PAYANGAN dekat dengan Ubud, sama-sama di Kabupaten Gianyar. Payangan bisa dibilang kalah pamor dengan Ubud, terutama untuk urusan pariwisata. Namun untuk urusan seni budaya saya pikir wilayah mana pun punya semangat yang sama, keinginan yang sama untuk menjaganya terus-menerus. Selalu.
Ketika di Ubud digelar Ubud Writers and Readers Festival (UWRF), sebuah festival penulis dan pembaca – pada saat yang sama di Kecamatan Payangan digelar Festival Payangan. Gaungnya mungkin tak semendunia UWRF, tapi gaung untuk mencintai seni budaya menggema di hati masing-masing warga.
Festival Payangan digelar Minggu 28 Oktober 2018, bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda yang diperingat untuk ke-90 kalinya. Festival ini merupakan agenda rutin tahunan di Kecamatan Payangan, Gianyar. Pada tahun 2018 ini mengangkat tema “Wana Kerthi Satyeng Darma” — Menjaga Alam dengan Dharma.
Festival ini sengaja dikemas untuk memeriahkan Hari Sumpah Pemuda, hari yang diidentikan dengan perjuangan para pemuda sebagai salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Yang dimaksud dengan “Sumpah Pemuda” adalah keputusan Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta).
Menjaga Alam dengan Dharma tentu bisa dikaitkan dengan bagaimana upaya-upaya yang dilakukan warga desa-desa di Kecamatan payangan untuk menjaga alam di wilayah Payangan agar tetap asri, lestari, dan tentu saja indah. Menjaga alam, juga bisa dikaitkan dengan menjaga kelestarian seni budaya di masing-masing desa. Apalagi, detak pariwisata perlahan-lahan mulai masuk ke Payangan.
Sekretaris Camat Payangan I Nyoman Darma S. Ag, M. PdH sebagai ketua Festival Payangan menyatakan tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk membina memotivasi dan masyarakat seluruh organisasi-organisasi/sekaa seni yang ada di Kecamatan Payangan, disamping itu juga untuk memupuk rasa persatuan dan kesatuan dikalangan masyarakat Payangan, khususnya di kalangan generasi muda di Kecamatan Payangan.
Festival Payangan ini menyasar seluruh Iapisan masyarakat di Kecamatan Payangan untuk berpartisifasi secara aktif mensukseskan Festival Payangan tahun 2018. Festival Payangan dilaksanakan mulai tanggal 28 Oktober sampai dengan 2 Nopember 2018 dengan mengambil tempat di Catus Pata Bencingah Agung Payangan. Semarak kegiatan Festival Payangan diramaikan denngan beberapa kegiatan, diantaranya : Parade Baleganjur, Gong Kebyar, Bondres, Sendratari, dan Drama.
Khusus untuk Parade Baleganjur diikuti oleh 9 Desa di Kecamatan Payangan, yang menarik perhatian baleganjur duta Desa Kelusa yang diwakili oleh Sekaa Gong Teruna Tirta Madya, Desa Pakraman Yehtengah. Mengangkat tema “Banyu Ranu” yang menceritakan ekspetasi air yang merupakan pemantik kehidupan. llmu sains menyatakan bahwa tanah adalah media, dan air adalah sumber kehidupan. Media mana yang terdapat air, di sana pula kehidupan dapat balangsung.
Seirama dengan hal tersebut, penata tabuh dan gerak I Kadek Angga Supandi Artha, S, Sn mencoba mengangkat kearifan lokal banjar Yeh Tengah dalam garapan musik baleganjur. Kebergantungan masyarakat Yeh Tengah terbadap sumber-sumber air yang ada membuat kehidupan masyarakat setempat menjadi makmur. segala sesuatu dipirantikan oleh air mulai dari keseharian hingga keupacaraan.
Oleh sebab itu, timbulah hubungan antara manusia dengan alam seperti dalam tri Hita Karana agar terciptanya keharmonisan. Semua hal tersebut berusaha ditransformasikan atar dasar pemikiran dalam bentuk komposisi baleganjur yang dikombinasikan dengan gerak, bermaksud untuk memersuasi masyarakat agar menjaga lingkungan sekitar.
Festival Payangan tahun 2018 bagaikan spirit semangat kepemudaan di Kecamatan Payangan. Seperti yang disampaikan oleh Ir. Soekarno pada jaman perjuangan mencapai kemerdekaan yaitu “Seribu orang tua bisa bermimpi, satu orang pemuda bisa mengubah dunia”.
Maka itu mari kita sebagai generasi muda menjaga kelangsungan hidup sesama manusia, manusia dengan lingkungan dan hubungan manusia dengan Tuhan. Karena hal tersebutlah yang akan menciptakan keharmonisan dalam hidup. (T)