebagai antirevolusioner. Setidaknya itu yang terjadi di masa orde lama yang memang anti barat. Akan tetapi masalah stigma yang diciptakan negara Orde Lama di masa lalu saya pikir tidak relevan lagi pada konteks masa kini.

Beberapa alasan di atas nampaknya tidak berlaku pada sebagian pemuda lain yang saya temui. Stigma eksklusif pada penguasaan terhadap bahasa asing di samping menciptakan stigma negatif, juga melahirkan previleg bagi penuturnya. Orang dengan kemampuan bahasa asing yang baik akan dianggap memiliki status sosial di atas rata-rata. Sebab dengan kemampuan itu, mereka akan dapat bercakap-cakap dengan orang dari berbagai bangsa di dunia. Tentu saja hal itu menjadi pengalaman yang tidak akan mampu digapai oleh orang dengan kemampuan bahasa asing yang buruk.

  Lalu bagaimana dengan bahasa daerah? Proses indonesianisasi dan sekaligus globalisasi terhadap daerah-daerah telah menempatkan bahasa daerah sebagai elemen minor dalam praktik kehidupan sehari-hari. Aneka bahasa lokal yang ratusan jumlah dengan dialek yang bermacam-macam berpotensi punah. Bahkan, kekurangpedualian kita terhadap bahasa daerah sebagai salah satu warisan budaya nenek moyang telah dimanfaatkan oleh bangsa lain. Mungkin kita ingat momen di mana negara tetangga Malaysia yang dengan gencar melakukan klaim kepemilikan terhadap kebudayaan kita termasuk di dalamnya bahasa.

Perlu diketahui bahwa klaim terhadap kebudayaan itu dimaksudkan untuk mendukung wacana “Malaysia, Truly Asia”. Sebagai generasi muda, tentu masalah ini tidak bisa diaggap sepele. Jika Malaysia menggunakan klaim budaya kita untuk mendukung wacana di atas, seharusnya kita juga bisa melakukan klaim yang lebih serius terhadap fakta sosial masyarakat Indoensia bahwa “Indonesia is Really Asia”.

Dari masalah kebahasaan tentang lokalitas, nasionalitas dan globalitas itu, sesungguhnya kita dalam masalah serius yang dihadapkan dengan berbagai pilihan jalan. Di satu sisi sebagai bentuk kecintaan terhadap tumpah darah harus melestarikan bahasa lokal, sebab kandungan fakta mental sekaligus sosial warisan nenek moyang yang tidak bisa bisa kita anggap enteng. Pengetahuan terhadap bahasa daerah akan menjelaskan bahwa betapa nenek moyang kita di masa lalu telah memiliki kecerdasan kognitif setara dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Di sisi lain, nasionalisme Indonesia telah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar yang mempersatukan kita. Bahasa Indonesia menjadi perekat yang mampu mentransmisikan cita-cita dan tujuan nasional Indonesia. Meski begitu, penguasaa kedua bahasa ini tidak lah cukup. Penguasaan bahasa asing diperlukan utuk melihat dunia dari cakrawala berbeda. bahasa Inggris sebagai salah satu prototipe perlu dikuasai sebagai bahasa pengantar internasional karena digunakan oleh hampir seluruh umat mausia di dunia. Dengan menguasai bahasa asing, khususnya di era globalisasi, kita tidak akan menjadi bangsa yang kerdil. Kita akan bisa berbicara banyak dalam kancah international. Oleh sebab itu menjadi resiko yang harus kita tanggung sebagai generasi muda di masa epan untuk mampu menguasai tiga bahasa ini. [T]

Tags: Bahasa Indonesiapemuda
Previous Post

Mural Nestapa Pulau Subak

Next Post

Riwayat Lagu Pop Bali, Di Denpasar AA Made Cakra, Di Singaraja Gde Darna

Gavin Ar Rasyid Simatupang

Gavin Ar Rasyid Simatupang

Mahasiswa prodi Pendidikan Sejarah, Undiksha, Singaraja, Bali

Next Post
Riwayat Lagu Pop Bali, Di Denpasar AA Made Cakra, Di Singaraja Gde Darna

Riwayat Lagu Pop Bali, Di Denpasar AA Made Cakra, Di Singaraja Gde Darna

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co