26 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Karang Boma di Puri Ubud/google

Karang Boma di Puri Ubud/google

Karang Boma; Penghancur Segala Mara Bahaya – Catatan Berwisata Bersama Anak

Made Gunawan by Made Gunawan
February 2, 2018
in Esai
42
SHARES

 

TAHUN Baru 2018 ini, kami sekeluarga tak pergi jauh-jauh, hanya jalan-jalan sekitar kota. Saya pribadi percaya, kalau liburan itu tak mesti  pergi ke tempat yang jauh. Hal-hal di sekitar kita pun bisa memberi hiburan, sepanjang hati kita siap melihat hal-hal yang berbeda dari rutinitas, hati kita siap refresh, dan kesediaan kita menerima hal-hal baru.

Perjalanan saya dan anak-anak, dimulai dari Puri Agung Ubud. Dengan antusiasnya anak-anak berfoto layaknya tamu asing. Mereka memang suka pada hal-hal seni, seperti ogoh-ogoh, patung, atau lukisan.

Tiba pada sebuah candi kurung, sehabis foto eksis, ia bertanya: “Patung apa ini di atas, Pak?”

“Itu patung Boma, penjaga pekarangan”, jawabku, sebenarnya tak begitu yakin.

Setelah itu, langkah kaki kami sampai pada sebuah museum, puri lukisan. Tanpa lelah dan penuh antusias anak sulung saya menjelajahi tiap sudut museum yang menyimpan berbagai koleksi lukisan bergaya tradisi dari pelukis-pelukis legendaris bali, seperti I gusti Nyoman Lempad, Anak Agung Gede Sobrat, dan lain-lainnya.

Tiba pada suatu sudut, ia tampak mengamati dengan serius, “Pak, ini Boma ya? Kenapa ia dibunuh Krishna? Krishna kok seperti raksasa? “ tanpa kuduga pertanyaannya membrondong seperti peluru.

“O.. ini lukisan Krishna Murti.” jawabku sambil membaca judul lukisan itu

“Boma yang ada di atas gapura tadi apakah sama dengan Boma yang ini, Pak?” tanyanya lagi seperti penasaran membaca penjelasan lukisan itu.

“Ya sama, nanti bapak ceritakan,” kilahku menyembunyikan ketidaktahuanku

Sehabis jalan-jalan itu aku merasa masih berutang pada anakku, maka kutulis cerita ini. Hitung-hitung melatih ia membaca agar lebih lancar dan gemar membaca. Juga melatihku menulis.

*** 

Karang Boma, yang sering kita lihat di pura, adalah suatu visualisasi dari filosofi Hindu yang sebenarnya penting keberadaanya, karena selain mengandung filosofis yang dalam, juga berfungsi sebagai penolak segala mara bahaya. Berlatar belakang cerita Krishna membunuh raksasa Boma atau dalam kitab Bhagavata Purana disebut dengan nama Narakasura, atau juga disebut raksasa Baumantaka, cerita raksasa ini dikisahkan, tepatnya terdapat pada skanda 10 bab 59, kitab Bhagavata Purana.

Diceritakan bahwa Boma adalah putra dari Avatara Varaha hasil hubungan gelapnya dengan Dewi Pertiwi. Hubungan ini terjadi ketika Avatara Varaha bertempur dengan raksasa Hiranyaksa.

Setelah Narakāsura mencuri payung dewa Varuṇa, anting-anting Aditi, dan taman bermain para dewa yang dikenal sebagai Maṇi-parvata, Dewa Indra pergi ke Dvārakā dan meceritakan pelanggaran asura tersebut kepada Sri Kṛiṣhṇa. Setelah diberi laporan seperti itu, bersama dengan Ratu Satyabhāmā, Krishna menunggangi Garuḍa, pergi ke ibu kota kerajaan Narakāsura.

