28 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai

Umbu Landu Paranggi, Reuni Puitik, Institusi Sunyi, dan Pendidikan Berjiwa

Gde Hariwangsa by Gde Hariwangsa
February 2, 2018
in Esai
298
SHARES

MALAM itu, 22 Desember 2017, melewati titik nol Kota Denpasar – patung Catur Muka – aneka kenangan masa lalu mulai menjalar di sekujur waktu tua saya. Meski lirih, masih saya dengar langkah-langkah kultural yang terjalin oleh perjalanan matahari. Saya tak mampu menghitung gerak edar rembulan di garis waktu. Tapi saya mampu meng-‘eja’-nya, di bilik jiwa. Beberapa langkah dari sana adalah Pura Jaganatha, yang menyimpan kenangan masa, berlaksa-laksa purnama.

Gerimis memperdingin malam, saya mulai menaiki tangga di aula gedung serba guna Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Denpasar. Tertoreh di sana, kenangan yang sangat dalam, sedalam lautan tak bernama. Kenangan terdekat, ketika putrid saya studi di sekolah favorit ini, dan dibina oleh pak guru GM Sukawidana yang acap mendapat penghargaan guru favorit pula. Secara khusus, saya hadiri beberapa kali acara sastra di aula kenangan ini. Hal itu, untuk memberikan sebuah sikap (menghargai) pada putrid saya.

Saya menghargainya, karena ia mau berapresiasi pada seni susastra. Yang bagi saya, pendidikan susastra adalah landasan pendidikan humanistik. Dan diam-diam, betapa bangganya saya ketika selama 3 tahun dia menjadi pianis di sekolah ini setiap upacara bendera. Meski saat itu kemampuannya bermain piano masih standar. Dengan diam-diam pula, saya pernah mengintip catatannya ketika menginjak kelas 2 SMP. Ia menuliskan, I study art not because i want to be an artist, but because Iam a part of human being.

Kuote ini, kelak ia pergunakan sebagai text line pada konser amal yang bertajuk  “Loved for Our Beloved Teacher” pada tahun 2013. Konser yang digagasnya bersama teman-teman SD-nya ini merupakan penggalian dana untuk guru SD-nya ibu Peria Renta Silitonga yang menderita penyakit lupus dan gagal ginjal. Sayang, setahun kemudian ibu guru tercintanya mesti berpulang. Sebelumnya, sekelompok anak-anak ini juga menggelar konser musik ‘Mind Concert’ untuk membantu sekolah teman-teman mereka di nun, yang rubuh akibat gempa bumi di Padang.

Kenangan saya buyar, ketika bersua ‘Rsi Puisi’ Umbu Landu Paranggi yang duduk di sudut aula. Saya rindu berbincang panjang dengannya. Tapi situasi jasmani menghambatnya. Saya hanya kuatir tak bisa membatasi waktu berbincang dengannya. Kelak, ingin saya atur waktu yang tepat melepas rindu pada Umbu. Agar kerinduan sirna di perbincangan bermakna. Mengenang kembali format pendidikan informal yang diciptakanya, yang mengandung makna kedalaman pertumbuhan jiwa-jiwa, yang diwakili para penampil, dan hadirin malam itu. Meski banyak nama-nama yang tak saya kenal — tapi amat jelas terbaca — ada yang bermakna di dalam jiwa mereka.

Monologia dan Musikalisasi di SMPN 1 Denpasar malam itu, tidak hanya unjuk ketrampilan monolog 3 dokter, Sahadewa, Ary Duarsa, Eka Kusmawan dan musikalisasi penyair Tan Lioe Ie. Atau penampilan anak-anak SMPN 1, pembacaan puisi dokter Shintya Setiawan, dan teman-teman penyair lainnya. Lebih dari itu. Menurut saya, perhelatan malam itu adalah reuni puitik, dan unjuk pembuktian tentang pendidikan yang berjiwa. Entah, apakah saya sedang terlena oleh kenangan dan anganan ke-lalu-an, yang jelas saya ingin membiarkan pikiran ini mengembara semau-maunya.

Kenangan saya yang mengembara ini, tidaklah menelisik soal kehidupan sosial, atawa pencapaian prestasi kehidupan, juga bukan soal kehebatan ke-impresario-an Putu Satria Kusuma yang begitu tekun menggelar 100 monolog Putu Wijaya. Melainkan soal jiwa yang tertempa lewat pendidikan awal yang bernama seni susastra.

Saya tidak sedang melakukan riset kualitatif maupun kuantitatif, tentang hasil pendidikan informal — dari rubrik Pos Remaja, Pos Budaya di Harian Umum Bali Post yang diasuh Umbu Landu Paranggi, Sanggar Cipta Budaya, Teater Angin, Teater Hippocrates, Sanggar Minum Kopi, Teater Kebun Bayam, Teater Purbacaraka, dan lain-lain (yang saya sebut dalam imaji sebagai institusi sunyi). Melainkan, saya sedang membaca suatu hasil dari gerakan dan sikap kultural, buah hasil institusi sunyi, yang sudah berjalan panjang.

