11 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Bagi Seniman Muda, Mana Pertanyaan Bikin Galau, “Dija Megae” atau “Apa Gae”?

Wayan SumahardikabyWayan Sumahardika
March 19, 2019
inEsai

Ilustrasi: Dek Omo

126
SHARES

Setiap bertemu orang yang bertanya, “Sudah kerja? Kerja di mana sekarang?” Saya kesal. Selalu kesal. Bukan lantaran karena tak punya pekerjaan. Namun betapa bingung mesti dengan apa menanggapi pertanyaan ini.

Bagaimana sebaiknya memberikan jawaban yang pas pada si mpunya tanya. Jika kita pemain teater misalnya, bisakah menjawab dari panggung ke panggung? Tentu. Sah-sah saja sebenarnya memberikan jawaban.

Namun harus hati-hati juga. Sebab jawaban yang terlontar bisa jadi nyeleneh kedengaran apalagi buat mereka yang berjarak dengan dunia panggung. Nanti dikiranya kita terlalu mendramatisir pekerjaan, terlalu sok teater, sampai-sampai istilah perteateran pun dibawa kemana-mana.

Jika menjawab dengan nama panggung, juga kurang sreg rasanya. Di sini hampir-hampir tak ada yang bisa disebut panggung teater. Jikapun ada, paling cuma panggung-panggungan yang lebih banyak dijadikan tempat mabuk dan gaya-gayaan ketimbang pementasan itu sendiri. Tak ada tempat yang benar-benar bisa dijadikan identitas. Sebuah brand layaknya Broadway di Amerika yang ketika mendengar namanya saja sudah membuat orang-orang takjub.

Boleh dikata, inilah pertanyaan paling sulit bin ajaib bagi mereka yang bekerja tanpa tempat kerja yang jelas. Senasib dengan pengangguran, namun jauh lebih sibuk dibandingkan kapal pesiar yang (katanya) hanya tidur 2 jam dalam sehari. Seakan waktu 24 jam begitu sempit.

Banyak kegiatan yang mesti dilakukan. Berteater misalnya, selalu (sok) sibuk dengan urusan diskusi, jadi juri, bedah buku, nonton pementasan, latihan, buat setting, dan menggali dana. Itupun tak dihitung dengan waktu makan, ngopi, dan tidur yang sehat, sebab mana bisa berteater kalau tubuh tidak sehat, bukan?

Plus jangan lupa dengan saat tebar pesona pada anak-anak SMA yang baru ikut bergabung. Menceramahi mereka, mengajarkan betapa teater begitu menghidupkan kita sebagai manusia, walaupun kenyataannya tanpa teaterpun sebenarnya hidup tetap aman-aman saja, kok. Kita masih bisa makan lalapan, minum cola, berceloteh di angkringan, bahkan lebih punya banyak waktu buat care sama pacar.

Keadaan ini begitu terbalik dengan kawan-kawan di kantor, sekolah, hotel, rumah sakit, bank, dan sebagainya. Bagai langit dengan bumi, bagai otak dengan pantat. Masih mending seorang miskin yang tak punya tempat tinggal. Setidaknya kan ada saja yang mengasihani mereka karena keterbatasannya. Sedangkan teater, penyair, film, komposer, serta pekerjaan yang (lagi-lagi) tak punya tempat kerja lainnya?

Oh, saudara-saudara. Jangan salah kaprah. Ini bukanlah pekerjaan bagi orang-orang dengan kemampuan sembarang dan terbatas. Ini adalah pekerjaan yang mengharuskan kita melewati batas ruang, waktu, dan keadaan apapun. Tak ada yang mampu membatasinya. Bahkan Tuhan, pun tak bisa! Tak ada yang bisa. Kecuali orang tua kita yang kelak bertanya, dija cai lakar megae nyanan?

Betapa ironis memang. Namun apa boleh dikata. Inilah Bali yang sehari-hari tak pernah hirau soal pekerjaan. Masih teringat jelas bayangan kanak saat kumpi, pekak, iwa menyeruput kopi pagi hari sembari menikmati jaja lungsuran odalan malam kemarin. Begitu damai. Begitu santainya.

Tegalan dan carik hanyalah sepetak taman hias pengisi waktu senggang. Sedang sisa waktu lain dihabiskan dengan meyadnya dan menyama braya. Tak khayal begitu banyak pertanyaan semacam kija to? bertebaran setiap berpapasan dengan masyarakat sehari-hari. Penanda tempat dalam hal ini menjadi pemahbah untuk menjelaskan keberadaan seseorang, bahkan sudah jadi keterangan ganti penanda kerja.

