Langit sore, Sabtu, 26 Januari 2019, terlihat mendung dan murung, tak secerah hari-hari biasanya. Suasana dingin mulai terasa menusuk meski waktu baru menunjukan pukul 17.00 Wita.
Udara semakin dingin dengan hadirnya angin yang bertiup agak kencang akhir-akhir ini. Sebentar lagi akan turun hujan dan orang-orang dengan gampang bisa menebak hal tersebut. Namun begitu, suasana di Ballrom Aston Hotel and Convention Center, Denpasar terasa sangat hangat.
Bukan karena sedang berada di dalam hotel dengan interior yang mewah, tapi karena beberapa gadis cantik, dengan senyum yang manis, berpakaian serba hitam dengan rompi biru Patria yang membuat mereka terlihat gagah, akan menyambut siapa saja yang tiba di depan Ballroom Hotel, entah dengan menaiki lift ataupun eskalator. Kehangatan dan keramahan mereka berikan bagi mereka yang hendak mengikuti acara Dhamma Talk 2019, sebuah acara tahunan yang diselenggarakan oleh DPC Patria Denpasar.
Di depan Ballroom, beberapa muda-mudi terlihat sedang bertugas mengurus pembayaran dan penukaran tiket. Sama seperti gadis-gadis tadi, mereka juga terlihat gagah dengan pakaian serba hitam dengan rompi biru Patria. Sementara para peserta dan undangan terlihat elegan dengan setelan kasual yang sebagian besar berwarna putih. Mereka adalah umat Buddhis yang datang dari seluruh pelosok Bali, bahkan juga dari luar Bali, seperti Jakarta dan Semarang. Tentu saja mereka tak ingin melewatkan kesempatan untuk mengikuti acara tahun ini.
Ada lebih dari 700 orang yang hadir di acara tesebut. Di dalam Ballroom mereka terlihat menunggu dimulainya acara sambil bercengkrama satu sama lain. Beberapa di antara mereka juga telihat saling menyapa, dan ada juga yang sesekali tertawa karena guyonan atau semacamnya. Mereka semua Nampak bahagia dan tak sabar dengan acara ini. Sampai akhirnya, pembawa acara terdengar memberi aba-aba bahwa acara akan dimulai.
Pertama-tama, hadirin di acara tersebut disuguhkan dengan dua lagu bernuansa cinta kasih, yaitu “Diari Hari Ini” dan “Stand Up for Love” yang dibawakan sangat merdu oleh Kartika Diputra. Hadirin pun terlihat larut dalam alunan lagu sepanjang lagu dinyanyikan. Suara merdu Kartika memang membawa keteduhan. Tak sedikit dari mereka yang mengabadikan suara merdunya melalui ponsel pintar masing-masing.
Tak hanya sampai di sana, hadirin kembali disuguhkan dengan Buddhist Dance yang dibawakan oleh beberapa anggota DPC Patria Denpasar. Gerakan yang lemah gemulai dengan balutan kain berwarna putih merah muda tak kalah menarik dan memikat perhatian hadirin. Hadirin benar-benar kagum dengan bakat dan talenta yang dimiliki pemuda-pemudi Budhhis Bali, Denpasar khususnya.
Barulah, setelah suguhan lagu dan tari, hadirin berdiri sambil bersikap Anjali untuk menyambut para pembicara, yaitu YM. Uttamo Mahatera dan Ibu Erlina Kang Adiguna. Bersama mereka, juga hadir YM. Jayadhammo Thera (Padesabayaka Provinsi Bali), YM. Bhikkhu Dhammaratano (Upa-padesayaka), Saccadhammo Thera, Khemaviro Thera, Pembimas Buddha Kanwil Kemenag Prov. Bali, Penyelenggara Buddha Kota Denpasar, KBTI (MAGABUDHI, FIB, PATRIA), Dayaka Sabha se-Bali, serta WALUBI Denpasar. Mereka bersama-sama berjalan perlahan memasuki Ballroom Hotel sambil disambut hormat oleh hadirin. Banyak dari hadirin pun terlihat tak dapat menahan rasa bahagianya dengan kehadiran para pembicara kali ini.
Acara Dhamma Talk Tahun 2019 bertajuk “Keyakinan, Harta Terbaik yang Dimiliki Seseorang” itu pun menghadirkan 2 tokoh Buddhis yang sudah dikenal oleh banyak umat di Bali, bahkan di Indonesia. Sebagian besar umat Buddha di Bali tentu sudah tak asing lagi dengan sosok Ibu Erlina Kang Adiguna, atau yang akrab disapa Mama Leon.
