- Judul buku: Tunduk Kepada Allah; Fungsi dan Peran Agama dalam Kehidupan Manusia
- Penulis: Dr. Alfatun Muchtar
- Penerbit: Khazanah Baru
- Tahun terbit: Cetakan I, Januari 2001
- ISBN: 979-832-56-1
NYATANYA, kebutuhan dasar manusia tidak melulu berkutat pada sandang, pangan, dan papan. Satu hal lagi yang menjadi kebutuhan bahkan bersifat mutlak pada diri manusia adalah agama. Potensi untuk menyembah dan menghambakan diri, atau paling tidak mengagungkan sesuatu sudah ada sejak manusia pertama lahir. Baik itu manusia yang beragama atau yang tidak mengakui satu pun agama yang dianut, sikap pengagungan tetap menjadi sifat dasar pada diri manusia. Tidak perlu jauh-jauh menyebut Tuhan, bahkan kesenangan dan kepuasan duniawi, ego, pula idealisme sering diagung-agungkan, dilayani untuk menghasilkan kepuasan dan kesenangan. Pada ranah itu, manusia nyatanya sudah melakukan penghambaan (untuk tidak mengatakan “beragama”) pada sesuatu.
Dalam Islam, manusia memang diciptakan untuk menyembah (beragama). Penyebutan manusia sebagai makhluk yang menyembah dalam al-Quran tidak dibarengi dengan objek penyembahan semisal Tuhan, patung, berhala, dan semacamnya. Hal ini selaras dengan amanat teologis Islam yang menyatakan bahwa tidak ada pemaksaaan dalam beragama yang diungkapkan dengan kata masdar (kata benda abstrak) “la ikraha fi al-din” yang dalam hemat saya menyiratkan makna bahwa segala bentuk pemaksaan dalam hal tersebut tidaklah dibenarkan. Namun dengan begitu, makna tersirat tentang kebebasan memilih keyakinan pada diri manusia tentunya adalah kebebasan yang dilandaskan atas konsekuensi dan tanggung jawab.
Hasrat manusia untuk beragama ini sudah ada sejak zama dahulu. Terbukti dengan adanya temuan-temuan patung dan sejumlah berhala yang digunakan manusia sebagai simbol penyembahan dan penghambaan. Bahkan tradisi-tradisi semacam tumbal dan sesajen sampai sekarang pun masih banyak ditemui di kalangan masyarakat. Hal itulah yang menjadi bukti kuat dalam pembenaran ungkapan filosofis bahwa manusia adalah makhluk yang menyembah atau beragama. Ungkapan yang hampir menyerupai quote-quote para filsuf yang di antaranya ada yang menyatakan manusia sebagai makhluk berpikir (Descrates), manusia sebagai makhluk yang bekerja (Karl Marx), dan berbagai ungkapan filosof lainnya.
Seiring dengan berkembangnya peradaban, kemudian banyak muncul berbagai macam agama yang dianut oleh manusia dengan beragam model, konsep, dan sistem yang berbeda-beda. Agama secara umum diformulasikan sebagai ajaran, aturan, dan jalan hidup. Dalam bukunya ini, Dr. Alfatun Muchtar menghadirkan banyak pendapat dari beberapa tokoh. Kesemua pandangan pada intinya menyatakan bahwa agama adalah aturan ilahi yang ditujukan pada orang-orang yang berakal sehat dengan segenap kehendak dan selera masing-masing untuk menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.
Setidaknya ada beberapa inti pokok yang terdapat dalam agama. Pertama, bahwa agama terdiri dari aturan-aturan. Kedua, bahwa agama berlaku bagi orang yang berakal sehat, oleh sebab itu dikenal sebuah ungkapan “tidak ada agama bagi yang tidak berakal”. Kemudian yang ketiga, dalam agama secara umum; untuk tidak terkesan berpihak pada salah satu agama, manusia diberi keluasan untuk memilih model dan macam agama mana yang akan mereka pilih. Dan yang terakhir merupakan tujuan dari agama itu sendiri, yaitu semata untuk kebahagiaan manusia di dunia atau pun di akhirat.
