30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Merayakan Imlek di Keluarga Bu Herma – Serasa Main Film Khas Tionghoa

Dian SuryantinibyDian Suryantini
February 6, 2019
inKhas
Merayakan Imlek di Keluarga Bu Herma – Serasa Main Film Khas Tionghoa

Bu Herma menyiapkan persembahan saat Imlek

29
SHARES

Perayaan Imlek kali ini ya seperti biasa saja. Tetap bernuansa merah (bukan partai lo ya), umat Konghucu datang ke Klenteng untuk sembahyang, ada barongsai, ada angpao tentunya. Hal yang tidak biasa justru ada pada saya.

Maklum meskipun telah melewati puluhan perayaan Imlek, baru di Tahun 2019, tepatnya Selasa 5 Februari, ini saya ikut merayakan Imlek secara langsung di sebuah keluarga keturunan Tionghoa yang ada di Singaraja. Saya begitu menikmati proses perayaan Imlek yang dilakukan di keluarga Bu Hermawati.

Kami akrab dengan Bu Herma dalam project teater “11 Ibu 11 Panggung 11 Kisah” di Singaraja yang digagas sutradara Kadek Sonia Piscayanti, di mana Bu Herma adalah salah satu aktornya. Dalam project itu kami adalah kru yang bertugas di bidang produksi.

Keluarga Bu Herma ini adalah kelurga keturunan Tionghoa dari Kapitan Liem Liang An, seorang bangsawan china yang ada di Buleleng pada sekitar tahun 1800an.

Saat tiba di rumah Bu Herma, kami disambut begitu hangat oleh keluarga Bu Herma. Kami memang bukan orang asing bagi mereka. Mereka memperlakukan kami bukan sebagai tamu, melainkan seperti keluarga mereka sendiri.

Satu dari kami, gayanya boleh juga

Awalnya saya dan teman-teman yang datang ke sana merasa tidak enak, karena ketika kami datang mereka tengah sibuk mempersiapkan sarana untuk persembahan saat persembahyangan. Ada yang melipat uang kertas (bukan uang asli, tapi kertas yang diibaratkan seperti uang), ada yang menyiapkan masakan di atas altar, ada juga yang bahagia penuh tawa menikmati durian lezat.

Kami pun duduk dipojokan. Kami mojok bukan tanpa alasan, kami mojok karena kami takut mengganggu mereka yang tengah sibuk. Akan tetapi saudara bahkan Mama dari Bu Herma tidak membiarkan kami duduk di pojokan. Mereka meminta kami untuk bergabung bersama mereka.

Maka kami pun menurut saja. Karena kami tidak bisa melipat uang kertas dan tidak tahu cara menata persembahan di atas altar maka kami lebih memilih bergabung berbahagia menikmati buah durian. Karena hanya itu keahlian yang kami punya saat berada di rumah Bu Herma. Hehehehe, maklum kami bukan orang Cina tapi kami suka produk Cina. Hahaha.

Tidak berbeda jauh dengan upacara hari raya keagamaan dalam umat Hindu, di perayaan Imlek pun sarana upacara yang digunakan terbilang mirip. Ada babi gulingnya juga lo. Akan tetapi sarana yang wajib ada dalam sesajen yang disajikan di atas altar itu adalah masakan mie dan capcay, kue lapis dan kue wajik ketan, buah jeruk, anggur, apel dan pisang.

Tak ketinggalan pohon tebu yang dipotong menjadi beberapa bagian dengan ukuran kurang lebih 30 cm. Tak hanya itu, kue keranjang pun menjadi hal utama yang harus disiapkan di atas altar.

Waktu pun berganti dari pagi menjadi siang. Persiapan telah selesai dilakukan. Tibalah saatnya para anggota keluarga melakukan persembahyangan di Nyolo (kalau dalam istilah Hindu mungkin itu Sanggah).

Satu persatu dari keluarga Bu Herma mengambil dupa beberapa batang kemudian dinyalakan dan bersembahyanglah mereka sebagaimana persembahyangan umat Konghucu. Saya sendiri masih terheran-heran menyaksikan cara mereka beribadah. Simple dan mendalam. Meskipun saya sudah sering melihat umat Konghucu beribadah secara langsung atau pun di TV (termasuk melihat calon ipar yang juga keturunan Tionghoa), namun saya masih tetap heran.

