22 January 2021
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Register
No Result
View All Result
tatkala.co
tatkala.co
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result
Home Esai
Foto: google

Foto: google

Valentine dan Kenangan Cinta yang Tak Seperti Coklat

Agus Wiratama by Agus Wiratama
February 2, 2018
in Esai
17
SHARES

VALENTINE dan hari-hari biasa tentu saja tidak bisa disamakan. Valentine menjadi hari yang sangat spesial untuk para pasangan, terutama pasangan anak baru gede (ABG) yang ingusnya kadang masih melelh di hidung.

Pasangan-pasangan belia itu mungkin sejak jauh-jauh hari menanti Hari Valentine dengan rasa tak sabar dan berdebar-debar. Setiap baru bangun menengok kalender Februari dengan angka 14 yang sudah dilingkari spidol merah. Seakan-akan dengan ditengok berkali, tanggal yang dilingkari bisa datang lebih cepat.

Namun, ternyata belakangan, tidak hanya yang ingusan saja “buduh paling” saat Valentine. Hari istimewa itu ternyata mewabah juga di kalangan anak sudah gede (ASG), yakni mahasiswa. Tak percaya? Tengoklah ke kampus, tiba-tiba banyak  dari teman-teman saya yang mendadak menjadi pedagang buket bunga spesial Valentine. Yang dijuali, ya teman-teman sendiri. Jika masih sisa, ya pakai sendiri.

Meski sesungguhnya masih banyak yang belum saya ketahui tentang Valentine dan arti sesungguhnya dari Hari Kasih Sayang itu, saya termasuk mahasiswa yang ikut latah merayakannya. Alasannya, karena saya punya pacar.

Tahun-tahun sebelumnya saya pun merayakan dengan kejutan-kejuatan yang sudah saya rancang berhari-hari sebelum hari H tiba. Menurut saya selain takut mengecewakan pacar, hari itu patut dirayakan karena Valentine hanya tiba satu tahun sekali.

Jadi Valentine bisa disebut sebagai momen yang hampir langka. Kitalah yang membuatnya jadi langka, karena kita ingin ada hari yang istimewa.

Coba saja kita ikuti kata-kata orang bijak yang mengatakan “kasih sayang bisa dirayakan setiap hari”, maka valentine tidak akan ada artinya. Dan saya termasuk orang yang tidak mengikuti dan merenungi kata-kata bijak itu. Bukan berarti saya tak sayang pacar setiap hari, tapi karena saya memang ingin ada satu hari yang disepakati untuk jadi istimewa dari 360 hari kebersamaan setiap tahunnya.

Meskipun lumayan menguras tenaga, Valentine tak boleh lewat begitu saja. Jauh hari mulai berpikir perihal hadiah dan kejutan. Hal yang terpenting tetap saja adalah coklat. Di hari Valentine, coklat ibarat perangko untuk berkirim surat. Seakan terjadi kesepakatan diam-diam: “Bila tidak ada coklat, ya bukan Valentine lagi namanya”.

Padahal sesungguhnya saya tidak paham hubungan antara coklat dengan Valentine. Meskipun begitu benda manis itu selalu menjadi penentu sah tidaknya hari Valentine. Maka dari itu tahun-tahun sabelumnya saya adalah salah satu penggemar coklat musiman.

Euphoria Valentine saya rasakan ketika masuk ke minimarket-minimarket. Menjelang hari Valentine, biasanya banyak minimarket yang memasang atribut berwarna merah muda yang mungkin menandakan kasih sayang.

Begitu pula hadiah yang sudah disediakan dengan rapi dan cantik, lengkap dengan diskon yang tentu merayu saya untuk membelinya. Saya yang awalnya ingin melawan agar tidak membeli coklat menjadi luluh oleh atribut-atribut itu. Coklat, warna merah muda, dan hiasan itu seolah-olah memberi saya semacam wahyu yang mengharuskan saya memberi hadiah coklat untuk pacar, ketika itu.

Dan, euphoria serta keindahan hari kasih sayang itu hilang tahun ini. Alasannya, saya tak punya pacar lagi. Saya sadar kini, tak punya pacar artinya tak ada Valentine.

Tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Valentine sebelum-sebelumnya yang selalu membuat jidat saya mengkerut karena saya tidak ingin memberikan hadiah yang biasa-biasa saja kepada pacar. Harus ada polesan tangan sendiri. Dan kini, kerut jidat itu menjadi kerinduan tersendiri.

Dulu, sesekali bahkan saya bergumam dalam hati: “Seandainya tidak ada Valentine atau seandainya Valentine dilarang secara resmi di negeri ini, apakah saya akan sesibuk ini?”

Ternyata tak perlu melarang Valentine. Saat tak punya pacar, saat itulah Valentine terasa dihapus dari muka bumi.

Ketika saya tidak merayakan Valentine seperti dulu, saat itulah saya merenung. Saya berpikir keras bahwa kenangan Valentine memberi pelajaran tentang rasa manis yang kini terasa agak pahit. Valentine kali ini mengembalikan beberapa kenangan tentang keindahan hari Valentine pada tahun-tahun sebelumnya. Dikenang indah, tapi agak nyeri juga jika dirasakan.

Valentine yang kelam kini menjadi semacam olok-olok dari teman-teman. Mereka yang memiliki pasangan dari jauh-jauh hari sudah berpikir untuk memberikan apa pada pasangannya. Bahkan, ketika saya berkumpul dengan mereka, hal yang wajib mereka bahas menjelang hari Valentine adalah hadiah dan kejutan.