Hal-hal semacam akhirat, Tuhan, juga segala perkara ghaib sangat sarat dalam ajaran agama, bahkan semua agama pastilah terdapat askpek keghaiban. Entah itu, malaikat, setan, dan lainnya. Karena inilah kemudian sejumlah ajaran dalam agama lebih bersifat dogmatis.
Perihal potensi manusia untuk beragama, Alfatun menyatakan bahwa secara ideal seharusnya bumi dihuni oleh manusi-manusia yang beriman dan menganut agama (hal. xi). Akan tetapi karena kebingungan yang menjadi konsekuensi bawaan manusia sebagai makhluk yang berakal, kemudian manusia banyak memproyeksikan rupa Tuhan (objek yang disembah) dengan hal yang kiranya timbul dalam imajinasi mereka. Sehingga muncul banyak berhala seperti patung-patung yang berbentukkan hewan, arca, candi, dan lain-lain.
Tidak hanya secara aspek etimologis, dalam bukunya ini juga terdapat paparan panjang terkait arti agama secara makna bahasa. Diawali dengan berbagai penyebutan agama dalam sujumlah bahasa seperti din (Arab), religi (Belanda), dan religion (Eropa). Dalam bahasa Arab kata agama disebut dengan susunan huruf hijaiyah yang terdiri dari dal, ya’, dan nun. Lebih tepatnya din. Dan setiap kata arab yang bersusunkan huruf hijaiyah dal, ya’ dan nun seperti kata dayn (hutang) mengandung arti ketundukan dan ketaatan yang menunjukkan adanya dua pihak yang melakukan transaksi di mana kedudukan pihak utama memiliki tingkat lebih tinggi dari pihak yang kedua. Seperti hutang, agama (din) menunjukkan hubungan antara pencipta dan ciptaannya (hal. xii).
Lebih jauh lagi, Alfatun menitik beratkan pada kajian kebahasaan yang dalam hal ini adalah bahasa Arab yang kemudian banyak mengambil rujukan dari dalam al-Quran yang menjadi dasar utama dalam ajaran umat Islam. Mulai dari maksud dan macam kata-kata yang bergandengan dengan kata din dalam al-Quran seperti kata yaum, al-haqq, al-islam, dan perbedaan pernafsiran makna kata din dalam al-Quran berdasarkan sejarah historis turunnya ayat yang terbagi atas periode Makkah dan Madinah.
Belum lagi pemaparan masing-masing pendapat dari para mufassir dunia yang menjadikan buku tersebut terkesan sangatlah lengkap dalam pembahasan perihal ontologi agama. Dilanjutka pula dengan pembagian dan penggolongan sejumlah agama menjadi din al-haqq (agama yang benar) dan din al-bathil (agama yang salah) juga din samawi (agama langit) dan din ardli (agama bumi). Juga pembahasan terkait perbedaan arti antara din, millah, dan syariat.
Di pertengahan sampai akhir pembahasan buku, Alfatun menjelaskan berbagai macam fungsi agama dalam kehidupan manusia selain pemenuh kebutuhan rohani yang di antaranya sebagai motivasi, pedoman hidup, kontrol, penyeimbang, dan semacamnya. Juga diterangkan hubungan antar pemeluk din.
Terlepas dari semua pembahasan tersebut, orientasi pandangan seseorang perihal agama sangatlah bermacam-macam. Sebagian terkesan positif dan sebagian terang-terangan menolak eksistensi agama. Lantas timbullah semacam perpolitikan wacana yang melahirkan dan memetakkan manusia ke dalam kelompok-kelompok yang saling berseteru. Satu sisi, ada pendapaat yang mengkampanyekan agama sebagai pengatur dan kontrol atas kebebasan manusia.
Kemudian di sisi lain pandangan-pandangan sinis perihal agama menyatakan bahwa agama adalah sumber kejumudan dalam mandegnya perkembangan peradaban. Agama dikatakan sebagai candu dan pelampiasan absurd di tengah masyarakat ketika mereka mengalami kegagalan dan kesusahan. Dikatakan pula sistem dalam agama terkesan menimbulkan ketidakadilan dan kepincangan dalam strata kemanusian. Belum lagi reduksi dan marjinalisasi fungsi agama yang kemudian membengkok ke arah legitimasi instrumental bagi hasrat keserakahan manusia dan banyak hal lain yang perlu anda ketahui dalam buku ini. (T)