Katanya pemerataan pembangunan yang akan memudahkan masyarakat, tapi kenapa nyatanya menyulitkan? Katanya untuk mencegah masalah lalu lintas udara, tapi kenapa menimbulkan masalah lain yang malah lebih rumit? Maka dari itu, apakah Bandara Bali Utara harus tetap direalisasikan? Suatu upaya yang dianggap baik oleh pemerintah, namun tidak begitu baik bagi masyarakat.
Bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Bali berada dalam masa harap-harap cemas semenjak tahun 2009, ketika pertama kalinya ide Bandara Bali Utara muncul. Berada dalam problematika rencana pembangunan Bandara Bali Utara memang menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat Bali, khususnya daerah Kecamatan Kubutambahan, Bali Utara. Sembari menanti kepastian tentang rencana tersebut, kekhawatiran akan kerusakan lingkungan alam juga menghantui masyarakat terkait proses perealisasian rencana ini. Terlebih lagi, sedikit demi sedikit bukti signifikan akan kebenaran pembangunan ini menjadi lebih jelas ketika Menteri Perhubungan RI sudah mulai meninjau lokasi pada Kamis (5/9/2019) lalu.
Saat ini, pembangunan bandara di Bali memang diprediksi perlu. Kenyataan bahwa Bali hanya memiliki satu bandara yaitu Bandar Udara Ngurah Rai Denpasar menjadi salah satu alasannya. Apalagi dengan keadaan tingkat sirkulasi keluar dan masuknya pesawat yang sangat tinggi. Melihat keadaan Bandara Ngurah Rai yang mulai jenuh dan diduga bahwa bandara ini akan begitu sesak pada tahun mendatang, mendorong Pemerintah Provinsi Bali untuk mengambil tindakan. Ya, pembangunan bandara baru, Bandara Bali Utara.
Menurut pemerintah, tindakan ini dimaksudkan untuk mengantisipasi masalah jalur akses udara yang nantinya mungkin timbul di Bali. Di sisi lain, tindakan ini juga sebagai proses pemerataan pembangunan antara Bali Utara dengan Bali Selatan. Hal ini memang benar adanya karena selama ini memang kegiatan khususnya pariwisata lebih berpusat di selatan Bali. Tentunya dengan adanya pembangunan bandara baru ini memberikan solusi pada permasalahan tersebut.
Namun, jika pembangunan ini malah menyulitkan masyarakat dan menimbulkan masalah baru, apakah bandara ini tetap harus terealisasi?
Untuk pemerataan pembangunan dan pencegahan masalah lalu lintas udara, mungkin rencana pembangunan bandara memang sangat diperlukan. Namun jika dilihat dari faktor-faktor lain dalam proses pembangunan, seharusnya rencana pembangunan ini perlu dipertimbangkan lagi. Terlalu banyak hal yang harus dikorbankan jika pembangunan ini benar benar terjadi. Dampak yang mungkin timbul untuk kedepannya harus dipertimbangkan kembali.
Proses pembangunan sebuah bandara pasti memerlukan banyak lahan, sedangkan lahan yang tersedia di areal rencana pembangunan tidak begitu mendukung. Sangat dikhawatirkan jika pembangunan ini akan merusak lingkungan alam dan malah mengganggu di hari kedepannya. Selain itu, juga ditakutkan akan mempengaruhi keadaan sosial di wilayah tersebut. Banyak masyarakat yang khawatir dengan perealisasian pembangunan ini karena merasa disulitkan.
Walaupun dalam rencana bahwa tanah yang akan digunakan dalam pembangunan ini adalah tanah adat seluas 370 hektare di wilayah Kubutambahan ,tapi seharusnya pemerintah dan juga pihak terkait tetap mempertimbangkan tanah warga yang bersebelahan dengan tanah adat tersebut. Begitu pula dengan kondisi di sekitarnya. Masyarakat merasa keberatan jika tanah- tanah hak milik warga akan terkena dampak pembangunan. Terlebih lagi pemerintah tidak ada komunikasi yang lebih lanjut dengan masyarakat tentang penggunaan lahan tersebut.
Tak cuma masalah lahan warga, fakta bahwa tanah adat yang digunakan adalah hak milik adat wilayah Kubutambahan harus tetap diperhatikan. Masyarakat tetap akan mempertahankan status adat tanah tersebut, tidak ada pengalihan status hak milik tanah kepada pihak konsorsium.
Pembangunan bandara ini juga dikhawatirkan akan memberi dampak pada wilayah sekitar pembangunan. Seperti yang diketahui, wilayah sekitar area rencana pembangunan tak murni kosong. Ada beberapa situs budaya, sekolah, dan bangunan umum yang diprediksi menerima dampak dari pembangunan. Tentunya hal ini bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja.
Tidaklah suatu hal yang baik jika sebuah pembangunan baru harus menghancurkan banyak bangunan lama yang seharusnya masih bisa bertahan. Situs budaya yang menjadi warisan dan sudah dijaga sedemikian lama sangat disayangkan jika harus rusak karena pembangunan ini. Sekolah-sekolah yang semestinya bisa berjalan baik dengan menampung para pelajar sangat tidak bisa direlakan hancur karena pembangunan. Begitu juga dengan bangunan bangunan umum yang masih bisa berfungsi dengan baik bukanlah target untuk dirusak.
Melihat hal hal tersebut, pembangunan bandara ini tidaklah tepat jika masih disebut hal baik ketika dampak yang diakibatkan akan merugikan masyarakat. Bukannya memudahkan tapi nyatanya menyulitkan dan bukannya menjadi solusi tapi malah menjadi sumber masalah. Dengan ini, pertimbangan kembali dari pemerintah mengenai faktor-faktor dan akibat yang mungkin timbul sangat diperlukan karena proses pembangunan ini memikul resiko yang besar.
Masyarakat tidak mau rekonstruksi besar ini malah menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan. Pertimbangan dari segala aspek harus sangat dipikirkan untuk proses perealisasian rencana ini. Maka dari itu, pengambilan keputusan diharapkan dapat mengambil jalan terbaik tanpa ada merugikan pihak-pihak tertentu. [T]