19 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Ulasan
Desi Nurani saat mementaskan lakon Mulut karya Putu Wijaya dalam Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya di Kampus Undiksha, Kamis 23 Maret 2017. /Foto: Mursal Buyung

Desi Nurani saat mementaskan lakon Mulut karya Putu Wijaya dalam Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya di Kampus Undiksha, Kamis 23 Maret 2017. /Foto: Mursal Buyung

“Hari Ibu”, “Mulut”, “Tua”: Tiga Perempuan Mematangkan Jiwa Keaktoran dalam Diri

A.A.N. Anggara Surya by A.A.N. Anggara Surya
February 2, 2018
in Ulasan
118
SHARES

DENGAN sangat percaya diri harus diakui Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya memberi sumbangan yang besar dalam membentuk aktor untuk menjadi lebih matang. Aktor muda meningkatkan kepercayaan dirinya untuk belajar, berproses, dan bereksperimen, agar pada pementasan berikutnya ia menjadi lebih jago mengusai tubuh sendiri sekaligus menguasai panggung, baik panggung pementasan maupun panggung kehidupan teater yang lebih luas.

Hal itu bisa dilihat pada hari kedua serangkaian pembukaan Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya yang berlangsung pada hari Kamis 23 Maret 2017 pukul 19.00 di ruang teater  Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Pendidikan Ganesha. Malam itu ditampilkan tiga pementasan dengan aktor/aktris yang semuanya perempuan. Ketiga-tiganya masih bisa disebut muda secara usia maupun pengalaman pentas.

Hari kedua Festival Monolog Putu Wijaya itu dimulai dengan orasi budaya oleh Hardiman Adiwinata. Setelah itu dilanjutkan dengan monolog “Hari Ibu” oleh Teater Kampus Seribu Jendela. Pementasan monolog kedua oleh Komunitas Mahima yang mementaskan “Mulut”. Pementasan terakhir oleh Teater Arik Sariadi yang memainkan naskah “Tua”.

Pembukaan diawali dengan orasi budaya oleh Hardiman Adiwinata tentang “Seni, Ambiguitas dan Manusia”. Secara garis besar, Hardiman mengatakan bahwa teoritikus dan kritikus yang membaca karya seni pada hari ini banyak mengabaikan ‘apa yang tampak,’ semacam persoalan bentuk, wacana, tubuh, teks.

Para teoritikus dan kritikus lebih tertarik kepada isi, muatan, atau konteks atau ‘apa yang disampaikan’. Pembacaan yang tenang dengan tata cahaya yang agak redup, Hardiman menyampaikan orasi selama sekitar 13 menit. Selama itu pula, penonton tetap duduk santai dan sesekali mengabadikan orator yang pada saat itu berada di pojok kiri ruang teater.

Hari Ibu

Dilanjutkan pementasan Teater Kampus Seribu Jendela dengan aktor Yusna Safitri dan disutradarai langsung oleh Hardiman Adiwinata. Pementasan dengan judul Hari Ibu itu dimulai dengan tembakan LCD ke arah kain putih yang menampilkan lukisan perempuan. Tentu saja, sebagian kecil sinar LCD menembus kain putih sehingga membuat langit-langit ruang teater ikut terkena cahaya, namun hal itu justru menambah keindahan artistik pementasan ini.

Yusna Safitri mementaskan lakon Hari Ibu karya Putu Wijaya dalam Festival Monolog Bali 100 Putu Wijaya di Kampus Undiksha, Kamis 23 Maret 2017. /Foto: Mursal Buyung

Suara nyanyian serta percikan air ditampilkan secara live di sisi kiri ruang teater. Lalu siluet aktor yang muncul di tengah-tengahnya. Impresi awal yang luar biasa. Yusna semacam memberi keteduhan satir seorang ibu. Tidak ada emosi yang meledak-ledak dan terkesan bermain tegang namun santai. Hal menarik dari pementasan ini adalah repetisi dari salah satu adegan yang cukup membuat penonton kebingungan.

Sehingga tepuk tangan penonton terjadi lebih dari tiga kali. Satu hal yang disayangkan adalah tehnik muncul aktor. Pada dasarnya, jika kostum dan make up sudah dikenakan maka disitulah aktor harus sudah menanggalkan identitas dirinya dan mulai mengenakan identitas panggung.

Sedangkan pada pementasan ini, aktor muncul seolah-olah belum berakting atau barangkali memang sengaja dibuat demikian. Selain hal itu, pementasan ini luar biasa.

Mulut

Berlanjut ke pementasan kedua oleh Komunitas Mahima dengan aktor Desi Nurani dan Sutradara Kadek Sonia Piscayanti. Pementasan berjudul Mulut ini lebih minimalis dan memfokuskan pada kekuatan aktor. Bisa dikatakan minimalis karena tata suara hampir tidak ada dan artistik di panggung hanya sebuah kursi, sebuah meja dan satu kotak kecil make up.

