Kamu itu aneh, pahit dan penampilannya tak menarik. Dulu tak ada niat sedikit pun untuk mendekati dan menjadikanmu bagian dari hidupku. Maafkan aku yang dulu sok jual mahal sama kamu. Ah kopi kamu memang menggoda, hingga aku tak bisa lepas dari candumu. Wkwkwk, lebih romantis ya ketimbang sama suami, apaan sih?
Puji syukur aku panjatkan kehadapan Tuhan karena berkesempatan menulis cacatan ini, yang sebenarnya sudah lama ingin ku ceritakan pengalamanku dengan si kopi. Jadi tradisi minum kopi memang tidak pernah ada matinya, baik di Bali, Indonesia bahkan di dunia.
Kopi adalah hal yang paling gampang dicari dimana saja dan kapan saja. Mulai dari kopi emperan warung yang harganya Rp 30 ribu per gelas hingga kopi yang disajikan di kafe atau tempat nongkrong kece kekinian dengan harga hingga ratusan ribu per cangkir.
Kegiatan minum kopi juga nampaknya ikut melekat dalam tradisi. Minuman kopi adalah minuman wajib yang disajikan di setiap upacara yang digelar di Bali dengan melibatkan masa baik dari keluarga, krama dadya hingga krama desa. Mulai dari upacara piodalan atau dewa yadnya, pitra yadnya, manusia yadnya dan bhuta yadnya.
Awal aku tahu kopi saat umurku masih balita. Kebiasaan minum kopi memang sudah tertanam di keluargaku. Ayah dan ibuku sebenarnya menjadi dalang utama bagaimana saat ini aku kecanduan kopi. Kebiasaan mereka ngopi dua kali sehari saat pagi dan siang hari meski segelas berdua, membuatku tak jarang mencicipi satu dua sendok teh kopi yang sudah diseduh dan dicampur gula pasir.
Tapi itu hanya kelakuan iseng awalnya. Apalagi saat beranjak remaja dan dewasa, kegengsian mulai muncul semakin kuat. Apalagi bagiku, kegiatan ngopi itu masuk dalam ranah pergaulan orang tua. Kedekatanku dengan kopi terjadi sekitar empat tahun lalu, setelah memulai hidup berumah tangga. Suamiku yang dulu biasa ngopi tiap hari, tetapi belakangan dia berpindah ke lain hati dan lebih memilih minuman kesukaannya yang mungkin menurutnya lebih enak dari kopi.
Kopiku sambangi pertama kali karena terpaksa. Gara-gara mata ngantuk dan penat di sore hari dan masih harus menyelesaikan pekerjaan. Ternyata saat minum kopi pertama kali, dampaknya luar biasa. Mata mendadak jadi jreng dan penat dan pegal di badan langsung hilang. Kelancaran ide pun disambut seimbanga dengan kecepatan jari menekan keyboard di laptop.
Awalnya hanya white kopi, lama kelamaan aku mencoba serbuk kopi hitam Robusta yang sangat legend di Buleleng (inisial B, biar ga endorse ya) dan ternyata rasanya enak. Ah sudahlah tak peduli mau dibilang cetu (cenik tua) karena minum kopi hitam, karena memang sudah tua. Pertama kali minum kopi hitam satu gelas dengan campuran dua sendok kecil kopi dan dua sendok gula pasir, ada jantung yang berdebar cepat tak karuan, tangan pun terasa sangat ringan selain mata juga dibuat melotot.
Aku sempat khawatir apakah reaksi ini biasa. Kutanya pada suamiku yang dulu pernah kecanduan kopi. Ternyata memang begitu katanya untuk pemula. Karena memberi efek positif setelah meminumnya, segelas kopi hitam pun setia mendampingi menyelesaikan deadline. Ternyata mengkonsumsi kopi setiap hari setelah aku baca beberapa refrensi tidak berbahaya, asalkan tak berlebihan. Katanya menurut artikel yang pernah kubaca, maksimal asupan kopi yang standar masuk ke dalam tubuh jangan lebih dari 400 miligram atau setara dengan 4 gelas kopi seduh.
Kopi yang begitu familiar ini pun ternyata memiliki manfaat yang sangat banyak dalam dunia kesehatan meskipun disebut sebagai zat adiktif atau zat yang bisa menyebabkan kecanduan. Seperti menjauhkan dari mata kantuk, juga dengan cepat dapat mengembalikan semangat yang dipengaruhi oleh kandungan kafein setelah menyerbu saraf otak.
Bahkan mengkonsumsi kopi secara wajar dan teratur, dapat menekan resiko diabetes dan penyakit jantung, antioksidan dan mengontrol berat badan (kalau yang ini aku belum buktikan karena masih belum ke kiri juga timbangan).
Kopi juga sangat ampuh menghilangkan sakit kepala. Ini kenyataan percaya deh, aku sering membuktikan. Resep ini lebih manjur dari sejumlah obat sakit kepala ternama di negeri ini. Tetapi kopi juga kadang kala bisa membuat sakit kepala (kalau di Bali orang menyebutnya puruh). Biasanya kondisi ini sering kali terjadi saat pecandunya tak dapat minum kopi dalam sehari. Tapi tenang sakit kepala yang tidak jelas itu akan segera hilang saat satu sruputan kopi masuk ke mulut.
Tetapi jangan juga mabuk kopi. Kandungan kafein yang masuk ke tubuh berlebihan juga akan berdampak pada kebiasaan tidur. Aku yang biasa ngopi sore hari biasanya tak bisa tidur awal. Paling banter baru bisa tidur tengah malam. Sebenarnya kedepan aku bercita-cita ingin membuka tempat nongkrong dan kopi shop. Apalagi saat ini kedai kopi memang sedang ngetren.
Kopi itu banyak jenisnya, tapi yang ku tahu baru tiga saja, kopi Robusta, Arabica dan Luwak. Kalau di Buleleng ketiga kopi dihasilkan oleh petani kopi. Kopi juga merupakan komoditas unggulan pertaniannya. Bahkan sampai saat ini ada 13.327 hektar, dengan varietas kopi Robusta sebanyak 10.473 hektar dan 2.854 hektar sisanya adalah lahan kopi varietas Arabica.
Tentu sayang kalau produksi kopi Buleleng yang tak kalah dari kopi daerah lain tak dibaca peluangnya oleh pengusaha untuk mengumpulkan punci-pundi rupiah. Apalagi serbuk kopi yang sudah diolah menjadi berbagai macam olahan pangan, minuman dan juga bahan kecantikan bisa memiliki nilai lebih tinggi. Tapi entahlah, ini baru khayalan saja,…. Masalah nanti terealisasi itu urusan suamiku baginda kang mas. [T]