Kisah Cinta dan Dongeng yang Dimakamkan adalah buku kumpulan cerpen karya I Putu Agus Phebi Rosadi. Buku ini diterbitkan oleh Mahima Institut Indonesia, Singaraja pada tahun 2019. Buku ini merupakan buku kumpulan cerpen pertama I Putu Agus Phebi Rosadi. Cerpen-cerpen dalam buku ini adalah cerpen yang sudah pernah dipublikasikan baik dalam koran-koran maupun antologi bersama sejak tahun 2014. Jadi, cerpen dalam buku ini merupakan jejak karya I Putu Agus Phebi Rosadi dari tahun 2014 hingga tahun 2019. Dalam buku ini berisi 10 (sepuluh) tajuk puisi yang memuat berbagai tema dan latar.
Bicara tentang pengarang, I Putu Agus Phebi Rosadi adalah pria kelahiran Jembrana pada 19 Mei 1990. Ia kerap aktif dalam berbagai kegiatan bersama Komunitas Mahima, kelompok kreatif yang berada di Singaraja, Bali. I Putu Agus Phebi adalah penulis muda dengan segudang karya dan prestasi. Mulai dari menulis cerpen, esai, dan puisi yang beberapa memenangi lomba penulisan lokal maupun nasional. Ia juga pernah diundang menjadi pembicara dalam Bali Emerging Writers Festival. Saat ini ia tinggal di Jembrana dan berprofesi sebagai guru Bahasa Indonesia.
Tempo hari saya berkesempatan membaca buku kumpulan cerpen Kisah Cinta dan Dongeng yang Dimakamkan yang ditulis oleh I Putu Agus Phebi Rosadi ini. Awalnya, saya berekspetasi jika buku ini memuat tentang cerpen-cerpen yang bertema romantisme-klise. Tentu, dugaan ini muncul karena saya melihat judul buku ini yang memuat kata ‘Kisah Cinta’ dan ‘Dongeng’. Namun, vonis saya terhadap buku ini terpatahkan begitu saja dengan tajuk cerpen pertama dalam buku ini, “Bolup”.
Alasan cerpen “Bolup” berhasil mematahkan vonis saya terhadap buku ini karena cerpen “Bolup” memuat tentang kisah seorang kepala suku di sebuah desa adat di Korowai, Papua. Kisahnya tentang dilema kepala suku yang baru saja mendapat jabatannya, tetapi segala wewenang dan tanggung jawab sebagai seorang kepala suku ternyata di luar dugaannya. Selain menyajikan kisah yang di luar dugaan, cerpen “Bolup” memberikan saya sebuah wawasan baru. Cerpen ini memuat tentang bagaimana kehidupan adat masyarakat Korowai di Papua. Mereka masih sangat erat memeluk kebudayaan turun-temurun leluhur mereka dan masih menutup diri dari pengaruh-pengaruh luar. Dengan bahasa yang luwes dan puitis, cerpen ini berhasil menyajikan cerita yang apik, wawasan kebudayaan, dan sekaligus membuat saya memproklamirkan bahwa cerpen ini adalah judul favorit saya dalam buku ini.
Melihat cerpen dengan tema yang sama, mengangkat topik folklore dan kebudayaan suatu daerah tertentu, terdapat satu judul cerpen yang mengutip hal yang sama, yaitu “Kisah Cinta dan Dongeng yang Dimakamkan”. Cerpen ini memuat cerita yang disadur dari sejarah Bali Kuno tentang mitos kembar buncing, Masula dan Masuli. Dalam cerita mitos Bali, konon mereka adalah bayi kembar buncing anak Raja Bali Kuno. Karena diyakini telah melakukan hubungan intim selama di dalam kandungan, mereka akhirnya dikawinkan dan menjadi raja-ratu yang membawa Bali ke arah kemakmuran. Namun, bayi kembar buncing yang lahir dari golongan biasa akan dikenakan sanksi adat karena dianggap membawa nasib buruk bagi desa. Sampai kini, beberapa desa di pedalaman Bali masih memberlakukan sanksi adat tersebut.
