7 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto: Donie/FB

Foto: Donie/FB

Memuja Saraswati, Keriangan yang Sama dari Seluruh Dunia

Putu Arya Nugraha by Putu Arya Nugraha
May 12, 2019
in Esai
258
SHARES

“Pencarian ilmu pengetahuan akan dan bisa membawa manusia mengenali Tuhan-nya.”

Hal itu merupakan bagian dari surat yang ditulis fisikawan tersohor Albert Eistein, tahun 1954, setahun sebelum kematiannya. Pandangan ini cukup mengagetkan karena adanya realitas skeptisisme ilmuwan barat terhadap agama. Ilmuwan-ilmuwan besar seperti Karl Marx hingga Stephen Hawking bahkan dengan lugas menyatakan diri mereka atheis.

Namun Eistein adalah penganut panteisme. “Aku percaya pada Tuhan-nya Spinoza, yang mengungkapkan dirinya dalam harmoni alam semesta, bukan Tuhan yang memperhatikan dirinya sendiri dengan takdir dan perbuatan manusia.”

Baruch de Spinoza adalah seorang filsuf di abad ke-16 yang menganut panteisme-monistik, karena baginya Tuhan dan alam semesta adalah satu dan Tuhan juga mempunyai bentuk yaitu seluruh alam jasmaniah.

Kembali pada ucapan Einstein, tentang ilmu pengetahuan yang membawa manusia dapat mengenali Tuhan-nya, ini seakan-akan sebuah gagasan yang koheren dengan tradisi perayaan hari Saraswati masyarakat Hindu di Bali. Satu lagi tradisi kearifan lokal masyarakat Bali yang membawa spirit universal, selain perayaan hari Nyepi.

Hari Raya Saraswati, yang jatuh pada hari Sabtu (Saniscara), Umanis (Legi), wuku Watugunung, dilaksanakan setiap 210 hari sekali adalah sebagai penghormatan akan turunnya ilmu pengetahuan dan seni dari Tuhan ke dunia. Ilmu pengetahuan tentu saja milik setiap insan di dunia, bukan monopoli hak perseorangan atau kelompok.

Oleh karenanya ia punya nilai yang “membumi” (universal) dan “melangit”, yang bahkan memayungi semua manusia yang berbeda suku, agama, ras, gender dan status sosial. Simaklah sabda Rasulullah SAW ini, “Sesungguhnya diantara amal kebaikan yang mendatangkan pahala setelah orang yang melakukannya wafat ialah ilmu yang disebar­luaskannya…”.

Tak dapat disangkal lagi, kokohnya eksistensi universalitas dari sains itu sendiri.

Maka, pelit berbagi ilmu pengetahuan, sama saja ingin menguasai dan memiliki Tuhan itu sendiri. Dan ini sesungguhnya adalah sebuah aib dalam kehidupan manusia. Coba kita ingat kembali, guru besar Druna di kerajaan Hastina Pura yang sebetulnya telah runtuh ahlaknya bukan saat perang Bharata atau yang masyur ditulis sebagai Bharatayuda.

Namun sang maha guru telah hancur integritasnya sebagai seorang pendidik saat berlaku tak adil, tak ikhlas mendidik anak muda berbakat sang Ekalawya yang rakyat jelata, dan hanya mengutamakan sang Arjuna yang bangsawan untuk menjadi pemanah hebat. Manusia takkan sanggup menguasai kebaikan hanya untuk dirinya sendiri, kebaikanlah yang harus menguasai semua manusia.

Itulah mengapa dalam ajaran Hindu, salah satu tradisi dalam beribadah adalah apa yang disebut sebagai Jnana Marga. Panduan ini punya maksud, ibadah dapat dilakukan dengan menunutut ilmu dengan sebaik-baiknya dan setinggi-tingginya hingga ilmu tersebut kemudian dapat didedikasikan untuk kebaikan umat manusia. Dengan demikian, sesungguhnya dengan sendirinya itu adalah persembahan untuk Tuhan jua.

Sains, hingga kapan pun akan selalu menggoda hati kita untuk memujanya. Itulah yang digambarkan pada sosok Dewi Saraswati, personafikasi dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Seorang dewi yang cantik jelita adalah simbol betapa setiap manusia akan jatuh cinta pada ilmu pengetahuan dan seni.

