10 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Di Bali, Imlek juga Disebut Galungan Cina

Julio SaputrabyJulio Saputra
February 2, 2018
inEsai

Foto-foto: koleksi penulis

473
SHARES

TAHUN Baru Cina yang disebut Imlek adalah hari yang sangat penting dalam tradisi Cina dan sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat Tionghoa di belahan dunia mana pun, tak terkecuali di Indonesia. Tak terkecuali juga di Bali.

Di Bali, dulu, Imlek lumrah disebut Hari Raya Galungan Cina. Ini istimewa, karena dengan begitu, seakan-akan masyarakat Bali memiliki dua hari Galungan. Yakni Galungan Cina yang dirayakan warga keturunan Tionghoa pada saat Imlek, dan Hari Raya Galungan yang dirayakan umat Hindu pada setiap 210 hari sekali, tepatnya pada Rabu Kliwon Dungulan.

Warga Bali, apalagi yang memiliki pertalian keluarga dengan warga keturunan, seakan-akan ikut merayakannya, setidaknya ikut merasakan. Apalagi warga di desa-desa yang memiliki komunitas besar warga keturunan, seperti di daerah Baturiti, Tabanan, atau di wilayah Dusun Lampu dan sekitarnya di Kabupaten Bangli.

Apalagi warga Hindu ikut membantu warga keturunan melakukan berbagai persiapan menyambut hari raya, dan di sisi lain pada setiap Galungan Cina, warga keturunan juga akan ngejot atau membagi-bagikan makanan, seperti kue, sayur dan masakan khas Tionghoa, kepada tetangga atau keluarga mereka yang warga Hindu.

“Kapan Galungan Cina?” Pertanyaan semacam itu kerap terdengar di antara warga di desa.

Warga Hindu di Bali bahkan kerap menghubungkan Galungan Cina dengan cuaca ekstrem, semacam angin ribut dan hujan deras. Karena hampir pada setiap perayaan Galungan Cina, angin memang berhembus sangat deras.

“Ini sudah dekat Galungan Cina ya, kok anginnya deras sekali?” begitu kadang-kadang warga Bali berucap.

Padahal, tentu saja angin akan berhembus deras, karena Galungan Cina jatuhnya kerap bertepatan dengan masuknya sasih kaulu (bulan kedelapan berdasarkan kalender Bali) yang mana pada bulan itu cuaca memang sering berlaku ekskrem: angin dan hujan deras.

Galungan Cina dan Orde Baru

Sebutan Galungan Cina mungkin hanya sekadar sebutan saja (tanpa ada maksud apa-apa) bagi orang Bali atau warga keturunan di Bali. Sebutan Galungan Cina mungkin terasa lebih akrab, lebih dekat, dan lebih bersaudara, daripada kata Imlek yang memang asing di telinga warga Bali.

Apalagi, pada zaman Orde Baru, pemerintah melarang perayaan Tahun Baru Imlek di depan umum. Pelarangan itu termaktub dalam Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967, di mana rezim Orde Baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto melarang segala hal yang berbau Tionghoa, di antaranya Imlek.

Dengan pelarangan itu diperkirakan kata Imlek takut diucapkan, setidaknya sejak tahun 1968 hingga tahun1999. Warga keturunan Tionghoa tak berani melakukan perayaan secara terang-terangan. Maka, kata Imlek menjadi semakin asing. Namun warga keturunan Tionghoa di Bali tetap merayakannya dengan sebutan Galungan Cina. Bahkan perayaan dilakukan di depan umum, namun “umum” yang dimaksud adalah warga desa dan tetangga-tetangga mereka yang Hindu, yang juga “merasa” ikut merayakannya.

Sebutan Galungan Cina perlahan kemudian meredup. Ini terjadi terutama ketika masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia kembali mendapatkan kebebasan merayakan Tahun Baru Imlek pada tahun 2000 ketika Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mencabut Inpres Nomor 14/1967. Tidak sampai di situ, Gus Dur kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 19/2001 tertanggal 9 April 2001 yang meresmikan Imlek sebagai hari libur fakultatif, artinya hari libur yang hanya berlaku bagi mereka yang merayakannya.

Pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, tahun 2002, perayaan Imlek benar-benar mendapatkan kebebasan secara sempuran. Ini ditandai dengan penetapan libur nasional pada saat perayaan Imlek. Libur nasional itu berlaku mulai tahun 2003.
Sejak saat itu, perayaan Imlek dilakukan secara terang-terangan dan terbuka. Kata Imlek menjadi sangat akrab di telinga dan sangat pasih diucapkan warga Indonesia lainnya, termasuk warga Hindu di Bali. Sehingga, lambat-laun sebutan Galungan Cina menjadi terlupakan, dan mereka lebih banyak menyebutkan Imlek.