Di lapangan luar kota Dia memenggal asura Mura dengan cakraNya. Kemudian dia melawan tujuh anak laki-laki Mura dan mengirim mereka semua ke tempat tinggal dewa kematian.  Setelah itu Narakāsura sendiri memasuki medan perang diiringi seekor gajah. Narakasura melemparkan tombak saktinya yang mengarah kepada Śrī Kṛṣṇa, namun senjatanya itu tak mampu menyentuh tubuh Krishna. Lalu krishna memenggal seluruh tentara asura itu.

Akhirnya, dengan cakraNya yang tajam Kṛṣṇa memotong kepala Narakāsura. Kepala narakasura jatuh ke bumi lengkap dengan anting-anting dan mahkotanya. Ibu bhumi mendengar suara kejatuhan anaknya, lalu pergi ketempat dimana anaknya gugur.

Dewi-bumi, Pṛthivī, kemudian mendekati Sri Kṛṣṇa, dan mengembalikan berbagai barang yang telah dicuri Narakāsura. Dia mempersembahkan doa-doa pujian kepada Sri Krishna dan memperlihatkan anak Narakasura yang penuh ketakutan kepada Sri Kṛishna, karena melihat peristiwa tewasnya Narakasura.

Setelah menenangkan hati anak asura itu, Kṛṣṇa memasuki istana Narakāsura, di mana Dia menemukan enam belas ribu seratus wanita muda yang ditawan Narakasura . Begitu mereka melihat Sri Krishna, mereka semua memutuskan bersedia untuk menerima Krishna sebagai suami mereka. Sri Krishna mengirim mereka ke Dvārakā untuk ia kawini semua, bersama dengan sejumlah besar harta karun Narakasura.

Lalu Ia pergi bersama Ratu Satyabhāmā ke tempat tinggal Indra. Di sana Dia mengembalikan anting-anting Aditi, dan Indra dan istrinya, Śacīdevī. Atas permintaan Satyabhāmā, Sri Kṛiṣhṇa mencabut pohon pārijāta surgawi dan meletakkannya di sandaran Garuḍa. Setelah mengalahkan Indra dan dewa-dewa lainnya yang menentang pengambilan pohon parijata itu, Kṛiṣhna kembali bersama dengan Ratu Satyabhāmā kembali ke Dvārakā, di mana Dia menanam pohon parijata itu di sebuah taman yang berdekatan dengan istana Satyabhāmā.

Di Bali, cerita ini diaplikasikan berupa karang Boma yang sering kita jumpai pada ornamen candi kurung jeroan pura. Seperti saya ketika disodorkan pertanyaan oleh anak sulung saya tadi, mungkin orang awam juga bertanya, apakah makna yang tersirat pada ornamen ukiran itu? Untuk mengetahui hal itu, saya kembali merujuk kitab Bhagavata Purana.

“Setelah mendapat doa-doa pujian dari Dewi Pertiwi, lalu Sri Krishna menganugerahkan rasa tiadanya bahaya. Atau abhaya.

Hal ini menandakan, bahwa tempat dimana kepala Boma atau Narakasura diletakan, tempat itu menjadi terbebas dari bahaya. Itulah anugerah Sri krishna kepada anak dan keturunan narakasura yang sebelumnya merasa ketakutan melihat peristiwa pemenggalan kepala orang tuanya.

Ini dijelaskan dalam skanda 10.59.31 dari Bhagavata Purana.

