7 March 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Pesta Dansa

IGA Darma Putra by IGA Darma Putra
May 8, 2019
in Esai
33
SHARES

Apa yang spesial dari sebuah pesta dansa?

Saya tidak tahu karena saya belum pernah berdansa. Bagaimana bergerak mengikuti irama musik, melangkahkan kaki, gerak tangan dan juga gestur tubuh. Semuanya harus cocok.

Saya hanya senang memperhatikan jika dalam suatu film, ada adegan berdansa. Seperti adegan dansa antara Lim Kwei Ing [dipanggil Ing] dan Kwee Tjie Hoei [dipanggil Hoei] dalam film Love and Faith. Ing adalah anak perempuan seorang bangker yang kaya, sedangkan Hoei adalah seorang lelaki yang menjadi guru di sekolah Ing. Ayah Ing tahu, kalau Hoei menyukai Ing. Lalu Hoei diundang untuk mengikuti pertemuan keluarga besar Ing.

Pada pertemuan itulah ayah Ing mengatakan bahwa ada seorang perwira yang mapan menyukai Ing. Ayah Ing berkata kepada Hoei, “Lihatlah Hoei, dia adalah seorang perwira yang mapan, dia anak dari saudara saya, dan dia menyukai Ing. Saya tahu, kamu juga suka pada Ing. Tapi seorang ayah tentu berharap yang terbaik untuk anaknya”. Hoei hanya diam tidak bicara, dan tampak sedikit kaget. Lalu ayah Ing melanjutkan, “Mungkin kamu menyukai Ing, tapi apa yang bisa kamu lakukan untuk membahagiakannya?”.

Hoei menjawab, “Saat ini saya memang belum mapan, tapi saya akan berusaha. Sekarang saya hanya punya cinta dan kesetiaan”.

“Saya tahu kamu punya itu semua. Hanya satu saja yang kamu belum punyai, kekayaan”, kata ayah Ing. Tanpa menunggu jawaban Hoei, ayah Ing berkata lagi, “Saya ini bukan jenis orang tua yang memaksakan kehendak pada anaknya Hoei. Sekarang dekatilah Ing, yakinkan dia”.

Hoei tersenyum, memberi hormat dengan sekali anggukan, lalu mendekati Ing yang sedang berdansa dengan perwira yang juga suka pada Ing. Musik masih terdengar sayup, dan Hoei mencoba berdansa dengan Ing. “Saya tidak pernah berdansa”, kata Hoei Ing hanya tersenyum, lalu berkata, “Kamu tinggal ikuti saja iramanya. Dan kemana pun kakimu melangkah, Ing akan mengikutinya”.

Saya tidak bisa berhenti memikirkan kata-kata Ing kepada Hoei. Konon seorang perempuan akan mengikuti kemana pun kaki pria yang disukainya melangkah. Apalagi yang lebih romantis dari itu?

Tapi itu juga berarti, seorang pria mesti bertanggungjawab atas keputusan yang diambilnya. Sebab satu keputusan, tidak lagi tentang satu orang pria, tapi juga seorang perempuan yang mengikutinya.

Saya ini Cangak yang juga bertanggungjawab. Segala jenis keputusan yang saya ambil, akan saya terima konsekuensinya. Kan dunia ini hanya milik mereka yang bernyali. Nah, saya ini salah satunya.

Nyali saya cukup besar untuk mengambil banyak resiko. Sebab hidup ini pada dasarnya hanyalah kumpulan resiko-resiko. Sisanya hanya tinggal bagaimana menyiasati resiko itu. Tapi bernyali tidak cukup. Orang harus punya kecerdasan, alias kebijaksanaan.

Percumalah keberanian itu jika hanya mendatangkan musibah. Makanya, orang berani, harus juga memiliki kecerdasan. Memangnya ada yang mau mati konyol? Tidak kan?

