BADUY tak lagi gelap gulita seperti dulu, kini tampak remang-remang menuju situasi transparan. Isolasi diri yang menjadi ciri khusus tampaknya berkurang tak seperti tempo dulu. Bendungan “menolak pemodernan dan perubahan” yang selalu mereka pertahankan, kini tembok bendungan itu mulai retak-retak dan air berpolutan modern mulai merembes, bahkan sudah mengalir deras walau belum jebol secara total.
Kesederhanaan yang menjadi ciri khas pun kian memudar dan berganti menjadi berwarna, karena mereka mulai rajin bersolek dengan bedak-bedak non alamiah. Itulah wajah Baduy yang bisa kita lihat sekarang.
Wajah Baduy yang kini kian berseri sesungguhnya akibat adanya polesan-polesan dari “doktor khusus kecantikan” Baduy yang penulis sebut “Sang Pejuang dan Sang Pengabdi” suku Baduy. Di tulisan terdahulu sudah penulis paparkan satu doktor spesialis (akademisi ) yang mengurus tentang ragam kebutuhan suku Baduy yaitu Prof. Sihab dengan segala perjuangan dan kekaryaannya. Di episode ini penulis izin memaparkan pejuang akademisi lainnya dengan kespesialisannya dan kekaryaanya.
Dr. Drs. Imam B. Prasodjo, M.A,Ph.D
Di negeri ini, siapa yang tidak kenal dengan nama besar seorang tokoh masyarakat Dr. Imam B. Prasodjo? Agak aneh bila ilmuwan, cendikiawan, pejabat, politikus, peduliwan kemanusiaan dan lembaga negara plus Lembaga Swadaya Masyarakat tidak mengenal beliau. Tidak usah penulis jelaskan panjang lebar siapa beliau di dunia pendidikan dan dalam bidang sosial kemasyarakatan. Pembaca dan publik sudah lebih tahu dan hafal bagaimana piawainya ketika beliau menjadi narasumber di berbagai acara dan bagaimana perhatiannya kepada lingkungan sosial budaya dan kaum dhuafa.
Di artikel ini, kisah beliau menjadi begitu familier dengan suku Baduy-lah yang ingin penulis kisahkan dikaitkan dengan beliau sebagai pemerhati lingkungan sosial budaya, karena beliau adalah sosiolog ulung yang bersamaan menjabat Presiden Direktur “ Yayasan Nurani Dunia” yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan.
Perkenalan pertama antara bidan Eros Rosita sebagai finalis di acara “Danamod Award 2008 “ yang mengantarkan seorang Dr. Imam B. Prasodjo menjadi respek dan interest terhadap suku Baduy. Beliau adalah juri senior di acara tersebut yang memutuskan bidan Eros Rosita sebagai pemenang finalis katagori Individu tentang Pemberdayaan Masyarakat atas perannya dalam : “ Memberdayakan dengan mengajak warga Baduy di Desa Kanekes, Banten yang mencakup 59 kampung untuk peduli pada kesehatan dengan memberi penyuluhan-penyuluhan ke setiap kampung “ ( 14 Agustus 2008 ) .
Bidan Eros Rosita adalah salah satu petugas kesehatan Kabupaten Lebak yang ditugaskan secara khusus sebagai bidan suku Baduy sampai sekarang. Boleh dong sedikit pamer, bidan Eros Rosita itu adalah mantan pacarnya penulis alias istriku…hehehe. (baca kisahnya nanti di episode Para Pengabdi Suku Baduy).
Dua bulan dari penobatan tersebut, beliau langsung menyambangi tanah ulayat Baduy melalui kunjungan supervisi ke rumah bidan Eros dan observasi lapangan. Maka sejak kunjungan pertamanya ke Baduy, beliau terkaget-kaget, terperangah dan kagum terhadap suku Baduy; yang beliau sebut Baduy adalah sesuatu suku yang antik, aset budaya paling seksi di Banten yang memiliki nilai estetika yang dapat di eksplorasi dan memiliki nilai jual tinggi. Itu pandangan pertama beliau pada Baduy. Tapi setelah beliau banyak interaksi dengan masyarakat Baduy beliau mengatakan : “Sekarang saya sudah disini menyatakan, Baduy sebagai aset nilai budaya tidak pantas dijadikan komoditi“. Pernyataan itu penulis sebut sebagai kesimpulan beliau terhadap suku Baduy.
