10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Tentang Perasaan-Perasaan yang Menghantui Penulis Teater yang Naskahnya Dipentaskan Pertama Kali

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
January 29, 2020
inEsai
Festival Penonton, Penonton Festival
53
SHARES

Katakanlah buah hati orang tua adalah anak-anaknya, maka naskah teater adalah buah karya penulis teater itu sendiri. Melihat orang tua yang menjaga dan merawat anaknya penuh kasih, sampai memantau buah hatinya saat berinteraksi dengan lingkungan di luar rumah, sebenarnya mirip dengan perasaan seorang penulis naskah teater merelakan buah karyanya untuk dimainkan khalayak publik. Jika buah hati adalah anak biologis, buah karya adalah anak rohani. Keduanya punya persamaan yang utama, yakni sama-sama berperan sebagai anak.

Penulis naskah dalam hal ini mungkin salah satu yang paling beruntung karena diberi kesempatan ganda menjadi orang tua, yakni orang tua biologis sekaligus orang tua rohani. Layaknya orang tua yang punya penyikapan dan perlakuan beragam terhadap anak biologisnya, beragam pula penyikapan dan perlakuan penulis naskah kepada anak rohaninya. Ada penulis naskah yang pasrah, diapakan saja anaknya, yaboleh-boleh saja. Adapula penulis yang begitu protektif terhadap naskah, semisal adegan dalam naskah tak boleh dipotong, setiap kata adalah darah, hati-hati pada makna dan pemenggalan, perhatikan struktur dramatik teks dan berjibun tata tertib lain yang mesti ditaati. Saking protektif dan menggebunya, kadang omongan penulis jenis ini justru jauh lebih banyak dibanding dengan naskahnya sendiri yang ternyata cuma seiprit.

Perihal kuantitas, ada penulis yang terus melahirkan anak, brojol hampir setiap hari. Di sisi lain, ada juga yang seperti program KB, cukup punya satu sampai dua anak seumur hidup. Bahkan tak sedikit yang mandul, uniknya tetap menganggap diri sebagai orang tua. Ya.. Minimal orang tua bagi anak segala bangsalah.. Yang paling miris mungkin adalah orang tua yang tak jelas siapa dan dimana anaknya, tapi suka sekali menggurui para calon orang tua tentang cara-cara membuat anak yang baik dan benar. Dari sekian ragam orang tua ini, termasuk orang tua manakah saya kemudian?

Pertanyaan ini kontan saja muncul ketika menyaksikan kawan-kawan Teater Kampus Seribu Jendela Undiksha memainkan naskah saya dalam acara Parade Teater Canasta November lalu. “Dongeng-dongeng yang Tersesat di Sekitar kita”, merupakan anak rohani yang pertama kali saya tawarkan untuk dipentaskan oleh orang lain. Waktu itu, kawan-kawan Teater Kampus Seribu Jendela, sempat menanyakan naskah apa yang sekiranya cocok mencerminkan ‘Mitos’ sebagai tema dalam parade. Kontan saja saya jawab, ‘bagaimana kalau pakai naskahku saja?’

Naskah yang saya tulis pada tahun 2016 ini memang sudah sejak lama teronggok dalam laptop. Tak pernah sekalipun ada niat mementaskannya. Saya merasa naskah ini belum jadi seutuhnya, ingin sekali memperbaiki, tapi apa yang mesti diubah? Ada semacam kemumetan, harus diapakan lagi agar naskah bisa rampung. Paling tidak, rampung menurut penilaian saya sendiri. Berulang kali dibaca, berulang kali hasilnya sama. Meminta orang lain buat membaca sudah tak mungkin. Lagipula, siapa yang mau membaca naskah teater yang tebalnya minta ampun dan membosankan bukan main?

Namun sebagai orang tua, betapa berdosanya saya jika terus membiarkan anak terkungkung dalam laptop. Sebab fitrah naskah teater sejatinya memang untuk dipanggungkan. Persoalannya, saya pribadi masih belum percaya diri untuk mementaskannya sendiri. Mau menawari naskah pada kawan untuk dimainkan, takut dikira pamer. Kalau menunggu diminta orang, sudah jelas pasti tak ada. Apa untungnya mementaskan naskah saya yang notabene masih amatiran ini? Lebih baik mementaskan naskah sendiri. Jelek bagusnya, toh juga karya sendiri. Atau memainkan naskah dari dramawan yang sudah mumpuni. Itu jauh lebih menjanjikan. Paling tidak naskah-naskah karya dramawan ini sudah teruji secara struktur, gagasan, dan bentuk cerita. Sudah matang sebagai naskah, sudah layak untuk dipentaskan.

Maka setelah menimbang dan berpikir untung rugi, jadilah saya memberanikan diri menawari kawan-kawan untuk mementaskan naskah saya. Adalah Dian Ayu Lestari sebagai sutradara, seorang mahasiswi Prodi Manajemen Undiksha semester III. Pada deretan aktor ada Desia, Lala, Yuni Febri, Listya, Irhas, Kurnia, Yoga, Oga, Haruto, dan Indra. Sementara artistik dan musik ditata oleh Wahyu, Dede, dan Jagad. Dalam proses yang hampir dua bulan itu, mereka sempat menanyakan bagaimana harus membedah naskah ini? Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan pada naskah?