Sebab antara percaya dan tidak, saya berkesempatan melihat dari awal hingga akhir proses perayaan imlek dari umat Konghucu. Tak henti-hentinya dalam hati saya bergumam, “Oohh jadi begini, ya…” Hehehe.

Setelah selesai beribadah, sajian di atas altar tak langsung dimakan (di-lungsur). Namun harus bertanya dulu kepada Sang Leluhur, apakah sudah selesai menikmati hidangan ataukah belum.

Keluarga Bu Herma, Ritual Imlek

Caranya pun cukup unik. Anggota keluarga tertualah yang harus melakukannya dengan cara melemparkan sepasang kayu ke lantai yang berbentuk seperti biji buah. Jika sepasang kayu tersebut jatuh dengan salah satunya menutup dan satunya terbuka, artinya sajian di atas altar sudah boleh dilungsur dan dinikmati. Namun jika keduanya terbuka Sang Leluhur dipercaya sedanga tertawa dan masih menikmati hidangannya. Sementara, jika keduanya menutup maka sajian di atas altar ada yang kurang. Dan kami juga diberikan kesempatan untuk melihat mereka melakukan itu.

Ketika sajian di atas altar sudah diperbolehkan untuk dimakan, semua anggota keluarga menikmati hidangan. Hanya beberapa sajian seperi buah yang masih dibiarkan di atas altas dan dibiarkan selama semiggu. Dan buah-buah itupun dihias.

Kami juga tak melewatkan kesempatan. Malu-malu tapi mau. Kami ikut menikmati hidangan yang ada. Ada mie, capcay, sup jamur, sate babi, shamsing, babi guling dan masih banyak lagi. Kami pun mengambil mangkuk yang sudah terisi nasi. Tak lupa kami penuhi mangkuk kami dengan berbagai macam lauk.

Lalu kami duduk. Selain itu, kami juga berkesempatam menikmati minuman yang disajikan dalam cangkir kramik yang mungil. Cara minumnya itu ala-ala orang Tionghoa gitu, yang kerap saya tonton di film-film. Jadi rasa-rasanya separti main film khas Tionghoa.

Tak lama kemudian Bu Herma membawakan beberapa mangkuk yang dipenuhi dengan aneka macam lauk. Disusul oleh anak lelakinya yang katanya sebentar lagi mau menikah. Lagi-lagi, karena merasa tak enak, kami pun bilang bahwa yang ada di mangkuk kami sudah cukup. Jangan ditambah lagi. Terimakasih.

Ternyata ada hal lain yang tidak kami ketahui. Ternyata cara makan kami salah (tetoottt…). Harusnya mangkuk nasi yang kami bawa itu tidak dijejali dengan hingar bingarnya lelaukan. Tetapi nasi dalam mangkuk kami tetap dibiarkan bersih. Ketika mau makan barulah kita ambil sedikit lauk, lalu makan deh. (Yang suka nonton Drakor atau drama mandarin pasti ngerti deh gimana cara makannya, hahaha).

Tapi kami mah beda. Tetap saja kami makan ala nasi campur pinggir jalan. Hahahah, ketahuan deh yang…………(isi sendiri).

Sempat saya teringat kalau saya lahir di shio Babi dan Imlek kali ini perayaannya di tahun Babi Mas. Ahhh… saya pun jadi merasa mungkin saya chiong (sial) saat itu. Tapi tak apalah, kan baru pertama kali. Biarlah cara makan saya yang chiong (sial) asalkan asmara saya dengan si dia tidak chiong (sial) – entahlah bagaimana cara menulis ciong dengan benar.

Maafkan, hehehe. Selamat Tahun Baru Imlek 2570. Gong Xi Fa Cai.

Tags: balibulelengImlekTionghoaupacara
Previous Post

Pemimpin dan Pandita

Next Post

Pendidikan Tanpa Teori – Ini Tentang Pendidikan Mencintai Lingkungan

Dian Suryantini

Dian Suryantini

Kuliah sambil kerja di Singaraja

Next Post
Pendidikan Tanpa Teori – Ini Tentang Pendidikan Mencintai Lingkungan

Pendidikan Tanpa Teori – Ini Tentang Pendidikan Mencintai Lingkungan

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more

PENJARA: Penyempurnaan Jiwa dan Raga

by Dewa Rhadea
May 30, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

DALAM percakapan sehari-hari, kata “penjara” seringkali menghadirkan kesan kelam. Bagi sebagian besar masyarakat, penjara identik dengan hukuman, penderitaan, dan keterasingan....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co