10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Catatan Awal Tahun Teater Kalangan: Diri Sebagai Ulat dan Memorinya

Dedek Surya MahadipabyDedek Surya Mahadipa
January 17, 2020
inKhas
Catatan Awal Tahun Teater Kalangan: Diri Sebagai Ulat dan Memorinya
32
SHARES

Membayangkan diri, melihat kembali diri setahun yang lalu. Untuk mengukur sudah seberapa jauh tubuh ini berjalan. Menua melewati proses. Hidup sebagai individu yang utuh tak luput dari perubahan dan perkembangan. Layaknya ulat buruk rupa yang tak diinginkan keberadaannya, perlahan mulai memimpikan diri diterima bahkan dikagumi. Keinginan untuk berubah, tapi semua itu punya proses. Bagaimana ulat bisa diterima dan dikagumi sebagai kupu-kupu.

Memikirkan ulat membuat kembali mengingat IPA ketika saya masih belajar di bangku sekolah. Tapi berbeda dengan yang dulu, sekarang saya mulai memikirkan dan bertanya. Banyak sekali pertanyaan yang tiba-tiba muncul ketika saya memikirkan tentang ulat yang berubah menjadi kupu-kupu. Apakah dia mengingat rupanya yang lalu? Apa dia bisa mengenali rupa barunya? Bagaimana perasaan kupu-kupu mengingat tubuhnya yang kini berubah kian menarik tidak seperti tubuhnya yang lalu? Sakitkah perubahan itu? Pertanyaan-pertanyaan yang sangat pemikir atau mungkin saya terlalu membebaskan pikiran saya untuk melayang-layang bebas tak beraturan, terserah mau dia kemana atau mungkin mengada-ngada.

Tapi melihat proses itu, saya merasa diri ini masih pada tahap ulat. Ulat yang baru mempunyai mimpi untuk menjadi indah.  Ingin mempunyai sayap dan dapat terbang di langit bersama lebah, nyamuk, dan lalat. Sekarang balik lagi pada persoalan diri dan melihat kembali setahun kemarin. Bagaimana diri ini masih menjadi mahasiswa yang hanya menjalankan rutinitas sebagaimana mahasiswa pada umumnya. bangun, pergi kuliah, selepas itu mengikuti ukm, lantas pulang untuk istirahat atau sekedar menghibur penat. Sejauh yang saya ingat itulah hari-hari menoton yang saya lalui.

Sekali waktu diajak kawan pergi ke beberapa komunitas dan ikut beberapa diskusi. Namun, hiruk pikuk diskusi dan komunitas itu sangat berbeda dengan apa yang saya rasakan. Walau disana ramai dangan banyaknya orang yang datang silih berganti, saling menyapa dan juga meluapkan rasa rindu. Tapi diri ini merasa gelisah, bingung. “Apakah ini tempatku?” seperti merasa berbeda dengan mereka yang datang kesana untuk berdiskusi atau hanya sekedar datang. Awalnya memang nyaman tapi lama-kelamaan terasa asing.

Sempat berapa kali hadir sana dan sini. Dari satu tempat ke tempat yang lain. Mencoba banyak hal yang baru dan berbeda, tak membuat tubuh ini menemukan tempatnya. Lantas aku hanya bisa menyerahkan diri pada kampus dan rutinitasnya. Begitu saja hingga pertengahan tahun kemarin.

Iseng bermain di dunia Instagram, saya melihat adanya snapgram dari salah satu teman saya yang memuat pementasan monolog. Tanpa basa basi saya langsung menghubungi dan datang menonton tanpa ada intrepetasi akan menjadi seperti apa pementasan yang akan saya tonton. Ketika menonton, banyak sekali hal yang membuat saya terkejut. Bagaimana tata panggung yang digunakan sangat berbeda dengan sebagaimana panggung yang biasanya dipakai untuk pementasan. Hal baru lagi dalam hidup saya yang membuatku kaget dan kagum. “Ternyata ada bentuk panggung yang seperti ini” salah satu kata yang terpikir dalam benak saya kala itu.

Sebuah tempat yang membuat tertarik lagi diri ini. Menemukan hasrat yang telah lama hilang. Tempat itu bernama Canasta.  Disanalah saya berkenalan dengan Sumahardika dan Jong Santiasa Putra. Kakak-kakak di Teater Kalangan dimana saya banyak berproses dari setengah tahun yang lalu hingga sekarang. Berproses bersama kawan-kawan disana membuat saya tiada berhentinya untuk kagum. Bagaimana cara mereka memandang suatu hal dan cara pikir yang ada dalam kepala mereka. Banyak sudut pandang dan juga banyak interpretasi baru pula yang masuk kedalam batok kepalaku.