Topik tentang mitos sejarah Bali tersebut merupakan materi cerpen yang brilian menurut saya pribadi. I Putu Agus Phebi Rosadi sangat mahir dalam meramu sebuah fenomena masyarakat daerah tertentu menjadi sebuah cerita pendek yang rentetannya sangat rapih. Fakta itu jelas terlihat pada dua cerpennya yang berjudul “Bolup” dan “Kisah Cinta dan Dongeng yang Dimakamkan”. Fenomena-fenomena kebudayaan ini tentu tidak didapatkan begitu saja. Untuk mendapatkannya, diperlukan dedikasi dan kecerdasan dalam meneliti sebuah budaya. Tentu materi tersebut akan hanya menjadi sebuah esai kebudayaan saja, bukan menjadi sebuah karya yang baik, jika tidak disentuh oleh seorang penulis berbakat.
Selain mengangkat tema kehidupan sosial dan budaya nusantara, I Putu Agus Phebi Rosadi dengan buku kumpulan cerpennya “Kisah Cinta dan Dongeng yang Dimakamkan” juga memuat tema sosial dari luar nusantara. Latar luar nusantara terdapat pada cerpen-cerpennya yang berjudul “Perempuan di Distrik Reykjavik” dan “Pertemuan dan Senja Kematian”.
Dalam cerpennya yang berjudul “Perempuan di Distrik Reykjavik”, I Putu Agus Phebi Rosadi memuat kisah bertemakan ‘asmara lintas budaya’, jika boleh saya membuatkan istilah. Cerita itu mengisahkan seorang pria yang bertemu dengan wanita berkebangsaan Inggris di suatu daerah di Islandia. Cerpen ini banyak memuat tentang kehidupan sosial dan stereotip orang-orang Inggris-Islandia. Meskipun bertemakan asmara singkat, cerita yang disampaikan terkesan tidak cengeng dan menggunakan bahasa yang kompleks, tetapi tidak klise.
Sama dengan cerpen “Perempuan di Distrik Reykjavik”, cerpen yang berjudul “Pertemuan dan Senja Kematian” karya I Putu Agus Phebi Rosadi ini juga bertemakan kisah asmara di luar nusantara. Dalam cerpen kali ini berlatar Swiss dan Jerman. Ceritanya hampir mirip dengan cerpen “Perempuan di Distrik Reykjavik” yang mengisahkan sebuah jalinan asmara yang singkat. Namun, terdapat perbedaan dalam dua cerpen ini, yaitu cerpen “Pertemuan dan Senja Kematian” berisikan kisah tragis yang mampu membuat dada saya sesak saat membacanya.
Cerpen “Pertemuan dan Senja Kematian” juga salah satu alasan yang mematahkan vonis romantisme-klise saya terhadap buku kumpulan cerpen ini. I Putu Agus Phebi Rosadi berhasil membungkus tema kisah cinta ke dalam cerpen dan tidak membuat cerpen itu terlihat cengeng. Cerpen ini menggunakan bahasa yang sangat puitis dan banyak menyebutkan istilah-istilah akademis yang membuat saya harus searchingterlebih dahulu ketika membaca istilah yang tidak saya ketahui. Hal ini membuktikan bahwa sang penulis memiliki referensi dan bacaan luas dan mendalam.
Akhir kata dari saya, buku kumpulan cerpen Kisah Cinta dan Dongeng yang Dimakamkan karya I Putu Agus Phebi Rosadi mampu memberikan kesan tersendiri bagi saya setelah membacanya. Kesan itu hadir karena cerpen-cerpennya memuat tentang fenomena-fenomena unik dan terbungkus dalam kisah yang tidak kalah unik juga. Penyampaiannya sangat rapi dan tertata yang didukung oleh keahlian penulis dalam menggunakan bahasa. Akan tetapi, bagi saya, buku ini memiliki pasarnya tersendiri. Memang tiap produk atau karya pasti punya pasar tersendiri, tetapi yang saya maksud di sini adalah pasar luas. Alasan saya mengatakan seperti itu karena buku ini memuat beberapa tema yang laku dipasaran, yaitu kisah asmara. Kendati demikian, buku ini tergolong ke dalam buku yang bukan easy reading karena menggunakan bahasa yang berat dan banyak istilah-istilah akademis yang jarang digunakan.
Terlepas dari semua itu, buku ini merupakan karya yang saya wajibkan untuk dibaca bagi kawan-kawan pegiat dan penikmat sastra. Buku ini memiliki ciri khas dan tentu jika melihat dari penulisnya, buku ini dilahirkan oleh penulis muda Bali yang punya potensi besar dan berbakat dalam menulis, I Putu Agus Phebi Rosadi. [T]