Saya tak hendak mengkaji pementasan monolog ketiga dokter yang luar biasa itu, karena saya datang terlambat. Hanya penampilan dokter Eka Kusmawan yang sempat saya nikmati secara utuh. Eka, memang aktor yang baik sejak dulu. Pembacaan sajak oleh dokter Sahadewa, juga masih membuktikan bahwa beliau pernah menjadi pembaca puisi terbaik se-Bali beberapa puluh tahun yang lalu. Ketika Sahadewa masih menjadi siswa SMAN 1 Denpasar.

Sayang, saya hanya sepenggal menikmati pementasan dokter Ary Duarsa, sehingga saya tak berani komentar pada pementasan dokter yang mantan pengajar teater pada sebuah sekolah swasta, di bilangan jalan Kartini-Denpasar ini. Repertoar Tan Lioe Ie, juga menyuguhkan ‘puisi yang bernyayi’ secara luar biasa. Saya tak mempedulikan apakah Lioe Ie sedang mengetengahkan genre musik pop, klasik, RnB, jazz, blues, hiphop, atau jenis yang lain. Yang jelas, ia mampu menyajikan secara musikal tentang makna harmoni pada setiap puisi yang dinyanyikannya.

Suasana malam itu, seperti sebuah reuni yang puitik beberapa institusi sunyi. Saya jadi ingat sekitar 30 tahun yang lalu, ditempat yang sama, namun ketika itu aula masih berada di lantai 1, guru sastra berambut gondrong yang bernama GM Sukawidana menggelar apresiasi sastra. Kegiatan itu dilaksanakan pada hari minggu, saat kegiatan sekolah libur. Sekolah ini juga pernah membuat sejarah, ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan merekomendasi terbitnya antologi puisi beberapa muridnya. ‘Rindu Anak Mendulang Kasih’, begitu tajuk antologi puisi yang diterbitkan oleh penerbit bersejarah di tanah air, Balai Pustaka.

Berkumpulnya beberapa pribadi dengan berbagai latar belakang yang berbeda malam itu, adalah suatu kelanjutan gerakan/strategi kebudayaan yang terhimpun dari muara yang sama, institusi sunyi. Lantas apa yang menjadi kesamaan gerakan kebudayaan dari institusi sunyi tersebut ? yang menjadi kesamaan adalah ‘pendidikan yang berjiwa’ dari seni sastra. Pendidikan humanistik yang didapat dari susastra, telah menumbuhkan pribadi dan sikap kultural yang beragam.

Maka yang berkumpul malam itu tidaklah semua sastrawan, ada dokter, penulis, pegawai negeri, pekerja laboraturium kesehatan, dosen, fotografer, guru, penggiat LSM, petani, redaktur. Satu sama lain, mampu saling mengaktualisasikan potensi masing-masing sebagai pribadi/individu yang utuh. Dan, hikmah yang bisa saya petik malam itu, bahwa seni menjadi sarana tiap individu mengenyam pendidikan humanistik dan ber-kebudaya-an. Lalu, ingatan pada kuote anakku menggugah lamunanku akan perjalanan kenangan masa lalu yang indah itu ; I study art not because i want to be an artist, but because Iam a part of human being. (T)

Tags: baliMonologPendidikansastraUmbu Landu Paranggi
Gde Hariwangsa

Gde Hariwangsa

Pengamat seni, tinggal di mana-mana

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Opini

Mengapa Ahok Tidak Menyentuh Pikiran Saya?

HEBAT betul saya, karena baru-baru ini menolak tawaran untuk mengelola media kampanye pendukung Ahok. Dari banyak hal yang terlewat dalam ...

February 2, 2018
Foto ilustrasi: Mursal Buyung
Esai

Belajar dari Anak-Anak

Umur yang kian bertambah seakan membuat hidup semakin kompleks. Terlebih lagi dengan berbagai tuntutan kehidupan, kebutuhan akan sandang, pangan dan ...

June 23, 2019
Tim Robbins (kanan) sebagai Andy Dufresne dalam film The Shawshank Redemption (1994)
Esai

Mari Salahkan Andy Dufresne – Tentang Kaburnya 4 Napi Asing di LP Kerobokan

KABURNYA 4 warga negara asing penghuni Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Kerobokan, Senin (19/6) lalu adalah hal biasa. Termasuk ...

February 2, 2018
Esai

Kendali Kuasa (1)

Masyarakat Bali adalah masyarakat yang ramah, terbuka kepada orang luar, cinta harmoni, dan memiliki budaya yang adi luhung yang tetap ...

February 3, 2019
Ilustrasi: IB Pandit Parastu
Cerpen

Kopi Akhir Juli

Cerpen Wulan Dewi Saraswati Gelisah di pengujung Juli semakin menjadi. Setiap pagi kegelisahan itu aku rayakan dengan segelas kopi. Gelas ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Moch Satrio Welang dalam sebuah sesi pemotretan
Kilas

31 Seniman Lintas Generasi Baca Puisi dalam Video Garapan Teater Sastra Welang

by tatkala
January 27, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
dr. Putu Arya Nugraha, penulis, yang juga Direktur RSUD Buleleng, divaksin, Rabu 27 Januari 2021
Esai

Berbagai Kekeliruan Tentang Vaksin

by Putu Arya Nugraha
January 27, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1363) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (312) Kiat (19) Kilas (193) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (330)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In