Dengan pernyataan yang sedikit menyengat bahwa Baduy jangan dijadikan komoditi, beliau akhirnya memutar haluan model program membantu Baduy dengan cara membantu mengembangkan budaya suku Baduy khsususnya, Baduy Luar itu yang pertama. Kedua, memberdayakan masyarakat Baduy di bidang kesehatan sesuai dengan program-program unggulan pilihan bidan Eros Rosita, yaitu memelekan masyarakat untuk ikut menjadi akseptor Keluarga Berencana (KB), meningkatkan derajat kesehatan ibu dan anak.
Berikutnya mengubah hukum adat (paradigma) dari asalnya menolak kesehatan modern menjadi menerima pelayanan kesehatan modern dan menggeser perilaku kesehatan dari asalnya dijemput (didatangi) dibalik menjadi mendatangi petugas dan layanan kesehatan sampai membantu membelikan tanah sekaligus membangun Imah Pangubaran dan Pusat Informasi Baduy.
Berbagai program bantuan memberdayakan kesehatan Baduy beliau lakukan secara berkelanjutan dan berkesinambungan hampir 5 tahun berturut-turut bagaikan pepatah penulis: “Tiada Hari, Minggu, Bulan dan Tahun tanpa beraksi di Baduy.” Setiap kunjungan ke Baduy dipastikan membawa berbagai kebutuhan kesehatan dari mulai penyedian berbagai obat-obatan terutama alat kontrasepsi KB plus alat-alat kesehatan yang disimpan di PMB-nya bidan Eros yang mengelola Imah Pangubaran Baduy, dan semuanya digratiskan.
Beliau bekerja sama dengan PT. JNE pimpinan Moch, Johari Zein dan Yayasan Nurani Dunia yang beliau pimpin serta dengan BKKBN pusat. Perjuangan tanpa lelahnya beliau dalam mendukung peningkatan pelayanan kesehatan warga Baduy melalui bidan Eros membuahkan hasil yang luar biasa terhadap perubahan pola kesehatan masyarakat Baduy, terutama pencapaian akseptor KB sampai di tahun 2013 tercatat 1.200 akseptor KB aktif dari hampir seluruh kampung Baduy Luar.
Selain memperjuangkan peningkatan derajat sehat masyarakat Baduy, beliau juga memberdayakan warga Baduy tentang pentingnya sanitasi lingkungan dengan sosialisasi penggunaan air bersih dan jamban serta WC. Beliau meprakarsai diadakannya tampungan air dan Jamban. Bantuan toren, selang dan kloset pun dibelikan sampai pada proses pemasangan.
Pemberdayaan anak muda untuk mengubah gula merah dengan jahe merah dijadikan Gula Semut yang menjadi hak cipta Baduy juga dilakukan. Amir dan Sarpin adalah tokoh muda yang menjadi agent of change Baduy didiklat khusus oleh beliau sekaligus dibelikan alat-alat peramu Gula Semut. Dan sampai sekarang Gula Semut, Gula Jahe, Bandrek Baduy akhirnya menjadi kuliner hak cipta asli Baduy.
Sangat banyak tindakan-tindakan kemanusiaan beliau yang diperuntukan suku Baduy, termasuk bantuan spesial pada Baduy Dalam Cibeo membelikan tanah 4 hektar di luar Baduy, dikelola atau diurus oleh warga Baduy Luar tetapi segala hasil dari tanah tersebut diperuntukan untuk warga Baduy Dalam Cibeo. Hal lainnya yang tidak kalah bermanfaatnya adalah pemberian sepeda motor kepada 4 relawan guru yang peduli terhadap pendidikan Baduy dan sekitar Baduy; juga bantuan 25 sepeda untuk siswa SMP yang rapat dengan tanah ulayat Baduy. Beliau juga aktif memfasilitasi dalam mengurus KTP warga Baduy sampai mempertemukan ke pejabat pusat, di antaranya ke Menteri Dalam Negeri.
Tentunya banyak poin-poin perjuangan beliau selama 14 tahun (2008 – 2021) yang tidak sempat dicatatakan di tulisan ini. Penulis bermunajat semoga segala amal baik beliau menjadi pahala dan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT juga bermanfaat untuk kemartabatan suku Baduy ke depan.
Ini pesan dan kesan beliau yang disampaikan ke publik. Beliau adalah akademisi yang menyebutkan : “kalau membantu Baduy itu jadi dilematis, karena satu sisi membantu di sisi lain meracuni.” Tapi prinsip beliau adalah ikut berpartisipasi dan berkontribusi dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Baduy plus mengupayakan meningkatkan kesejahteran warga Baduy melalui permberdayaan masyarakat Baduy itu sendiri.
