27 February 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Peristiwa
Vivi Lestari./ Foto FB/Jengki Sunarta

Vivi Lestari./ Foto FB/Jengki Sunarta

Puisi-puisi untuk Putu Vivi Lestari – Selamat Jalan, Penyair…

tatkala by tatkala
February 2, 2018
in Peristiwa
2.2k
SHARES

Pertengahan tahun 1990-an, Teater Angin SMAN 1 Denpasar sedang suntuk-suntuknya bergaul dengan teater dan puisi. Sejumlah siswa suntuk di teater, sejumlah siswa lain tergila-gila pada puisi.

Yang suka puisi biasanya mendekatkan pergaulan pada penyair-penyair dari Sanggar Minum Kopi, seperti Warih Wisatsana, Wayan Jengki Sunarta, Oka Rusmini, Tan Lioe Ie. Teater dan sastra saat itu memang sedang menjadi tuan rumah di Denpasar. Histeria sekaligus guyub.

Ada banyak siswa menunjukkan minat sangat besar pada puisi. Dalam hampir setiap kesempatan mereka akan bertanya tentang puisi, bagaimana menulisnya, bagaimana cara membangun rima, bagaimana membuat metafora, sampai cara mengirim karya ke media massa.

Penyair yang rajin meladeni siswa saat itu, salah satunya adalah Wayan Jengki Sunarta, selain juga ada Riki Dhamparan Putra. Ke mana pun Jengki dan Riki pergi untuk bikin acara sastra, bahkan hingga ke Desa Marga di Tabanan, sejumlah anak akan ikut.

Ada seorang siswa saat itu, yang sangat pendiam. Tak banyak bertanya. Tapi selalu ikut temannya untuk mengikuti para penyair-penyair dalam acara sastra. Siswa perempuan itu seolah hanya sebagai penggembira, hanya ikut-ikutan.
Namun beberapa tahun kemudian, siswa perempuan yang tak banyak bertanya itu membuat para penyair di Bali terkejut. Siswa itu menunjukkan sejumlah puisi, baik di media massa maupun yang ditunjukkannya sendiri. Puisi-puisi penuh tenaga dan kuat, terutama dalam mempertanyakan tentang diri dan kehidupan di sekitarnya.

Rupanya siswa perempuan yang pendiam itulah sesungguhnya menjadi pendengar dan penyerap paling baik dari segala petuah-petuah Jengki, Riki, dan teman-teman penyair lain. Setelah tamat SMA, siswa perempuan itu makin menunjukkan jati dirinya sebagai penyair. Puisi sempat dimuat di Jurnal Kalam dan saat itu sempat dipuji Goenawan Muhamad dalam acara sastra di Taman Budaya Denpasar yang diadakan Teater Utan Kayu (TUK).

Siswa pendiam itu adalah Putu Vivi Lestari yang kemudian dikenal sebagai salah satu penyair perempuan Bali yang kuat. Dia melesat mengikuti bakatnya. Sementara teman-teman sesama menjadi siswa SMA dulu, yang banyak bertanya tentang puisi, justru tak begitu kelihatan.

Dialah Vivi Lestari, yang sungguh mengejutkan sekaligus membuat sangat sedih, pada Sabtu, 8 April 2017 Pkl. 20.00 WITA, ia meninggalkan teman-temannya untuk selamanya, setelah menderita penyakit kanker darah.
Di laman facebook, penyair yang paling dekat dengan Vivi saat muda, Wayan Jengki Sunarta, mengabarkan kesedihannya dengan menulis puisi.

“Entah kebetulan atau bukan, sejak senja tadi aku gelisah dan merasa ada yang aneh, sebab hujan kelabu turun tiada henti, dan aku menulis puisi muram. Dan, ternyata aku dapat kabar duka, sahabat kami yang baik, penyair Putu Vivi Lestari telah pergi mendahului kami jam 8 malam tadi. Dia terkena kanker darah. Aku syok mendengar berita duka itu. Bahkan aku belum sempat menjenguknya. Bahkan buku puisiku “Montase” yang dipesannya belum pula sampai padanya. Duh, Vivi, begitu cepat kau pergi…,” demikian tulis Jengki.

Beberapa jam sebelum Vivi dikabarkan pergi, Jengki sebenarnya sudah menulis puisi muram yang kemudian ia anggap sebagai pertanda. Puisi itu kemudian didedikasikan untuk sahabatnya yang baik itu.

Hujan Kelabu
-untuk penyair Putu Vivi Lestari-

mengenangmu,
hujan kelabu
membasahi kalbu
dua kucing hitam
mendengkur
di atas kasur
serangga senja
bernyanyi lirih dan ragu
bunga-bunga kamboja
luruh di halaman rumah
langit bagai kerak kopi
hujan kelabu belum henti
aku pun tak usai
mengenangmu…
(WJS, Sabtu, 8 April 2017)

Penyair Pranita Dewi juga tak bisa menyembunyikan kesedihannya setelah mendengar kabar Vivi pergi menghadap Sang Kahlik. Ia menulis puisi untuk Vivi:

Vivi Lestari,
memang hujan
mengganti air
mata di pipiku
merembesi bumi
memengapkan hati
kehilanganmu
begitu mencengkam
maut begitu
mencengkeram.
selamat jalan…

Vivi adalah penyair bersahaja, namun banyak memiliki teman. Salah seorang penyair yang juga wartawan Made Sujaya juga menuliskan rasa sedihnya:

Terbenam dalam rasa kehilangan yang dalam. Selamat jalan, Vivi Lestari, kawan sepermainan di rahim puisi. Angin mungkin menyapu bayangmu, tapi puisimu tetap abadi, di hati kami

Sementara penyair Sinduputra menulis:

……bukan kematian yang kau takutkan..
Tapi air mataku mengalir deras…….