Saat lawan bicara mengatakan ka carik, konteks pekerjaan pasti tertuju pada bertani, begitu seterusnya. Sampai kini, tempat kerja menjadi semacam prestise terhadap tingkat status sosial masyarakatnya.

Jika boleh jujur, pekerjaan tanpa punya tempat kerja pun sebenarnya tak kalah berprestisenya. Malahan membuat kita kaya segalanya. Kaya waktu, kaya tenaga, kaya pikiran, kaya hati, kaya akal dan kaya-kaya lainnya.

Bayangkan saja, bagaimana bisa membuat pementasan kalau tak punya banyak waktu, tenaga, pikiran, dan hati sementara kul-kul desa sudah sedari tadi memanggil buat ngayah di pura, istri minta dikeloni, si sulung minta bayar uang sekolah, si bungsu minta susu, ayah ibu yang sudah sakit-sakitan minta diurus, tagihan listrik, pulsa, air berdatangan, belum lagi mengurusi sanak saudara yang berebut tanah warisan, ditambah orang-orang yang datang mencekoki kita dengan nasihat, Kel kene gen gaen cai nganti tua? Apa kel baang cai panake nyanan? Puisi? Naskah drama?

Alamaaakk… Bagaimana bisa dapat inspirasi coba? Boro-boro inspirasi, mahasiswa saja ada yang gantung diri hanya karena skripsi. Sedang kita? Tetap terlihat bahagia dengan segala kekayaan yang kita punya. Saking bahagia karena kayanya, sampai-sampai dianggap orang gila yang seolah tak pernah mengurusi dan memikirkan apapun.

Padahal nyatanya, inilah pekerjaan paling sibuk, paling intelek dengan tingkat kecerdasan Einstein dan emosi Budha Rulai tentang eksistensialisme manusia terhadap Tuhan dan segala kehidupannya dalam dunia yang serba absurd nan fana (boooeeeeee). Lalu kurang luar biasa apalagi pekerjaan ini?

Kalau ditanya soal materi, cobalah pikir, mana bisa membuat pementasan teater yang notabene menghabiskan dana paling sedikit 20 juta? Lihat juga produksi gong kebyar saat PKB yang pengeluaran per-kabupatennya bisa sampai 400 ratus juta! Belum lagi acara-acara adat yang digelar hampir setiap saat.

Hanya orang kaya dengan mentalitas Tong Sam Cong yang mampu memanajemen pemasukan begitu banyaknya, menjadikan kosong adalah berisi, berisi adalah kosong. Tak percaya? Bolehlah tanya pada sanggar-sanggar di Bali dari A sampai Z. Tak usah diragukan. Mereka sudah biasa bolak-balik luar negeri untuk acara pentas.

Bisa bandingkan dengan ormas-ormas di media masa yang saling gontok-gontokan memperebutkan lahan. Terang sajalah. Sebagaimana sedalam-dalam sajak Sutardji yang takan mampu menampung air mata bangsa, Pulau Bali yang cuma seuprit jelas tak mungkin mampu menyediakan tempat kerja bagi penduduk yang jumlahnya kian bertambah dari tahun ke tahun.

Daripada berkoar mengusir pendatang, menjadikan kita masyarakat yang rasis, mending kita setujui saja Reklamasi Telok Benoa. Bila perlu, langsung saja satukan sampai Sulawesi, Kalimantan, Papua. Lumayan kan, hitung-hitung mengembangkan destinasi pariwisata sekaligus menambah lapangan kerja orang Bali sebagai tukang parkir, cleaning service, dan office boy.

Sungguh bukan maksud saya membandingkan pekerjaan. Perkara ini bukanlah tentang apa dan dimana kita bekerja. Melainkan bagaimana mesti berjuang dan percaya dengan pekerjaan yang ditekuni. Meluapnya kebutuhan manusia telah melahirkan berjibun jenis pekerjaan. Dengan bermacam tawaran dan kompleksitasnya, ruang, waktu, dan keadaan suatu jenis pekerjaan seolah mengalami distorsi yang tak mampu lagi menunjukan tingkatan status sosial seseorang.

Pun sebenarnya tak cukup diwakilkan hanya dengan pertanyaan, dija megae jani. Namun sungguh terlalu, saat semesta menyodorkan banyak hal yang semestinya bisa dikerjakan, tetap saja ada nyama Bali yang semasa muda jadi pelukis, kini bekerja di hotel atau pesiar.