Dewi Saraswati digambarkan memiliki empat lengan yang melambangkan empat aspek kepribadian manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan yaitu pikiran, intelektual, waspada (mawas diri) dan ego. Ia duduk di atas bunga teratai yang besar dan di sebelahnya berenang seekor angsa putih. Di masing-masing lengan tergenggam empat benda yang berbeda, yaitu lontar (buku) adalah kitab suci Weda, yang melambangkan pengetahuan universal, abadi, dan ilmu sejati.

Genitri (tasbih, rosario) melambangkan kekuatan sains yang tiada pernah redup, terus berkembang takkan pernah berhenti. Ini telah dibuktikan dengan realitas betapa progresifnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kita semua nikmati manfaatnya di era modern ini. Bunga teratai adalah simbol keindahan dari esensi ilmu pengetahuan dan wina (kecapi) alat musik yang melambangkan sains yang kuasa memberi harmoni dalam kehidupan manusia di setiap zaman.

Angsa melambangkan penguasaan atas daya nalar yang sempurna, memiliki kemampuan memilah susu di antara lumpur, memilah antara yang baik dan yang buruk. Angsa berenang di air tanpa membasahi bulu-bulunya, yang memiliki makna filosofi, bahwa seseorang yang bijaksana dalam menjalani kehidupan tanpa terbawa arus keduniawian.

Saraswati telah mengajarkan kita pada nilai-nilai universal sebagai perekat manusia di bumi. Itulah yang saya rasakan dalam perjalanan-perjalanan saya mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah di kota-kota besar di dunia. Melbourne, Osaka dan Berlin. Kita yang berbeda dari seluruh penjuru dunia datang dalam keriangan bersama memuja Saraswati. Ia yang cantik jelita menjadikan semua orang menjadi cantik dan berwibawa saat jati dirinya sarat akan ilmu pengetahuan dan kebijakan. [T] 

Tags: Dewi SaraswatiHari SaraswatihinduPengetahuan
Putu Arya Nugraha

Putu Arya Nugraha

Dokter dan penulis. Penulis buku "Merayakan Ingatan", "Obat bagi Yang Sehat" dan "Filosofi Sehat". Kini menjadi Direktur Utama Rumah Sakit Umum Daerah Buleleng

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi: salah satu karya dalam pameran seni rupa di Undiksha Singaraja, 7 Mei 2018
Puisi

Puisi-puisi Eny Sukreni | Lima Macam Kecemasan

by Eny Sukreni
March 6, 2021
Sumber gambar: media sosial
Esai

Humor di Balik Covid 19

Humor secara umum dapat didefinisikan sebagai hal yang mengandung kelucuan bagi seseorang sehingga orang tersebut merasa terhibur bahkan dapat meyebabkan ...

April 11, 2020
Esai

Catatan Harian Sugi Lanus: Gunung Agung Meletus dan ‘Pangéling-Éling’ Ida Pĕdanda Madé Sidĕmĕn

  SANG Madé Gĕdé Sidĕmĕn — demikian menyebut dirinya dalam lontar, dikenal sebagai sastrawan besar tiada lain bergelar Ida Pĕdanda ...

February 2, 2018
Ulasan

Cerita Cinta, Bukan Love Story – Ulasan Buku Celia dan Gelas-gelas di Kepalanya

Buku : Celia dan Gelas-Gelas di Kepalanya Penulis : Lugina W.G dkk Hal : 256 hlm ISBN : 978-602-391-147-9 Cetakan ...

February 2, 2018
Mr. I Gusti Ketut Pudja. Foto: Repro
Ulasan

Tokoh Buleleng Ikut Rumuskan Proklamasi, Tapi Namanya Kalah Top dengan “Imaco”

MUNGKIN banyak yang belum tahu bahwa salah satu putra Buleleng ikut berperan dalam terbentuknya Republik Indonesia. Namanya, Mr. I Gusti ...

February 2, 2018
Foto: Nata Kusuma
Esai

Ojol untuk Mereka yang “Berkaki Lima” –Catatan Awal Tahun

Malam di awal tahun ini saya berkelana mencari sesuap tipat untuk saya masukkan ke dalam kantong perut ini. Prihal malam ...

January 7, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ketua Tim Literasi SMAK Harapan, Ni Putu Nuratni, M.Pd. dan Kepala Sekolah SMAK Harapan, Drs. I Gusti Putu Karibawa, M.Pd.
Kilas

Kupetik Puisi di Langit | Buku Puisi dari SMAK Harapan

by tatkala
March 5, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Saṃpradāya Kuno Sampaikah ke Nusantara?*

by Sugi Lanus
March 4, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (158) Dongeng (11) Esai (1422) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (198) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (104) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In