Di samping menjadi pengusaha sukses di bidang garmen dengan perusahaan “Mama & Leon” yang dirintisnya, beliau merupakan salah satu tokoh Buddhis Bali yang sejak dulu dikenal aktif melakukan berbagai kegiatan sosial keagamaan dan pengembangan Dhamma di Bali, di luar Bali, bahkan di luar negeri, seperti Myanmar dan sekitarnya.
Beliau juga menjadi penggerak umat di Bali, seperi menjadi penasehat Forum Ibu Buddhis (FIB) Bali, Penasehat Forum Ibu-ibu Buddhis, Ketua Umum Yayasan Kertha Yadnya, Pelindung di Vihara Buddha Sakyamuni, serta Ketua Kehormatan di Vihara Buddha Guna Nusa Dua
Siapa pula yang tak kenal dengan Y.M Uttamo Mahathera? Banyak umat mengenal beliau sebagai seorang Bhikkhu Sangha Theravada Indonesia yang dikenal tak pernah lelah membina umat dan memberikan ceramah keagamaan di berbagai tempat. Dari tahun 1995, beliau pernah menjadi ketua bhikkhu daerah pembinaan di beberapa provinsi di Indonesia, pernah juga menjadi wakil ketua umum Sangha Theravada Indonesia, dan masih banyak lagi.
Tak hanya itu, pada tahun 2014 beliau juga mendapat penghargaan dari MURI (Museum Rekor-Dunia Indonesia) Pembicara yang Kreatif Menciptakan Kisah Baru pada setiap Kesempatan Berbicara kepada Publik. Pada tahun 2016, Sangha Theravada Indonesia menganugerahkan Gelar Penghargaan Dhamma Saddhamma Vicitra Patibhana, dan pada 2017 IPSA (Indonesian Professional Speakers Association) memberikan penghargaan sebagai Certified Public Speaker, Honorary.
Sebelum memasuki acara inti, hadirin dan para undangan harus terpukau dengan parade yang dilakukan oleh 18 orang anggota DPC Patria Denpasar. Dengan setelan putih hitam dan rompi biru patria, mereka bernyanyi bersama membawakan lagu Mars Patria sambil mengibarkan bendera patria dan bendera buddhis. Tepuk tangan yang meriah pun menyambut mereka saat setelah parade selesai disuguhkan dan meneriakan jargon patria “One Spirit, One Dhamma”.
Friska Prisilia, selaku ketua panitia mengatakan tema pada acara Dhamma Talk tahun ini dipilih berdasarkan fenomena yang sedang terjadi akhir-akhir ini yang menunjukan banyak orang melakukan sesuatu tanpa didasari dengan keyakinan yang benar, baik dalam pikiran, perkataan, maupun perbuatan.
“Dalam kehidupan ini, kita hendaknya mengkondisikan keyakinan kita terhadap hal yang baik dan positif. Keyakinan yang seperti itulah yang baiknya kita terapkan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakan saat ini,” ujarnya saat memberikan laporan ketua panitia.
Ia juga mengatakan bahwa memunculkan suatu keyakinan bukanlah hal yang mudah, baik dalam diri sendiri, terlebih lagi kepada orang lain. Keyakinan merupakan suatu yang sangat berharga dalam kehidupan ini karena tanpa keyakinan yang benar, manusia cenderung berjalan hampa, tanpa arah.
“Sungguh merupakan suatu kebahagian bagi kita semua, khususnya kami dari panitia Dhamma Talk 2019 karena berhasil mengundang 2 orang pembicara dengan segudang pengalaman. Saya mengucapkan banyak terima kasih,” tambahnya.
Dengan dimoderatori oleh Ibu Sherli Mirani, kedua pembicara dalam kegiatan tersebut mulai bercerita dan memberikan sudut pandang mereka masing-masing mengenai keyakinan.
Ibu Erlina Kang Adiguna, sebagai pembicara pertama, bercerita tentang Dhamma yang beliau yakini dalam menghadapi sebuah penyakit yang sangat mematikan tepat setelah beliau baru saja mengenal ajaran Dhamma. Tahun 1993, beliau divonis menderita kanker rahim, hampir stadium tiga. Meski sempat diminta untuk melakukan operasi oleh dokter yang memeriksanya, keputusan yang akhirnya beliau ambil cukup membuat kaget dan khawatir banyak orang, juga hadirin kala itu.