Desi Nurani bermain total saat mementaskan lakon Mulut karya Putu Wijaya. /Foto: Mursal Buyung

Panggung dibuat lebih sempit dengan tata cahaya yang hanya berfokus pada bagian kanan panggung. Memang, keaktoran Desi Nurani layak diacungi jempol. Mulai dari pengaturan tempo sampai stamina mampu dijaga dengan sangat baik dan yang terpenting, pesan dari naskah ‘Mulut’ sampai ke telinga penonton.

Terlepas dari sedikit adegan di mana Desi hampir terperosot akibat lantai yang agak licin dan kursi yang salah satunya kakinya patah akibat dihentakkan terlalu keras, pementasan ini tidak kalah menarik.

Tua

Pementasan terakhir, naskah ‘Tua’ oleh Teater Arik Sariadi yang dimainkan dan disutradarai oleh Arik Sariadi. Tidak jauh berbeda dengan pementasa sebelumnya, pementasan ini juga mengambil tempat yang sama dengan setting lampu yang lebih general. Tata suara pementasan ini hanya biola dan gitar yang dimainkan secara live di belakang layar.

Arik Sariadi memainkan lakon Tua karya Putu Wijaya. /Foto: Mursal Buyung

Memanfaatkan kursi patah yang digunakan saat pementasan tadi dan kain berwarna biru, Arik Sariadi memainkan naskah Tua dengan sangat ciamik. Permainan tempo Arik Sariadi sangat rapat sehingga hampir tidak ada jeda bagi penonton untuk sekedar menghembuskan nafas lega. Suasana agak mencekam dari awal sampai akhir ditambah tata suara yang demikian pas, membuat penonton tidak bisa memalingkan mata dari panggung.

Pada hari kedua ini, fokus pementasan memang lebih banyak ke aktor. Terlepas dari perbedaan naskah, ketiga aktor bisa dibilang bermain dengan porsi yang cukup. Tentu keaktoran untuk setiap naskah berbeda-beda. Sehingga agak tidak mungkin mengatakan pementasan A lebih baik dari pementasan B. begitu pula sebaliknya.

Sehingga barangkali apa yang paling penting dari sebuah pementasan bukanlah hari H saat pementasan. Melainkan proses menuju pementasan. Perlu diingat bahwa proses tidak akan menghianati hasil. Maka jalanilah proses dengan sungguh-sungguh. Salam budaya dan selamat menyaksikan monolog selama tahun 2017. (T)

Singaraja, 2017

Tags: baliFestival Monolog Bali 100 Putu WijayaMonologPutu Wijayaseni pertunjukanTeaterUndiksha
A.A.N. Anggara Surya

A.A.N. Anggara Surya

Pemain teater, menulis puisi dan cerpen. Tulisannya berupa ulasan pementasan teater sering dimuat di media massa. Kini sedang menempuh pendidikan di jurusan Bahasa Inggris, Undiksha, Singaraja.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Dua tim sedang berdebat dalam Lomba Debat Mabasa Bali di Taman Budaya Denpasar
Kilas

Debat Mabasa Bali: Keras, Tangkas, Kadang Lucu, Tapi Ini Bukan ILC

Ada satu perlombaan (wimbakara) yang bisa dikata langka dan menarik dalam serangkaian perayaan Bulan Bahasa Bali 2020 di Taman Budaya ...

February 25, 2020
Opini

Hati-hati Tombol “Share” di Medsosmu, Pikir Matang Dulu Sebelum Klik

HATI-HATI dengan tombol "share” atau “bagikan" di beranda profil medsosmu. Apa yang kamu bagikan mencerminkan pemikiran, argumen, bahkan sikapmu. Berbagi ...

February 2, 2018
Foto: Putik
Ulasan

Novel Yahya Umar: Istana Impian Para Kuli dari Madura

Judul Buku: Istana Para Kuli # Penulis: Yahya Umar # Penerbit: Salsabila – Pustaka Al-Kautsar Grup # Tebal: 229 halaman ...

February 2, 2018
Sukardi Rinakit (Staf Khusus Presiden RI bidang politik dan pers), bersama  Ari Dwipayana(Staf Khusus Presiden RI bidang politik dan pemerintahan),  berfoto bersama Sugi Lanus, Carma Citrawati, Suka Ardiayasa dan IB Ari Wijaya serta  I Gede GP Arsaputra
Kilas

Diskusi Lontar di Kantor Staf Khusus Presiden RI

Puluhan manuskrip lontar dibuka dan digelar di atas meja Kantor Staf Khusus Presiden Republik Indonesia. Kegiatan ini berlangsung Kamis 25 ...

April 30, 2019
Google
Opini

Generasi Micin, Di-bully atau Dikontrol?

  ISTILAH generasi micin kini populer. Sebutan ini sering digunakan orang ketika melihat ada orang yang perbuatannya tidak sesuai dengan ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jukut paku di rumah Pan Rista di Desa Manikyang, Selemadeg, Tabanan
Khas

Jukut Paku, Dari Tepi Sungai ke Pasar Kota | Kisah Tengkulak Budiman dari Manikyang

by Made Nurbawa
January 16, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Ilustrasi diambil dari Youtube/Satua Bali Channel
Esai

“Satua Bali”, Cerminan Kehidupan

by IG Mardi Yasa
January 18, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (65) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1350) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (2) Khas (308) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (327)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In