Pula anak-anak yang dilarang orang tuanya saat ingin kuliah kerawitan hanya karena alasan, dija cai lakar megae nyanan? Jika ada orang Bali yang masih berpikir demikian, perlu kiranya sesekali diajak piknik ke jaba pura, mendengarkan banyolan para rare yang sibuk menertawai diri mereka sendiri sambil berkata, “Yen onyang sibuk ngalih tongos megae, nyen ane lakar dadi bosne?” (T)

Tags: baliDunia KerjaReklamasiTeater
Previous Post

Buku Cupak Tanah: Teater Kampung di Panggung Modern

Next Post

Bercerai Kawin Lagi — Bacaan Orang Dewasa

Wayan Sumahardika

Wayan Sumahardika

Sutradara Teater Kalangan (dulu bernama Teater Tebu Tuh). Bergaul dan mengikuti proses menulis di Komunitas Mahima dan kini tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Pasca Sarjana Undiksha, Singaraja.

Next Post

Bercerai Kawin Lagi -- Bacaan Orang Dewasa

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulun Pangkung Menjadi Favorit: Penilaian Sensorik, Afektif, atau Intelektual?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ”Married by Accident” Bukan Pernikahan Manis Cinderella

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duel Sengit Covid-19 vs COVID-19 – [Tentang Bahasa]

    11 shares
    Share 11 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Krisis Literasi di Buleleng: Mengapa Ratusan Siswa SMP Tak Bisa Membaca?

by Putu Gangga Pradipta
May 11, 2025
0
Masa Depan Pendidikan di Era AI: ChatGPT dan Perplexity, Alat Bantu atau Tantangan Baru?

PADA April 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh laporan yang menyebutkan bahwa ratusan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Buleleng,...

Read more

Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

by Karisma Nur Fitria
May 11, 2025
0
Animal Farm dalam Interpretasi Pemalsuan Kepercayaan

PEMALSUAN kepercayaan sekurangnya tidak asing di telinga pembaca. Tindakan yang dengan sengaja menciptakan atau menyebarkan informasi tidak valid kepada khalayak....

Read more

Enggan Jadi Wartawan

by Edi Santoso
May 11, 2025
0
Refleksi Hari Pers Nasional Ke-79: Tak Semata Soal Teknologi

MENJADI wartawan itu salah satu impian mahasiswa Ilmu Komunikasi. Tapi itu dulu, sebelum era internet. Sebelum media konvensional makin tak...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

Mosphit Skena Segera Tiba, yang Ngaku-Ngaku Anak Skena Wajib Hadir!

May 7, 2025
Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

Bimo Seno dan Dolog Gelar Pertandingan Tenis Lapangan di Denpasar

April 27, 2025
Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

Kebersamaan di Desa Wanagiri dalam Aksi Sosial Multisektor Paras.IDN dalam PASSION Vol.2 Bali

April 23, 2025
Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

Menghidupkan Warisan Leluhur, I Gusti Anom Gumanti Pimpin Tradisi Ngelawar di Banjar Temacun Kuta

April 22, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space
Pameran

Diskusi dan Pameran Seni dalam Peluncuran Fasilitas Black Soldier Fly di Kulidan Kitchen and Space

JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan...

by Nyoman Budarsana
May 11, 2025
Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery
Pameran

Fenomena Alam dari 34 Karya Perupa Jago Tarung Yogyakarta di Santrian Art Gallery

INI yang beda dari pameran-pemaran sebelumnya. Santrian Art Gallery memamerkan 34 karya seni rupa dan 2 karya tiga dimensi pada...

by Nyoman Budarsana
May 10, 2025
“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra
Panggung

“Jalan Suara”, Musikalisasi Puisi Yayasan Kesenian Sadewa Bali dan Komunitas Disabilitas Tunanetra

SEPERTI biasa, Heri Windi Anggara, pemusik yang selama ini tekun mengembangkan seni musikalisasi puisi atau musik puisi, tak pernah ragu...

by Nyoman Budarsana
May 6, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

Bob & Ciko | Dongeng Masa Kini

May 11, 2025
Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

Selendang Putih Bertuliskan Mantra | Cerpen I Wayan Kuntara

May 10, 2025
Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

Puisi-puisi Pramita Shade | Peranjakan Dua Puluhan

May 10, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co