Hadiah yang menjadi favorit memang coklat, tetapi coklat itu sebagai perangko saja. Tentu saja ada hadiah utama yang juga telah mereka pikirkan dengan matang, mulai dari bendanya hingga teknis memberi hadiah itu seperti apa.Tentu hal yang sama saya lakukan pada tahun-tahun sebelumnya.

Tetapi, sekarang dalam suasana seperti itu saya hanya bisa terdiam di pojok, melihat gadget, sesekali bermain game, sesekali membuka media sosial. Di balik semua itu, ketika pembicaraan semacam itu berlangsung, saya hanya bisa mengenang Valentine yang sudah lewat.

Valentine mereka sangat berbeda dengan Valentine saya kali ini. Sebab beda tahun, beda pula rasa Valentine, tak seperti rasa coklat yang sesungguhnya tetap saja manis meski tak ada Valentine. (T)

Tags: cintagaya hidupHari Valentinekasihmahasiswa
Agus Wiratama

Agus Wiratama

Bernama lengkap I Wayan Agus Wiratama. Lahir di Pejeng Kangin Pengembungan, Gianyar. Kini kuliah di Undiksha jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Hobinya tak karuan, tapi kini mulai senang menulis, terutama menulis status di facebook

MEDIA SOSIAL

  • 3.4k Fans
  • 41 Followers
  • 1.5k Followers

ADVERTISEMENT

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Features
  • Fiction
  • Poetry
Essay

Towards Success: Re-evaluating the Ecological Development in Indonesia in the Era of Anthropocene

Indonesia has long been an active participant of the environmental policy formation and promotion. Ever since 1970, as Dr Emil...

by Etheldreda E.L.T Wongkar
January 18, 2021

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Digital Drawing ✍️:
Rayni N. Massardi
Puisi

Noorca M. Massardi | 7 Puisi Sapta dan 5 Puisi Panca

by Noorca M. Massardi
January 16, 2021
Opini

Laga Tunda Calon Kepala Daerah

Senyum saya seketika terbentuk sesaat setelah melihat dua barang yang berisi tanda gambar salah satu partai politik dan nama seseorang ...

April 29, 2020
Salah satu lukisan dalam pameran seni rupa di Undiksha Singaraja
Cerpen

Hari Kedua Puluh Sembilan di Bulan April

Cerpen: Ida Ayu Wayan Sugiantari [] Ini hari kedua puluh sembilan di Bulan April, jam di dinding menunjukkan pukul satu ...

March 8, 2020
Wayan Suja_The Exotic side of Paradise_120x120_Acrylic on Canvas_2020
Acara

Pameran “12” di Sika Gallery || Nafas Baru di Akhir Tahun

Sika Gallery mengakhiri tahun 2020 dengan nafas baru dengan menghadirkan sebuah pameran kolektif yang dijadikan sebagai landasan awal, baik untuk ...

December 12, 2020
Anak-anak muda dari Yehtengah Clean Community, Desa Kelusa, Gianyar
Khas

Desa Pakraman Yehtengah Patahkan Stigma Buruk Tentang Desa Penuh Sampah

Pulau Bali adalah pulau yang memiliki destinasi pariwisata terbaik di dunia.  Pariwisata di Bali kental dengan budaya,  adat istiadat dan ...

May 27, 2019
Lukisan Ni Kadek Heny Sayukti (crop)
Cerpen

Lelaki Teka-teki

  Cerpen: Yusna Safitri Kau lelaki penuh tanda tanya, penuh teka-teki, dan penuh dengan misteri yang ingin segera aku pecahkan. ...

February 2, 2018

PERISTIWA

  • All
  • Peristiwa
  • Kilas
  • Khas
  • Perjalanan
  • Persona
  • Acara
Foto : Dok. Pasemetonan Jegeg Bagus Tabanan
Acara

Lomba Tari Bali dan Lomba Busana | Festival Budaya XI Pasemetonan Jegeg Bagus Tabanan

by tatkala
January 20, 2021

ESAI

  • All
  • Esai
  • Opini
  • Kiat
  • Ulasan
ILustrasi tatkala.co / Nana Partha
Esai

KEMUNCULAN SERIRIT DALAM PETA BALI UTARA | Kilas Balik Kemunculan Desa-Desa Buleleng Barat

by Sugi Lanus
January 22, 2021

POPULER

Foto: koleksi penulis

Kisah “Semaya Pati” dari Payangan Gianyar: Cinta Setia hingga Maut Menjemput

February 2, 2018
Istimewa

Tradisi Eka Brata (Amati Lelungan) Akan Melindungi Bali dari Covid-19 – [Petunjuk Pustaka Lontar Warisan Majapahit]

March 26, 2020

tatkala.co mengembangkan jurnalisme warga dan jurnalisme sastra. Berbagi informasi, cerita dan pemikiran dengan sukacita.

KATEGORI

Acara (66) Cerpen (149) Dongeng (10) Esai (1354) Essay (7) Features (5) Fiction (3) Fiksi (2) Hard News (4) Khas (309) Kiat (19) Kilas (192) Opini (471) Peristiwa (83) Perjalanan (53) Persona (6) Poetry (5) Puisi (96) Ulasan (328)

MEDIA SOSIAL

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Peristiwa
    • Kilas
    • Khas
    • Perjalanan
    • Persona
    • Acara
  • Esai
    • Opini
    • Ulasan
    • Kiat
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Hard News
  • Penulis
  • Login
  • Sign Up

Copyright © 2018,BalikuCreative - Premium WordPress.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In