Saya jawab, “terserah kalian bagaimana membedah dan mementaskannya. Naskah boleh diobrak-abrik, dipreteli, diapakan saja, bebas! Yang penting pentasnya bagus!”

Mereka cuma membalas, “Hehehehe.. Kami usahakan, Kak.”

Tak sabar rasanya ingin melihat seperti apa naskah saya diwujudkan. Perspektif seperti apa yang ditawarkan? Adakah yang akan berubah? Saya jadi berdebar-debar dibuatnya. Setelahnya, setiap ada waktu saya sempatkan diri untuk bertanya, “bagaimana perkembangan pentasnya? Uda bagus pentasnya?” Dan selama itu  pula hanya dijawab dengan “hehehehe…”

“Pah! Betapa tak meyakinkannya mereka”, pikir saya.

Sebagai penulis naskah, tak bisa dipungkiri, kita punya harapan besar terhadap pentas. Ada rasa geregetan apabila pentas nantinya tak sesuai dengan imajinasi dan keinginan estetik kita sebagai penulis. Di puncak penasaran dan geretan saya pada naskah inilah, siang hari sebelum pentas, cepat-cepat saya ke Canasta agar dapat melihat mereka gladi. Di tengah semangat yang menggebu untuk menyaksikan mereka, sialnya latihan justru cuma bolak-balik pada satu adegan saja. Itupun hanya adegan bernyanyi yang diulang-ulang karena sang vokalis sumbang menyanyikannya. Waduh, saya jadi berpikir, jangan-jangan mereka salah menginterpretasi naskah saya?

Ingin sekali rasanya meminta mereka mengulang adegan dari awal sampai akhir agar saya sendiri dapat menyaksikan hasilnya. Ingin sekali rasanya menambahkan properti pentas di atas panggung yang bagi saya belum cukup maksimal dieksplorasi, ingin sekali rasanya mengoreksi akting para pemainnya, ingin sekali rasanya menyampaikan keinginan estetik yang saya harapkan dalam naskah, menceritakan latar belakang di balik naskah itu dibuat, dan realisasinya di atas panggung. Keinginan-keinginan ini kemudian lagi-lagi dibenturkan pada pertanyaan, “kalau mesti menuruti keinginanmu, kenapa bukan kamu saja yang menyutradarai pentas? Kenapa bukan kamu saja yang jadi aktor? Kenapa bukan kamu saja yang mengisi semua lini dalam pertunjukan?”

Sebab setiap orang punya caranya sendiri mengeksekusi dan mengeksplorasi suatu naskah. Saat naskah dilepaskan ke ruang publik, saat itulah penulis dikatakan mati. Perannya sebagai penulis seketika berganti menjadi pembaca. Ia tak ada bedanya dengan pembaca lain yang menikmati karyanya. Pun demikian dengan interpretasi penulis sendiri terhadap karyanya, sama saja kedudukannya dengan interpretasi para pembaca lainnya. Ia sudah tak punya kontrol yang cukup buat memantau ke mana arah karyanya terbawa, apalagi mengikat interpretasi orang-orang dalam membaca karyanya. Kualitasnya persis dengan keikhlasan dan kepercayaan orang tua melepas anaknya ke jalanan. Bertemu dengan berbagai macam orang yang mempunyai latar belakang, kelas, sosial, kultur bahkan sejarah berpikir yang berbeda.

Demikian pula pertemuan naskah saya dengan kawan-kawan Teater Kampus Seribu Jendela. Saya tak lagi punya hak dan kewajiban mengatur naskah. Saya adalah penonton, yang fungsi, kedudukan, dan nilainya sama seperti penonton yang dudk di sebelah saya. Di halaman Canasta, pada permainan panggung khusuk dan sederhana, kawan-kawan yang semula saya sangsingkan ternyata cukup berhasil memikat penonton. Beberapa penonton memuji bagaimana mereka memanggungkan naskah. Berbekal evaluasi terhadap naskah di sana-sini, saya jadi bersemangat. Keinginan menulis dan menyempurnakan naskah kian menggebu-gebu. Di akhir diskusi, salah satu audiens bertanya, siapa yang membuat naskah ini? Kawan-kawanpun menjawab bahwa itu adalah naskah karya saya, sayangnya di poster pentas mereka lupa mencantumkan. Perasaan ini saudara-saudara, tahukah bagaimana rasanya? Rasanya sama seperti seorang ayah yang anaknya berhasil jadi juara kelas. Lalu orang-orang menoleh kepada saya. “Ooo.. jadi itu anakmu ya, Sum?” [T]

Denpasar, 2020

Tags: kritikkritik teaternaskah teaterTeater
Previous Post

Mengenang Kesahajaan Lagu-lagu Franky Sahilatua dan Saudarinya

Next Post

Tokoh Tersebut Menjelma Sebagai Bangunan-Bangunan – Catatan Aktor dalam Film “MITRA”

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post
Tokoh Tersebut Menjelma Sebagai Bangunan-Bangunan – Catatan Aktor dalam Film “MITRA”

Tokoh Tersebut Menjelma Sebagai Bangunan-Bangunan - Catatan Aktor dalam Film “MITRA”

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co