“Saya memutuskan untuk tidak mau melakukan pengobatan. Saya tidak mau minum obat, tidak mau dioperasi, tidak mau juga dioperasi. Pokoknya tidak mau. Saya akan menghadapi kenyataan yang saya alami,” kata beliau.
Beliau akhirnya memutuskan untuk melakukan kegiatan pengembangan Dhamma. Beliau berusaha melupakan sakit dan tidak henti-hentinya melakukan kebajikan dan belajar meditasi, serta mempelajari Dhamma, Ajaran Sang Buddha secara lebih mendalam, untuk menguatkan keyakinan bahwa Sang Tri Ratna pasti akan memberikan jalan yang terbaik.
Beliau bercerita akhirnya pada suatu hari beliau memutuskan akan bermeditasi secara kontinyu, terus-menerus selama 40 hari, setiap pagi dan sore hari. Setiap hari beliau membacakan Paritta lengkap. Setelah selesai membacakan Paritta Suci, beliau selalu meminum tiga cangkir air yang dipersembahkan di Altar.
Beliau selalu berdoa,mengucapkan kata-kata yang sama, memohon untuk diberkahi jalan yang terbaik, mengucapkan janji dan tekad. Sampai akhirnya pada tahun 1995, dokter yang memeriksa beliau sebelumnya terheran-heran karena tidak lagi menemukan kanker yang pernah diderita. Beliau divonis sembuh. Ajaib. Tentu saja beliau kaget bercampur bahagia.
“Bukan karena saya minum air, atau karena saya meditasi saya bisa sembuh, tapi karena saya memiliki tekad dan keyakinan yang kuat terhadap Dhamma. Saya tidak pernah berhenti. Saya terus berusaha mengamalkan Dhamma, melakukan kebaikan. Sebenarnya penyakit itu tidak disembuhkan dengan begitu gampang, namun Dhamma ini memberikan saya kekuatan. Uang tidak bisa menyembuhkan penyakit, biarpun kemo dis mati ya mati. Namun Dhamma ini benar-benar menjadi obat mental bagi saya. Saya bisa mengikis kesombongan saya, dan saya harus membuat diri saya lebih lembut,” ujar beliau.
Kanker yang diderita ternyata bukan yang terakhir. Setelah itu, beliau sempat divonis kembali menderita kanker payudara hamper stadium tiga dan kembali beliau dianjurkan untuk mengambil operasi dan kemoterapi dengan biaya sebesar Rp.1.2 Milliar. Namun keyakinan dan tekad beliau mengabdi kepada Dhamma tidak goyah hanya karena itu.
Beliau tetap tidak mau mengambil operasi ataupun kemoterapi. Uang sejumlah Rp. 1,2 Milliar tersebut beliau bawa ke Myanmar dan didanakan di berbagai tempat di sana. Uang tersebut habis untuk berdana. Di sana beliau kembali melakukan meditasi, tak pernah menyerah dan tak pernah berhenti meyakini Dhamma. Ya, kanker itu lenyap.
“Kami sebagai murid beliau benar-benar mendapat teladan dari beliau. Sikap pantang menyerah sangat patut diteladani oleh kita semua,” ujar Ibu Sherlie selaku moderator.
Bhante Uttamo, selaku pembicara kedua, membenarkan apa yang dikatakan oleh Ibu Erlina sebelumnya. Beliau sempat bertemu dengan Ibu Erlina semasa sakit, dan juga sempat kaget saat melihat Ibu Erlina sembuh dari penyakit kanker.
“Apa yang dikatakan oleh Ibu Erlina ini bukan mengarang bebas, tapi memang begitu adanya. Itu yang beliau alami,” ujar Bhante Uttamo.
Berbeda dengan Ibu Erlina, Bhante Uttamo lebih bercerita tentang arti keyakinan Dhamma di kehidupan ini jika dibandingkan dengan harta duniawi. Beliau menyampaikan keyakinan Dhamma adalah harta yang lebih besar dari apa yang kita ketahui sekarang. Dengan cara yang kreatif, cerita-cerita beliau kerap kali mengundang riuh tawa hadirin. Misalnya saat beliau membandingkan harta duniawi dengan harta yang dimiliki para bhikkhu.
“Harta itu tidak dibawa mati, tapi tidak punya harta, ya setengah mati juga. Kenapa demikian suadara? Karena harta itu relatif ya. Apa yang dikatakan sebagai harta berbeda dengan apa yang dikatakan bhikkhu sebagai harta. Di dalam Dhamma harta yang paling rendah itu ya bikhu. Jangan dikira para bhikkhu tak punya harta. Bhikkhu itu punya harta. Hartanya apa? Jubah. Ini kalau jubah ya dijemur aja ditungguin. Lho kenapa? Karena kadang-kadang ketika jubah kita masih basah serangga-serangga itu nempel, dan kalau gigit-gigit jadi lubang. Jadi harus ditungguin. Tidur itu ya bawa jubahnya itu. Jangan sampai diambil tetangga,” ujar beliau sambil diikuti oleh riuh tawa hadirin.