Semoga ke depan dan di depan akan ada dan bermunculan Imam B. Prasojdo masa kini untuk masa depan suku Baduy. Amien.
Prof. Dr. Moh Fadli S.H., M.Hum.
Penulis tidak terlalu banyak mengetahui profil beliau, karena beliau satu di antara sekian sahabat dari akademisi yang penampilan dan gesturnya kalem, santai, hemat berbicara dan someah (penuh etika). Tetapi kalau soal bertukar pikiran beliau selalu menyisipkan dan menyusupkan kalimat penuh daging dan bergizi sehingga penulis pun ajrih (menaruh hormat pada beliau). Beliau ternyata merupakan dosen Hukum Adminitrasi Negara di Fakultas Hukum Brawijaya yang menekuni Ilmu Hukum sejak dari Sarjana, Megister sampai meraih gelar Doktor di Universitas Padjajaran Bandung tahun 2012.
Dari catatan yang ada, beliau adalah pengajar Hukum Tata Usaha Negara, Hukum Lingkungan, Hukum Islam, Ilmu Perundang-Undangan dan Hak Azasi Manusia di beberapa Universitas dan atau Perguruan Tinggi. Kesetiaan meneliti local wisdom di berbagai Komunitas Adat (etnis) di Indonesia adalah ciri khususnya beliau.
Termasuk kesetiaan meneliti dan mengkaji sosial budaya suku Baduy yang berkelanjutan serta tidak pernah berhenti dari tahun ke tahun berikutnya. Paling tidak 5 tahun berturut-turut (2019-2024) beliau dengan teamnya selalu mengadakan apa yang disebut Focus Group Discussion (FGD) yang mengangkat tema-tema trending dikaitkan dengan kharakter budaya keadatan Baduy, yang tentunya sangat memberi manfaat bagi kesukuan Baduy.
Dengan kesetiaan beliau rajin mengangkat topik yang berkaitan dengan local wisdom Baduy diarena publik dan akademik. Pada hakikatnya beliau telah sangat membantu menyebarluaskan informasi yang akurat serta mempulikasikan situasi dan kondisi nyata suku Baduy dari tahun ke tahun selama kurang lebih 13 tahun (2012 – 2024) . Sehingga dengan publikasi beliau di forum resmi yang apik, epik, serta maching dengan kondisi riil di lapangan bisa sedikit demi sedikit meluruskan informasi ke-Baduy-an yang selama ini dirasakan selalu antagonis atau terpenggal penggal. Inilah yang menjadi point penting kekaryaan Prof. Fadli bagi masyarakat Baduy.
Perjuangan beliau mengkonter berbagai informasi yang miring, tidak akurat dan terpenggal tentang cerita dan kisah kesejarahan suku Baduy dengan informasi akurat dari hasil kajiannya yang konkret dan orisinal selama 13 tahun telah sangat berhasil melunturkan pandangan-pandangan negatif tentang siapa Baduy sebenarnya di tataran akademik.
Pelurusan informasi ke-Baduy-an yang selama ini simpang siur terutama karena penggunaan literatur oleh researcher yang berbeda dengan fakta di lapangan yang mengakibatkan biasnya sebuah kajian tentang Baduy berhasil dihindari. Pelurusan informasi itu tidak mudah, perlu perjuangan secara akademis yang rumit dan panjang bukan? Berkat pengkajian secara akademik yang dilakukan secara terus menerus oleh Prof. Fadli, maka bias-bias kajian yang selama ini sering terjadi menjadi mereda.
Maka, atas dasar narasi di atas penulis berani memasukkan Prof, Fadli sebagai Pejuang Akademisi Suku Baduy versi penulis. Sampai saat ini beliau tidak berhenti memasarkan berbagai budaya adiluhung dan local wisdom Baduy ke berbagai pihak yang ditemani oleh murid terkasihnya Dosen Fakultas Hukum Untirta, ahli hukum Baduy Dr. Mohamad Noor Fajar A.AF.S.H, M.H.
Baduy yang kini tumbuh dari Baduy masa lalu. Kekinian Baduy adalah bagian yang tak terpisahkan dari hasil polesan para pejuang, pengabdi, dan pembaharu masa lalu Baduy. Baca kisah dan cerita tentang Baduy pada tulisan-tulisan berikutnya. [T]
Penulis: Asep Kurnia
Editor: Adnyana Ole
- BACA esai-esai tentangBADUY
- BACA esai-esai lain dari penulisASEP KURNIA