Sholat Ashar di Masjid Nurul Jannah yang terletak di Jl. A. Yani, Gresik, baru saja usai. Kasnadi (42) mengganti sarung dan baju koko dengan celana dan kaos lengan panjang yang tadi dikenakan untuk menarik becak. Lelaki dari Rembang, Jawa Tengah, itu bergegas menuju ke kebun sayur yang berjarak hanya beberapa meter dari pondokannya
Kebun dengan luas sekitar 400 meter persegi itu ditanami berbagai macam sayur, sawi, terong, tomat, kol dan cabai rawit. Selain itu juga ada dua kolam ikan yang terletak terpisah, masing-masing berukuran 6 x 1,5 dan 10 x 1,5 meter, dengan kedalaman 1,2 meter. Dua kolam itu diisi dengan puluhan ikan nila, patin dan tombro.
Karena dianggap paling cakap dalam bertani, Kasnadi menjadi koordinator para tukang becak dan marbot Masjid Nurul Jannah yang mengelolanya. Tidak kurang dari 28 tukang becak dan 16 marbot terlibat di kebun sayur tersebut.
“Saat masih tinggal di desa, saya sudah terbiasa bekerja menjadi buruh tani di sawah dan ladang, pernah menanam padi, melon dan terong. Bertani bukan hal baru buat saya, ya sedikit-sedikit mengerti lah,” ujarnya.
Sore itu Kasnadi dibantu oleh Tanuri (43), salah satu marbot Masjid Nurul Jannah dan Wawan (43), kolega Kasnadi sesama tukang becak. Lelaki yang sudah belasan tahun menarik becak di Gresik itu membagi tugas. Tanuri dimintanya untuk mencabut rumput, Wawan menyiram, sedangkan dia sendiri memastikan apakah ada serangan hama atau penyakit.
Sementara marbot dan tukang becak yang lain masih melakukan aktivitas masing-masing. “Biasanya paling ramai menjelang pukul 4 sore. Di mana teman-teman sudah selesai dengan pekerjaan mereka,” kata Kasnadi.
Ide kebun sayur itu digagas oleh Rohmad, Ketua Takmir Masjid Nurul Jannah, 2 bulan yang lalu. Bermula dari kegelisahannya melihat banyaknya air limbah wudhu yang terbuang percuma dari sekian banyak jamaah yang beraktivitas di masjid dengan arsitektur Jawa itu.
Pembuangan air wudhu yang sebelumnya dijadikan satu dengan air buangan dari toilet, oleh Rohmad dipisahkan. Air buangan tersebut kemudian ditampung di tandon dengan kapasitas 4 meter kubik. Air dari tandon tersebut kemudian dijadikan untuk menyirami berbagai jenis tanaman di taman.
“Tapi ternyata limbah air wudhu di tandon masih melimpah, maka keluarlah ide untuk membuat kebun sayur. Kebetulan di belakang Masjid Nurul Jannah, tepatnya di sebelah jalur rel kereta api ada lahan kosong yang dijadikan pembuangan sampah dan sisa bongkaran bangunan,” terangnya.
Rohmad melihat ada pemandangan yang kontras antara masjid dengan taman yang indah tersebut dengan lahan yang tidak terurus itu. Tapi kemudian muncul pertanyaan, jika lahan untuk kebun sayur sudah siap, lantas siapa nanti yang mengurus segala sesuatunya? Rohmad segera menemukan jawaban.
“Kami menampung sekitar 28 tukang becak di sebuah rumah singgah di dekat Masjid Nurul Jannah. Mereka yang selama ini tidur di emperan toko dan trotoar, kami buatkan tempat. Nah tukang becak ini kan bisa diberdayakan untuk urban farming, dalam arti yang positif,” jelasnya.
Para tukang becak di desanya pernah menjadi buruh tani, lanjut Rohmad, ternyata menyambut baik ide ini. Mereka selesai narik becak antara pukul 2 hingga 3 sore, setelah itu tidak banyak beraktivitas. Selain itu, pihaknya juga memberdayakan para marbot untuk bersama-sama mengerjakan kebun sayur itu.
Semua dikerjakan dengan cara swakelola, marbot mendapat tugas untuk memisahkan limbah air wudhu dan membuat tandon serta instalasi airnya. Kemudian tukang becak membersihan dan mengolah lahan, membuat gulutan, memasang mulsa, dan menanam sayur. Aktivitas tersebut dikerjakan secara paralel.
Para tukang becak itu, kata Rohmad, dengan senang hati mengerjakannya, lebih-lebih oleh Takmir Masjid Nurul Jannah mereka sudah diberikan tempat tinggal lengkap dengan perabot yang layak. Mereka juga mendapat santunan berupa beras, gula, dan lauk dari uang pribadi Rohmad.
“Saya dekat secara emosional (dengan mereka). Mereka seperti murid, teman, sahabat, dan saudara Saya. Sehingga dalam mengerjakan kebun sayur ini, mereka tidak pernah mengeluh. Mereka Saya hargai, Saya hormati, Saya perhatikan, juga Saya sayangi,” ujarnya.
Dengan perawatan yang intens, berbagai sayur di kebun itu tumbuh optimal. Tidak kalah dengan kebun sayur yang ditanam petani di sentra sayur pada berbagai daerah. Sawi yang memang berumur pendek dan sudah siap dipanen, terlihat tumbuh dengan subur. Batangnya tampak kokoh dengan daun lebar dan tebal.
“Ke depannya kami akan membudidayakan strawberry, kecipir dan waluh. Memang kami sengaja menanam komoditas yang dekat dengan dapur rumah tangga dengan masa panen tidak lama, 3 atau 4 bulan,” paparnya.
Untuk mengenalkan kebun sayur yang relatif baru tersebut, pihaknya memanfaatkan instagram dan website. Selain itu, aktivitas berkebun tersebut juga diunggah di youtube. Hasil panennya boleh dibeli oleh siapa saja, dan hasil penjualan berbagai komoditas tersebut untuk menunjang biaya operasional masjid.
“Kami sudah memperkenalkan kepada jamaah Masjid Nurul Jannah, utamanya kepada ibu-ibu pengajian. Ini sayur yang fresh, mereka tahu bagaimana menanamnya, apalagi manggunakan air yang barokah,” terangnya.
Kebun Sayur Masjid Nurul Jannah dibuka setiap hari. Selain untuk pemasukan masjid, Rohmad berharap kebun ini akan menjadi tempat edukasi. Dia juga membuka kesempatan kepada mereka yang ingin berkebun, tapi hanya memiliki lahan sempit, bisa belajar di kebun sayur tersebut.
“Bagi mereka yang ingin belajar bagaimana cara membudidayakan sayur, baik itu masyarakat umum, pelajar, pondok pesantren maupun takmir masjid dipersilakan datang ke sini,” ujarnya. Rohmad juga menyampaikan bahwa pihaknya memang menjadikan Masjid Nurul Jannah ini sebagai masjid yang yang inklusif, menyejukkan, rahmatan lil ‘alamin. Masjid untuk membangun ukhuwah islamiyah dan akhlakul kharimah. [T]