Guyub Kalangan adalah salah satu proses saya dalam merubah diri, membuat saya mulai memandang hal dari sudut yang berbeda.Guyub Kalangann adalah sebuah program dimana program ini dimaksudkan untuk mengajak teman-teman untuk latihan selama sebulan dari latihan olah tubuh, menonton pementasan dan film, hingga mendiskusikan buku-buku teater. Selama latihan itu saya merasa seperti dibukakan wawasan saya tentang teater lebih dalam lagi. Bahwa teater itu bukan hanya sekedar pementasan, atau hanya sekedar kita memainkan tokoh. Yang saya dapatkan teater itu lebih seperti mempelajari sebuah kehidupan.

Dimulai dari mengenali diri terlebih dahulu. Siapakah aku? Bagaimana bentuk tubuhku? Seperti apa rupaku? Mulai mengenal kembali diri ini. Mempelajari diri terlebih dahulu setelah itu lanjut mempelajari tokoh. Walaupun sampai sekarang saya sendiri belum kenal betul dengan diri ini dan tubuh ini. belum katam betul. Mempelajari siapa tokoh yang akan kita mainkan? Mencari tau motivasi dibalik semua dialog-dialog naskah. Mencari cara bicara, jalan, bahkan hingga memainkan jari-jari ketika bingung. Hingga ke hal yang besar seperti bagaimana membaca sebuah tempat. Keseharian sekelompok orang yang bermukim di suatu daerah. Bagaimana psikologi mereka? Dan masih banyak hal yang lain.Mempelajari kehidupan, memaknainya, dan menuangkannya dalam sebuah pementasan.

Banyak hal yang dipelajari seperti balajar menumbuhkan kesadaran, kesadaran dari mulai hal yang sederhana seperti sadar akan bernafas. Ini juga masuk dalam proses menyadari diri sendiri. Bahwa sadar akan apa yang terjadi pada tubuh dan tidak membuatnyya lepas begitu saja membiarkanya bekerja begitu saja tanpa kita tahu hal tersebut sudah terjadi. Seakan-akan tubuh itu punya pikirannya sendiri. Pikiran yang berbeda dengan pikiran saya. Seperti bayi kembar siam yang memiliki satu tubuh dengan dua pikiran. Atau mungkin seperti orang bipolar yang mempunyai dua kepribadian dalam satu tubuh. Memyadari nafas adalah hal yang sederhana bahkan saking sederhananya banyak orang lupa bahwa dirinya bernafas. Dan membiarkanya terjadi begitu saja. Hal-hal sederhana seperti itu yang membuat sadar bahwa saya hidup. Yang mengindikasikan bahwa saya mahluk hidup.

Berproses di Teater kalangan juga membuka relasi saya dengan teman-teman baru. selama ini saya sebagai mahasiswaa pada umumnya biasanya mempunyai relasi yang itu-itu saja. Teman kampus, teman ukm, teman sma yangmungkin karena arena kultural saya itu-itu saja. Tetapi ketika saya berproses di sini banyak sekali saya bertemu dengan orang-orang yang sama sekali beda dengan arena kultural saya selama ini. bertemu dengan banyak seniman di berbagai bidang seperti seniman visual, musik, juga seniman yang banyak bergelut di dunia teater tentunya. Seperti perjumpaan saya dengan Muhammad Khan atau yang sering dipanggil dengan sapaan Mas Khan. Bagaimana saya bisa berjumpa dengan seorang aktor yang bermain di film Kucumbu Tubuh Indahku nya Garin Nugroho. Bisa bertemu dengan aktor yang sudah lama berproses didunia teater dan sudah memiliki namanya sendiri. Bisa bertemu dengannya dan sedikit tidaknya saya dapat ngobrol dan mendengarkan diskusi tentang prosesnya selama ini dalam dunia keaktoran.

Belum lagi pertemuan saya dengan Ibed Surgana Yuga dan juga Curex Iwan. Dua manusia yang sudah lama bergelut dalam dunia teater. Pertemuan saya dengan mereka yang seperti ulat yang bertemu dengan kupu-kupu yang terbang di langit. Sayayang baru berkenalan dengan dunia teater dapat bertemu dengan mereka itu seperti sebuah hal yang tidak diduga. Seperti halnya ketika sayayang menginap dirumah Bli Ibed ketika saya ada pentas di negara bersama dengan Kak Jong. Disana saya semakin kagum dengannya. Perjalanan kerumahnya yang begitu jauh dari kota. Berada di atas bukit jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Ketika itu sedang malam dan aku diantar oleh adiknya Bli Ibed menggunakan sebuah motor. Gelap tak ada penerangan lampu jalan ketika itu, hanya ada sedikit lampu rumah-rumah pendudk yang terlihat.