***

NAH, dulu, kenapa Imlek disebut Galungan Cina di Bali? Ketika pertanyaan itu diajukan kepada warga di Bali, mereka akan menjawab dengan polos. Jawaban mereka antara lain karena pernik-pernik untuk merayakan Galungan juga ada dalam perayaan Imlek. Sehingga perayaan itu dianggap mirip.

Penjor

Penjor tak asing bagi masyarakat Bali. Bisa dikatakan penjor merupakan salah satu kesamaan yang dimiliki saat hari raya Galungan dan Imlek.

Pada saat Galungan, warga Hindu memasang penjor. Penjor merupakan tiang bambu tinggi yang dihiasi dengan janur, hasil bumi dan kain berwarna putih dan kuning. Penjor disebut sebagai simbol dari gunung, dan hasil bumi yang menghiasinya berarti kemakmuran.

Saat Imlek, warga keturunan juga memasang penjor. Bedanya, penjor tak dibuat dari bamboo, melainkan dari tebu. Tebu itu dihias dengan janur dan bunga gemitir. Makna dari tebu tersebut merupakan penanda keberuntungan.

Penjor tebu yang dihias sedemikian rupa dapat dijumpai di pintu masuk pekarangan rumah masyarakat keturunan Tionghoa ketika menyambut Imlek. Bukan hanya pintu rumah saja yang dihiasi dengan penjor tebu, tetapi juga kerap ditemukan di lobi hotel, pusat perbelanjaan, restoran, dan tentu saja di klenteng atau wihara. Hal ini menunjukan bahwa adanya toleransi kehidupan beragama yang berdampingan satu sama lain.

Nglawang

Sekitar hari Galungan dan Kuningan, warga Hindu di Bali melakukan tradisi ngelawang. Nglawang merupakan tradisi menarikan barong yang mengambil bentuk menyerupai babi berwarna gelap yang disebut sebagai Barong Bankung. Tradisi ini dilakukan oleh anak-anak, remaja sampai orang dewasa dengan berjalan kaki dari rumah ke rumah serta diiringi oleh seperangkat gong sederhana.

Sama seperti tarian barong lainnya, Barong Bangkung juga dimainkan oleh dua orang penari, satu di depan dan satu di belakang. Katanya, Barong Bangkung ini untuk menangkal pengaruh jahat. Biasanya masyarakat juga akan memberikan upah berupa uang kepada penari barong tersebut.

Hal yang sama dapat dijumpai menjelang Imlek. Masyarakat keturunan Tionghoa juga melakukan tradisi ngelawang. Namun berbeda dengan ngelawang yang dilakukan umat Hindu di Bali. Ngelawang versi Tionghoa ini dilakukan dengan pertunjukan Barongsai dan Naga. Sama seperti Barong Bangkung, pertunjukan Barongsai dan naga juga diiringi dengan seperangkat gong sederhana. Makna yang dimiliki pada intinya juga masih sama, yaitu menangkal pengaruh jahat, dan satu lagi hal yang sama, masyarakat Tionghoa biasanya memberikan Hongbao (dibaca: hongpao) atau yang lebih dikenal dengan angpao kepada penari Barongsai. Tentu saja angpao berisikan uang.

Pernak-Pernik

Masyarakat Hindu dan Tinghoa di Bali sama-sama memasang pernak-pernik untuk hari raya mereka. Perayaan Hari raya Galungan dan Kuningan di Bali biasanya juga ditandai dengan pemasangan sarana dan pernak-pernik hari raya, seperti tamiang, endongan, ter dan sampian gantung, yang merupakan jejahitan dari janur yang dibuat menyerupai bentuk tertentu dan juga bisa divariasikan.

Tamiang dibuat menyerupai bentuk tameng. Endongan dibuat menyerupai tas untuk tempat perbekalan. Ter dibuat menyerupai bentuk panah. Sampian dibuat seperti bentuk wajah atau kipas. Makna dari keempat jejahitan tersebut saling berhubungan satu sama lain dan berkaitan dengan alat-alat peperangan, serta menjadi symbol kemenangan dharma melawan adharma. Pada saat hari raya Galungan-Kuningan, jejahitan tersebut dipasang di pojok-pojok rumah dan bangunan-bangunan suci, seperti pelinggih.

