Edisi 16/9/19
KOPLAK meringis sambil menatap wajahnya yang terlihat aneh karena rambut hitam yang tumbuh di atas kepalanya membuat Koplak merasa sangat bersalah pada waktu. Koplak merasa dia sedang memanipulasi waktu untuk tampil lebih wah. Dan terlihat trendi, kata Kemitir kalau dipotret biar terlihat lebih gaya dan instagramable. Istilah apa pula itu? Terus kalau sudah terlihat instagramable apa Koplak akan berjasa dan minimal bisa membantu orang-orang yang melihatnya jadi instagramable?
Koplak mengernyitkan alisnya, dan mengkerutkan dahinya. Terlihat jelas ada satu-dua alisnya yang sudah memutih. Rasanya nikmat melihat warna melihat beberapa kerut juga menegaskan bahwa dia sudah tidak muda lagi. Bukan seorang lelaki muda yang tidak jelas perasaannya. Koplak menggelengkan kepalanya ke kiri sambil menyatukan kedua alisnya. Terasa wajahnya telah banyak berubah.
Apakah setiap lipatan kerut yang mengulas wajahnya bisa bercerita mengurai lapis demi lapis masa lalunya? Teringat Ni Luh Wayan Langir, perempuan satu-satunya yang memahami seluruh perasaannya. Perempuan satu-satunya yang telah menyerahkan tubuhnya dengan kepercayaan yang penuh untuk Koplak. Perempuan yang mengorbankan hidupnya untuk hidup yang lebih baik. Hidup Kemitir, perempuan keras kepala dengan aturan-aturan yang membuat kepala Koplak berdenyut. Perempuan paling nyinyir dan banyak sekali bicaranya pokoknya jika Kemitir datang Koplak merasa sangat terjajah.
Koplak merasa tidak lagi memiliki kenikmatan-kenikmatan di rumah sendiri. Apakah Koplak salah? Apakah bibitnya yang salah?
Koplak melayangkan matanya ke depan Jendela, terlihat bunga mataharinya berayun-ayun cantik. Bukankah kata orang bibit yang baik akan menghasilkan tumbuhan yang baik? Koplak kembali mengeryitkan alis, aneh sekali alisnya sudah berwarna agak kelabu, tetapi rambutnya hitam pekat. Hitam yang sangat terang. Koplak selalu sulit berkomunikasi dengan bibitnya, si Kemitir. Langir tidak pernah macam-macam, Langir perempuan yang lebih banyak diam dan menyimak. Pekerjaan mengurus suami dan rumah selalu beres, hasilnya sangat memuaskan, masakannya juga enak.
“Kau dan Langir kawin kan baru beberapa tahun, belum genap jumlah jari tanganmu. Belum ada gesekan, belum ada kepandiran-kepandiran yang tidak masuk akal. Jika kau menikah dengan mengabungkan seluruh jari tangan dan kakimu baru tahu rasa kau!” Kata teman Koplak ketika dia bercerita tentang sulitnya menjadi orangtua yang beradaptasi dengan anak-anak muda.
“Bape jangan norak?” suatu hari Kemitir memiliki kosa kata yang aneh lagi. Norak? Memangnya sebagai ayahnya selama ini Koplak berlaku aneh-aneh? Sebgai Kades juga Koplak merasa Kades yang baik.
“Ah, kamu belum jadi Kades yang baik.” Sahut suara teman yang lain. Koplak mengernyitkan alis. Belum jadi Kades yang baik? Perasaan Koplak jadi tidak enak, apakah perjuangan selama ini tidak ada artinya? Jauh sebelum ada aturan dari pak Wali Kota, Koplak sudah melarang warga desa membuang sampah sembarangan. Sebaiknya buatlah lubang untuk sampah kering dan sampah basah. Botol plastik bisa ditimbang. Sampah rumah tangga yang basah bisa ditimbun dibuatkan lubang, itu kan baik untuk kesuburan tanah. Jika tanah subur tentu mudah untuk menanam segala macam. Tidak perlu takut kehabisan bahan makanan yang akan dimasak. Pohon pisang juga gampang tumbuh, daunnya bisa untuk tekor, tempat makan. Bisa juga untuk membungkus ini-itu. Lebih fresh dan sehat tidak juga mencemari lingkungan. Sehingga tidak mungkin warga desanya mengalami kejadian seperti yang didengar Koplak di TV.
Setelah menjalani perawatan di Puskesmas Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, 14 santriwati Pondok Pesantren Nurul Hikmah, Desa Pangadegan, yang diduga keracunan limbah B3 sebanyak 14 orang santri Pondok Pesantren Nurul Hikmah itu sebelumnya menjalani perawatan di Puskesmas setempat karena diduga keracunan limbah B3 sejak Rabu malam, 28 Agustus hingga Kamis malam 29 Agustus lalu. Mereka dilarikan ke Puskesmas karena mengeluh mual dan pusing setelah menghirup udara di sekitar.
Dari hasil pemeriksaan sementara tim, kata Hendra, disimpulkan rata-rata para santri baru masuk pesantren itu dan kebanyakan ada riwayat alergi serta menderita asma. Tim juga mendapat keterangan dari warga bahwa sebelumnya ada bau yang sangat menyengat tertiup angin dan kemungkinan sumber bau dari limbah pabrik yang dialirkan ke sungai. Saat dicek, sungai itu airnya hitam pekat berminyak seperti oli dan berbau menyengat.
Sementara air sungai di kampung Koplak masih berbau harum, warnanya juga bening. Ikan-ikan juga bebas bercengkrama sambil bersenggama untuk menaburkan telur-telur di seluruh lapisan air sungai.
“Kau itu harus jadi pemimpin yang menyuarakan suara rakyat. Suara rakyat itu harus kamu dengar, Koplak. Tanpa suara kami, memangnya bisa kamu jadi Kades? Setelah kami mendududukkan kamu di kursi Kades harusnya kamu merasa malu, minimal suara kita di dengarlah. Pemimpin itu wakil rakyat. Bukan menjelma jadi bangsawan yang harus disembah. Kursi yang kau dapatkan itu berasal dari suara kita. Jangan seperti pemimpin-pemimpin yang lain yang hanya kenal dan sok akrab dengan kita hanya pada saat pemilihan.”
Suara temannya itu membuat Koplak terdiam. Masih di depan cermin, Koplak melihat bagaimana hiruk-pikuknya rakyat memberi masukan kepada sang Pemimpin agar memilih ketua KPK yang benar-benar bersih, anehnya setelah diobrak-abrik kiri-kanan. Justru pemenangnya yang penuh catatan.
Koplak terdiam ketika beragam rusuh mengurai pikirannya. Apakah aku sudah menjadi pemimpin yang diinginkan rakyat desaku? Apakah aku sudah memenuhi beragam janji yang kuurai waktu kampaye? Apakah aku siap melayani para pemilih dan yang tidak memilih aku dengan keseriusan yang sama? Apakah aku hanya mendengarkan suara pemilihku saja? Karena kalau mendengarkan suara bukan pemilihku aku bisa stres? Koplak terdiam sambil mengusap alisnya yang kelabu. Juga mengusap kerut dikeningnya. Kenapa manusia suka sekali korupsi, termasuk takut menjadi tua dengan memoles diri. Apakah mereka sadar korupsi itu harus dikikis dulu dalam diri sebelum mengurainya untuk orang lain.
Koplak terdiam. Kemitir pasti akan berkata, “ oh, berarti menyemir rambut dan merwat diri itu korupsi, Bape?” Koplak mendelik. Merasa tersengat. [T]