Sekitar lima belas atau dua puluh menit untuk bsa sampai kerumah Bli Ibed. Rumah dengan satu masa bangunan dan merajan yang masih dalam tahap konstruksi menyapa saya kala itu. Memasuki rumah itu berjalan diatas lantai-lantainya kemudian mengarah pada kamar Bli Ibed membuka pintunya dan. Saya hanya bisa diam melihat kamar itu. Antara takjub atau saya tidak tahu mesti mengekspresikan apa yang saya lihat saat itu. Layaknya sebuah perpustakaan, setengah dinding kamar itu terisiis oleh rak yang dipenuhi oleh buku-buku. Seakan sebuah perpustakaan kecil yang sengaja keberadaannya disembunyikan oleh Bli Ibed untuk dinikmatinya sendiri. Lagi-lagi ini membuat saya takjub dan bertanya apa semua buku ini sudah dibaca? Berapa jumlah bukunya? Apa semua ini bisa ditampung dalam satu kepala? Rasa kagum saya terus tumbuh mungkin sekarang sudah jadi gundukan bukit kagum dalam benak saya.

Dengan Bli Curex saya masih punya sebuah project monolog yang tertunda hingga kini belum terealisasikan karena Bli Curex yang masih di Jawa dan saya sendiri masih kadang lupa bahwa saya masih punya PR sendiri dengan naskah monolog saya. Sebaiknya saya mengambil lagi naskah itu dan mempelajari kembali tokoh saya agar ketika Bli Curex kembali, kita bisa menggarapnya kembali dan tidak harus mulai dari nol lagi.

Begitu banyak proses yang terjadi dan saya bingung ingin menuliskan proses yang mana. Setengah tahun saya bersama Teater Kalangan begitu penuh dan padat. Banyak emosi yang tumpah ruah.Kritik sudah seperti makanan sehari-hari.Saya sering dikritik oleh Kak Suma dan Kak Jong tapi saya tahu itu untuk kebaikan saya.Saya terima dan itu harus dijalani. Agar kritikan itu tak semata-mata menjadi ucapan yang keluar begitu saja tetapi juga menjadi pemantik untuk saya menjadi lebih baik lagi. Tapi melalui kritik itu, tunas perkembanggan akan mucul dan tumbuh. Tergantung bagaimana kita menyikapi kritik tersebut. Dan dalam perjalanan ulat ini untuk berproses menjadi kupu-kupu. Kritik, membaca, latihan, diskusi, saran merupakan makananya. Daun yang dimakan agar ulat ini tumbuh besar dan berkembang. Untuk saat ini memang ulat ini masih hanya bisa bermimpi untuk terbang tapi suatu saat nanti dia percaya itu akan menjadi kenyataan.[T]

Tags: TeaterTeater Kalangan
Previous Post

Cerita di Balik Bunuh Diri

Next Post

Dunia Kerja Memang Tak Sesantuy Dunia Mahasiswa

Dedek Surya Mahadipa

Dedek Surya Mahadipa

I Wayan Dedek Surya Mahadipa. Mahasiswa Jurusan Arsitektur Universitas Warmadewa. Anggota Teater Kampus Warmadewa. Mulai ingin serius mendalami teater di Teater Kalangan.

Next Post
Dunia Kerja Memang Tak Sesantuy Dunia Mahasiswa

Dunia Kerja Memang Tak Sesantuy Dunia Mahasiswa

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more

Deepfake Porno, Pemerkosaan Simbolik, dan Kejatuhan Etika Digital Kita

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 9, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

BEBERAPA hari ini, jagat digital Indonesia kembali gaduh. Bukan karena debat capres, bukan pula karena teori bumi datar kambuhan. Tapi...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng
Khas

“Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

DULU, pada setiap Manis Galungan (sehari setelah Hari Raya Galungan) atau Manis Kuningan (sehari setelah Hari Raya Kuningan) identik dengan...

by Komang Yudistia
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

Poleng | Cerpen Sri Romdhoni Warta Kuncoro

May 3, 2025
Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

Puisi-puisi Muhammad Rafi’ Hanif | Kenang-Kenangan Seorang Mahasiswa

May 3, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co