Vivi memang layak dikukuhkan sebagai penyair perempuan yang sudah memberi sumbangan kepada dunia sastra Indonesia dengan mewariskan puisi-puisi yang baik. Inilah dua puisi Vivi Lestari:

UPACARA AKHIR TAHUN

“Ke barat kekasihku”
Jalan makin hitam
merapat di sisi tahun
anak-anak gerimis
menari
pada layangan angin
Detik ini
biarkan lilin mengurai
tangis
di sela jemari bunga
hingga cahaya yang lahir
menuntunmu berteduh
pada bayangan sendiri
“Ke barat kekasihku”
Di sana laron melepas sayap
kunang-kunang berbagi cahaya
pada langit
pada bulan yang ragu
merangkai detik
Sementara daun-daun kenangan
meranggas
menuai badai
keluh kesah kabut
menyayat
doa harapan

CABO

Di bulan juni
Yang resah
Selalu kata-kataku
Sesat
Entah di rambutmu
Di ujung suaramu
Atau di liku tubuhku
Aku tahu
Sebuah legenda kaca
(kesetian yang tak selesai)
Telah usai
Kau bukan kaisar shahjahan
Di penjara masa tua
Yang tersalib
Dinding pualam
(oleh cinta ataukah sesak birahi)
Bukan pula Kalindi Kunj
Dimana mata air
Menyindir kesendirianku
:”janda yang haus
Tersesat di belantara
Tanpa rimba”.
Di bulan juni
Yang resah
senja gelisah
Sejarah memaku pintu dekapan sisi kubah
Kaca-kaca bergambar
Burung merak terlunta
Terlupa lorong
Kalyana Manta
Meski pilar-pilar menopang
Runtuhan sesaji
Para dewa
Barisan restu
Nenek moyang
Tetap saja
Aku tergagap
Warna merah
Di belahan rambut
Sebuah ikatan ataukah pengabdian
Tanpa batas?
Di bulan juni
Yang resah
Sejarah cemas
Bergegas
Menerka musim
:”Kenapa setia tak menunggu
Di ujung ranjang”.
Ada camar
Yang sesat
Saat langit
Mengirim
Senja yang lain
Di mataku
Antara angin masa lalu
Dan hari ini
Buih ombak
Mendesah lebih riuh
(mungkin suaramu
Atau nafasmu)
Di dadaku
antara renda bermotif bunga
dengan lapisan
busa halus
antara bercak
tanganmu
yang tertinggal 10 tahun
silam
ada camar
tersesat
saat mania Giorgio Armani
mengngirim wewangian
rempah
di leherku
atau Christian Dior
menyelipkan
dedaunan luruh
di kulitku
di pantai yang jauh
sebuah dosa indah
terselip
di lipatan bibirku
dan di ujung
rambutku
yang gemetar
kata-kata hilang makna
“puasaku batal
Hari ini”

Selamat Jalan, Penyair, bersama Tuhan teruslah menulis puisi-puisi yang baik…

Tags: in memoriamPenyairPuisi
tatkala

tatkala

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Ilustrasi Florence W. Williams dari buku aslinya  dan diolah oleh Juli Sastrawan
Cerpen

Si Ayam Betina Merah | Cerpen Florence W. Williams

by Juli Sastrawan
February 24, 2021
Ilustrasi Tatkala/ Jro Adit Alamsta
Esai

Pulau Cuntaka: Selingkuh, Gantung Diri, Buang Bayi…

Cinta, sebuah kata yang tiada jelas rupanya, tapi jadi jelas ketika ada yang berkhianat. Wujud rupanya: Cekcok mulut, adu jotos, ...

February 1, 2020
Esai

Anak Pak Lurah || Analisis Semantik

"Anak Pak Lurah" beberapa hari terakhir ini menjadi trending topik di media sosial. Hal ini disebabkan oleh pemberitaan Majalah Tempo tentang ...

December 27, 2020
Foto: Mursal Buyung
Opini

Mengurus Hidup, Merawat Mati, di Bali

MENYELENGGARAKAN ngaben megah menghabiskan banyak uang, diurus oleh beratus-ratus orang dengan uang ratusan juta rupiah, adalah salah satu contoh, betapa ...

February 2, 2018
Ilustrasi diambli dari Google
Esai

Media Sosial, Wadah Caring dan Sharing Bukan Bullying

Dewasa ini, keadaan media sosial sangatlah mendominasi setiap ruang dan waktu manusia. Sebagian besar orang saat ini menggunakan media sosial ...

November 26, 2019
Salah satu pementasan pada Festival Seni Bali Jani I/2019
Esai

FSBJ II Tahun 2020 : Seni Virtual, Candika Jiwa, dan Puitika Atma Kerthi

Virtualitas, Jiwa, dan Atma Temuan paling mengagumkan dunia manusia semenjak kemunculan makhluk pertama dari suku primata sekitar 70.000.000 tahun yang ...

October 31, 2020

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Jaja Sengait dari Desa Pedawa dan benda-benda yang dibuat dari pohon aren [Foto Made Saja]
Khas

“Jaja Sengait” dan Gula Pedawa | Dan Hal Lain yang Bertautan dengan Pohon Aren

by Made Saja
February 25, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
Dr. I. Made Pria Dharsana. SH. M.Hum
Opini

Hilangnya Peran Notaris Dalam Pendirian PT UMKM

by I Made Pria Dharsana
February 26, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (67) Cerpen (155) Dongeng (11) Esai (1413) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (10) Khas (340) Kiat (19) Kilas (196) Opini (478) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (9) Poetry (5) Puisi (101) Ulasan (336)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In