Oke. Mari kita pikirkan kembali tentang pesta dansa. Saya mencoba mencari rujukanrujukan sastra tentang dansa. Tapi tidak kunjung saya temukan. Yang saya temukan adalah rujukan tentang tarian. Namanya Dharma Pagambuhan. Ada ungkapan menarik di dalamnya. Konon, setiap penari mestilah berdoa terlebih dahulu kepada Dewa Smara. Tujuannya, agar penonton merasa tertarik dan betah melihat tarian.

Kata Smara berasal dari akar kata Smr dalam bahasa Sanskerta, yang artinya adalah ingat. Kata Smara ini juga bersinonim dengan Asmara, sehingga antara cinta dan ingat, berasal dari akar kata yang sama. Atau mungkin memang begitu? Orang yang sedang jatuh cinta, akan selalu mengingat-ingat yang dicintainya. Jika ada penari yang memuja Smara, barangkali tujuannya juga agar penonton selalu membayangkan dan mengingat-ingat tariannya.

Biasanya, pujaan kepada Dewa Smara juga disertai dengan pujaan kepada Dewi Ratih. Ratih itu nama lain dari Bulan. Jadi pasangan dari cinta dan ingatan adalah bulan. Wah, saya ini terkejut sendiri memikirkan itu. Tetapi ada yang belum jelas, kenapa antara cinta dan bulan itu berhubungan?

Tentang kedua tokoh ini, bisa kita cari-cari penjelasannya dalam kakawin Smaradahana. Kisahnya sudah tersohor. Mengisahkan tentang Dewa Smara yang dibakar oleh Shiwa karena telah berani mengganggu tapanya. Sedangkan Ratih, menunjukkan kesetiaannya. Ia dengan sadar meminta ikut dibakar, agar bisa menyatu dengan Smara. Kurang setia apa lagi Dewi Ratih itu?

Tentang kesetiaan, ada banyak cerita yang bisa kita baca. Kesemua cerita itu, adalah tentang kesetiaan wanita. Barangkali, wanita adalah perwujudan hakiki dari kesetiaan. Entahlah, saya juga belum mengerti. Jika perempuan adalah wujud kesetiaan, lalu apa sebenarnya keunggulan lelaki?

Kesetiaan Ratih cukup membuat hati Cangak saya yang suci ini terenyuh. Tahu tidak apa yang dia katakan sewaktu Smara baru saja dibakar oleh Siwa?

Kalau belum tahu, mari saya beritahu. Begini.

“Tuan, Dewa Smara pujaan hati hamba. Ruang mana yang mesti hamba masuki, Tuan tak kunjung nampak. Mungkinkah Tuan sembunyi pada cahaya bulan yang terang memandang lautan. Atau pada pohon kelapa yang tinggi dan miring ke jurang seperti menusuk langit. Apakah Tuan di sana, pada dawai pandan harum yang hamba tunggu membawa puisi”

“Tahukah Tuan? Hamba selalu teringat pada Tuan, saat menyaksikan kabut lembut memeluk gunung. Lebih lagi saat perlahan ia menghilang diterpa cahaya mentari, seperti tanda bagi hamba ketika jiwa Tuan turut musna”

“Tidakkah Tuan merasa terenyuh menyaksikan pohon-pohon berguguran, kering disengat cahaya matahari. Ranting-rantingnya menggapai-gapai, mengharap datang hujan gerimis. Lihatlah Tuan, tunas bunga Pudak yang tak sengaja dipukul oleh bambu yang digerakkan angin. Ia patah seperti Tuan kini, dan tiada yang peduli”

Smara yang tubuhnya telah dibakar, tapi suara-suaranya masih bisa didengar oleh Ratih berkata, “Dinda penguasa nafasku. Lihatlah, nasibku kini yang hancur jadi debu. Maafkan aku yang tak bisa membahagiakanmu”.

“Barangkali takdirku kini berpisah denganmu Dewi. Tubuhku boleh saja tak mungkin kembali. Tapi tidak dengan hatiku. Hanya dirimu, dan satu-satunya. Maafkan aku”.