Beliau melanjutkan kembali cerita tentang harta duniawi, bahwa harta dunia itu tidak penting, yang lebih penting adalah hidup sehat. Beliau mengatakan keuntungan tertinggi dalam hidup ini adalah saat kita tidak sakit, alias sehat. Pada saat meninggal dunia pun, harta lagi-lagi tidak berarti apa-apa.
“Saudara-sudara sudah pernah lihat di Cargo (Rumah Duka Kertha Semadi), orang yang hidupnya mewah dulu pakai high heels, ketika meninggal, sepatu high heelsnya itu diganti sepatu kets biasa. Itu kalau keluarganya masih oke. Kadang-kadang sepatu Bruce Lee itu lho. Dulu pakai bedak dan lispstick yang mahal-mahal bermerk-merk itu, di rumah duka dikasi bedak umum sama make up jenazah itu. Lipsticknya ya lipstick umum itu yang dipakai jenazah sebelumnya.” Hadirin pun kembali riuh tertawa.
“Saya pernah tanya ahli rias jenazah, kamu ngerias jenazah ini seneng apa susah? Seneng katanya. Kenapa? Soalnya yang dirias ndak pernah protes. Saya kasi lipsticknya tetangga kemarin ya mau. Saya kasi bedak yang jelek-jelek ya mau. Sisirnya sudah ompong tiga ya mau. Padahal itu bos besar lho. Ya tetep mau.” Lanjut beliau yang kembali mengundang riuh tawa hadirin.
Inti dari apa yang disampaikan beliau adalah harta tidak penting, namun yang paling penting adalah keyakinan untuk melakukan kebajikan dan Dhamma. Beliau mengatakan bahwa saat seseorang meninggal, ia akan berjalan sendirian. Semua harta, semua teman, semua keluarga, akan ditinggal. Tetapi kebajikan tidak pernah meninggalkan siapapun, dan kebajikan itu sering bersama, hanya saja kita yang tidak menyadarinya. Buah kebajikan hanya kita yang akan memiliki, dan buah kebajikan juga akan dinikmati di kehidupan yang akan datang.
“Saudara-saduara, lakukanlah perbuatan baik, isi tabungan karma baik dengan melakukan kebajikan. Maka nanti kita bisa senantiasa memetik buah kebajikan itu, menarik tabungan kebajikan itu. Kita harus mengisi kehidupan kita dengan kebajikan. Berbuat baik, berpikir baik, berkata baik, akan membuat hidup kita lebih sehat, lebih bahagia, dan kalaupun mati, kita sudah meninggaklan seluruh harta, teman kita, dan keluarga kita, tetapi kebaikan tetap terbawa sampai kelahiran-kelahiran selanjutnya. Sesuai tema kita hari ini, bahwa keyakinan adalah harta terbaik seseorang, keyakinan terhadap Dhamma akan mendorong kita untuk mengamalkan Dhamma, yang membuat kita bahagia di kehidupan ini juga kehidupan yang akan datang. Contoh bahagia di kehidupan ini adalah Ibu Erlina tadi dengan kesehatannya. Jauh lebih muda di usianya yang ke-75,” kata beliau di akhir sharing Dhammanya sebagai penutup.
Hadirin bertepuk tangan dengan meriah. Dengan dipimpin oleh moderator, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab hadirin peserta acara bersama kedua pembicara tadi, kemudian dilanjutkan dengan penutup.
Fernaldi Hanggara, atau yang akrab disapa Aldi, selaku ketua DPC Patria Denpasar juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukung terlaksananya acara tersebut, khususnya kepada donatur.
“Sacara pribadi saya ingin mengucapkan rasa bangga dan terima kasih sebesar-besarnya kepada rekan-rekan panitia Dhamma Talk 2019 dan juga kepada para pengisi acara yang sedari awal sudah berproses. Meski begitu, tentu saja acara ini tidak luput dari kesalahan, apabila terdapat kekurangan atau kesalahan yang disengaja ataupun tidak, kami minta maaf,” ujarnya.
Ia juga berharap seluruh hadirin dapat menikmati acara tersebut dan memetik pelajaran yang berharga. (T)