śrī-śuka uvāca

iti bhūmy-arthito vāgbhir

 bhagavān bhakti-namrayā

dattvābhayaṁ bhauma-gṛham

 prāviśat sakalarddhimat

śrī-śukaḥ uvāca -Śukadeva Gosvāmī berkata; iti -ini; bhūmi -dengan dewi Bhūmi; arthitaḥ- berlaku untuk; vāgbhiḥ– dalam kata-kata; bhagavān – Tuhan Tertingg/Krishna; bhakti – dengan pengabdian; namrayā – rendah; dattvā -diberikan; abhayam -tanpa bahaya; bhauma-gṛham- kediaman Bhaumāsura; prāviśat -Dia masuk; sakala– semuanya; ṛddhi– dengan kemewahan; mat -dikaruniai

Terjemahannya:

Śukadeva Gosvāmī berkata: Demikianlah dimohon oleh Dewi Bhūmi dengan kata-kata-kata penuh bhakti dan rendah hati, Sri Krishna menganugerahkan abhaya atau suatu pembebasan dari segala mara bahaya kepada cucunya (anak bhaumasura) dan kemudian Krishna memasuki istana Bhaumāsura, yang dipenuhi dengan segala macam kekayaan.

***

Demikianlah, aku mendapatkan jawaban atas rasa penasaran anakku. Bukan saja aku telah terbebas dari hutang jawaban, namun aku sendiri mendapatkan suatu pengertian yang baru. Kelak jika aku masuk ke pura, dan melewati candi kurungnya, aku akan berjalan penuh keyakinan, karena aku telah dilindungi dari segala mara bahaya oleh simbol Karang Boma itu. (T)

Tags: ceritaPariwisataPuraSeni RupaSeni Ukir
Made Gunawan

Made Gunawan

Orang Negaroa, Jembrana Bali, aktivis jurnalisme warga yang menulis di berbagai media. Bisa ditemui di akun facebook bernama Gunawan Golokadas

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Sketsa Nyoman Wirata
Puisi

Puisi-puisi Alit S Rini | Aku dan Pertiwi, Percakapan di Depan Api

by Alit S Rini
January 23, 2021
Esai

Hargai Kehidupan dan Kematian Tak Meminta Perhatian

Kita takkan pernah tahu, kapan dan di mana hembusan nafas kita berakhir. Segalanya misteri abadi yang senantiasa disegani. Bahkan jika ...

October 5, 2020
https://twitter.com/bogbogcartoon
Esai

Masihkah Bali sebagai Pulau Kartun?

Saat toko buku Togamas masih berada di kawasan go skate sebelah barat Tunjungan Plaza Surabaya, kunjungan rutin menjadi agenda ajeg ...

July 21, 2019
Ilustrasi diolah dari gambar curian di akun facebook De Punk Gen
Esai

Catatan Harian Sugi Lanus# Menimbang Bahasa Bali Sebagai MKDU di Perguruan Tinggi

PERNAH mendengar cerita bagaimana orang asing (yang dapat beasiswa dari negara-negara lain) yang mengenyam pendidikan di Amerika, harus ikut mata ...

February 8, 2018
Festival Makan Duren digelar di Tajun, Buleleng
Acara

400 Buah Durian Siap, Festival Makan Duren Siap, ke Tajun Siap Graaak…

AYO siap-siap ke Desa Tajun, Kubutambahan, Buleleng. Sekitar 400 buah durian sudah siap dibelah, dicicip, dimakan, dalam Festival Makan Duren, ...

March 1, 2018
Foto-foto: Istimewa
Esai

Zaman Patung Bali Membaca Lontar – Catatan Harian Sugi Lanus

Ada jaman dimana patung Bali membaca lontar. Ya banyak. Tersebar di berbagai belahan dunia. Begitulalah yang tertangkap seniman patung di ...

December 17, 2019

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Wayan Eka Artana Putra, pengelola kedai kopi mini di Pecatu, Badung
Khas

Pandemi, Bule jadi “Tamu Lokal”, Ngebon pun Biasa | Cerita dari Sebuah Kedai Kopi

by Nyoman Nadiana
January 26, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Pemandangan di Desa Kedisan Kintamani Bangli
Esai

“Okék nyen!” | Mengenal Sekilas Dialek dan Bahasa Desa Kedisan

by IG Mardi Yasa
January 26, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (150) Dongeng (10) Esai (1361) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (311) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (97) Ulasan (329)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In