Pada saat Imlek, masyarakat Tionghoa juga memasang pernak-pernik sebagai simbol penanda tahun baru. Berbagai pernak-pernik menghiasi rumah-rumah masyarakat Tionghoa. Pernak-pernik tersebut biasanya berupa tulisan-tulisan ucapan selamat berbahasa mandarin yang dibuat dengan warna emas atau hitam dengan warna merah sebagai dasarnya.

Ada juga gambar ikan yang merupakan simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa, gambar Dewa Rezeki yang tentu saja tugasnya adalah membagikan rezeki, lampion dan lentera merah yang memiliki arti kebersamaan dan ada gambar shio tertentu yang menjadi penanda tahun yang baru.

Lain-lain

Hari Raya Galungan-Kuningan masih memiliki beberapa kesamaan lain dengan Imlek. Pada saat hari raya Galungan-Kuningan dan Imlek, masyarakat Hindu dan Tionghoa sama-sama menghaturkan hasil bumi kepada Tuhan atau Dewa mereka masing-masing. Hasil bumi tersebut dapat berupa buah-buahan, bedanya mungkin dari jenis buah yang dihaturkan.

Masyarakat Tionghoa biasanya menghaturkan bunga dan buah-buahan yang masih berhubungan dengan mereka sendiri, seperti jeruk mandarin atau apel mandarin. Selain itu, pada saat hari raya Galungan-Kuningan dan Imlek, masyarakat Hindu dan Tionghoa sama-sama menggunakan dupa dan air suci dalam persembahyangan.

Kesamaan lainnya dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat Hindu dan Tionghoa menjelang hari raya. Biasanya mareka akan pulang ke kampung halaman mereka masing-masing dan berkumpul bersama keluraga besar. Masyarakat Hindu akan bersama-sama melakukan persembahyangan mereka, begitu pula masyarakat Tionghoa, dan biasanya mereka akan menikmati sesajen atau hasil bumi yang dihaturkan bersama-sama saat persembahyangan usai. (T)

Baca juga: Ditunggu Karena Makna, Isi Angpao itu Bonus – Cerita Engkong Tentang Imlek

Tags: Cinahari raya galunganImlekTionghoa
Previous Post

Siwaratri: Puncak Kesadaran “Pemburu Pengetahuan” terhadap Intisari Pengetahuan

Next Post

Ditunggu Karena Makna, Isi Angpao itu Bonus | Cerita Engkong Tentang Imlek

Julio Saputra

Julio Saputra

Alumni Mahasiswa jurusan Bahasa Inggris Undiksha, Singaraja. Punya kesukaan menulis status galau di media sosial. Pemain teater yang aktif bergaul di Komunitas Mahima

Next Post

Ditunggu Karena Makna, Isi Angpao itu Bonus | Cerita Engkong Tentang Imlek

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

“Pseudotourism”: Pepesan Kosong dalam Pariwisata

by Chusmeru
May 10, 2025
0
Efek “Frugal Living” dalam Pariwisata

KEBIJAKAN libur panjang (long weekend) yang diterapkan pemerintah selalu diprediksi dapat menggairahkan industri pariwisata Tanah Air. Hari-hari besar keagamaan dan...

Read more

Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

by Arix Wahyudhi Jana Putra
May 9, 2025
0
Mendaki Bukit Tapak, Menemukan Makam Wali Pitu di Puncak

GERIMIS pagi itu menyambut kami. Dari Kampus Undiksha Singaraja sebagai titik kumpul, saya dan sahabat saya, Prayoga, berangkat dengan semangat...

Read more

Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

by Pitrus Puspito
May 9, 2025
0
Kreativitas dan Imajinasi: Dua Modal Utama Seorang Seniman

DALAM sebuah seminar yang diadakan Komunitas Salihara (2013) yang bertema “Seni Sebagai Peristiwa” memberi saya pemahaman mengenai dunia seni secara...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman
Khas

Mengenang Perupa I Gusti Made Peredi dan Karya-karyanya yang Membingkai Zaman

TAK salah jika Pemerintah Kota Denpasar dan Pemerintah Provinsi Bali menganugerahkan penghargaan kepada Almarhum I Gusti Made Peredi, salah satu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [14]: Ayam Kampus Bersimbah Darah

May 8, 2025
Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

Perempuan di Mata Mak Kaeh | Cerpen Khairul A. El Maliky

May 4, 2025
Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

Puisi-puisi Gimien Artekjursi | Tentang Harimau Jawa

May 4, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co