Pesta dansa tidak ada ketika Smara dan Ratih dipisahkan oleh keadaan. Tapi pada tiap pesta dansa yang diadakan, Smara dan Ratih selalu bersemayam. Mereka bersembunyi di sana, jauh di relung hati yang tidak mungkin kelihatan.

Mereka sembunyi disana, pada tiap hamparan musik, langkah kaki, gerak tangan dan gestur tubuh masing-masing. Jadi wahai sodara-sodaraku para ikan, mari kita buat pesta dansa sambil berdoa agar hujan turun. Bukankah konon, hujan juga pertanda cinta langit kepada bumi?

Sejujurnya, saya ingin bertanya kepada Bumi tempat saya berpijak kini. “Wahai Bumi, yang konon berputar-putar seperti tarian para sufi. Kenapa kau menari?” [T]


CANGAK YANG LAIN:

  • Swastyastu, Nama Saya Cangak
  • Pemimpin dan Pandita
  • Aturan Mati
  • Muka Gua
  • Siapa yang Tahu?
  • Panduan Nyepi ala Cangak
  • Kembali
  • Yang Kita Cari Adalah Hening
  • Siang Malam Berpikir Sendiri
  • Teman Tidak Makan Teman
  • Menerima Tanpa Terlena
  • Perlindungan
Tags: renunganSeni
IGA Darma Putra

IGA Darma Putra

Penulis, tinggal di Bangli

MEDIA SOSIAL

  • 3.5k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi: salah satu karya dalam pameran seni rupa di Undiksha Singaraja, 7 Mei 2018
Puisi

Puisi-puisi Eny Sukreni | Lima Macam Kecemasan

by Eny Sukreni
March 6, 2021
Tari Gebug Light-Bala Samar dari Komunitas Seni Dewari Swari dan Sekar dari Banjar Mijil, Sidemen-Karangasem
Kilas

Gebug Light-Bala Samar: Keberanian Keluar Dari Ikatan Tradisi

  KOMUNITAS Seni Dewari Swari dan Sekar dari Banjar Mijil, Sidemen-Karangasem, bisa disebut sebagai komunitas seni yang punya keberanian untuk ...

February 2, 2018
Kilas

Workshop Lontar bagi Kids Zaman Now – Bukan untuk Belajar “Ngeleak”

  ANAK-ANAK kecil zaman dulu alias “kids zaman old” lebih banyak punya bayangan seram soal isi lontar. Misalnya berisi mantera ...

February 2, 2018
Ilustrasi: Surya Pratama
Esai

PPL-Real: Mata Kuliah Tersulit Mahasiswa Calon Guru – Setuju atau Tidak?

BAGI anak kuliahan, terutama di kampus calon guru, siapa yang tidak pernah mendengar kata PPL – Program Pengalaman Lapangan. Dan ...

February 2, 2018
Esai

Catatan Kecil Putu Wijaya: Dokumentasi, Bagasi Pikiran…

DI samping kritik, dokumentasi juga rawan dalam kehidupan teater kita. Saya beruntung pernah dibonceng masuk Lincoln Center di New York ...

February 2, 2018
Khas

“Ngerebeg”, Tradisi Desa Adat Tegal, Abiansemal : Berkah dan Meriah

Barong dan Rangda Sasuhunan masyarakat Desa Adat Tegal melinggih di Bale Agung pada saat ritual Ngerebeg {foti Adi Gunarta] Wraspati ...

March 9, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Ketua Tim Literasi SMAK Harapan, Ni Putu Nuratni, M.Pd. dan Kepala Sekolah SMAK Harapan, Drs. I Gusti Putu Karibawa, M.Pd.
Kilas

Kupetik Puisi di Langit | Buku Puisi dari SMAK Harapan

by tatkala
March 5, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

Saṃpradāya Kuno Sampaikah ke Nusantara?*

by Sugi Lanus
March 4, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (158) Dongeng (11) Esai (1422) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (343) Kiat (19) Kilas (198) Opini (480) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (104) Ulasan (337)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In