I KADEK DENGANG masih berdiri tegap di tengah terik matahari siang yang menyengat. Topeng Hanoman dipegangnya sangat erat di tangan kanan, sebagaimana para penabuh, teman-temannya, juga melawan panas dan memegang alat musik agaknya berat.
Ya, ia hari ini melakonkan Hanoman—dan teman-temannya mengiringinya musik dalam rangka kampanye Pilkada pada Minggu, 29 September 2024— sambil berdiri.
Acara itu dilakukan di Gedung Serba Guna Banjarasem, Seririt, dalam rangka kampanye Giri-Koster, untuk calon gubernur dan wakil gubernur Bali, juga calon bupati Buleleng Sutjidra dan wakilnya Supriatna. Mereka dari partai merah yang sama, PDI-P sebagai pengusung.
Dan tak sedikit pun Dengang melipir dari panas matahari—dan bayangannya pun masih bertahan di tanah moyangnya, walaupun wajahnya mengkerut tak tahan. Keringat berjatuhan luar biasa, dan tak terbayangkan—bagaimana kostum yang ia pakai memberinya hawa panas pada tubuh. Gerah.
Tapi ia menari dengan sangat lincah—sebagaimana tokoh Hanoman, ia menggeliat melakonkan tokoh itu ketika sang calon sudah datang. Menyambut.
I Kadek Dengang bersama para penabuh | Foto: tatkala.co/Son
Di tengah dupa masih mengeluarkan asap di atas banten, tanda mengaturkan doa kepada Tuhan, asap melayangkan harapan baik kepada para calon pemimpin yang datang, maupun kepada semua orang yang hadir.
Penyambutan, selain dilakukan secara seremonial, tetapi juga sakral. Bahkan sangat sakral. Mantra terus keluar untuk keselamatan dari para pemangku, orang-orang suci.
“Saya bertahan [dari panas] karena saya melihat beliau [calon gubernur yang baru saja dijemputnya] dapat dipercaya. Dan saya berharap, mereka bisa membawa nama Bali dan Buleleng go internasional, khususnya untuk seni. Ya, seni tari, gong kebyar. Intinya kesenian di Bali,” kata I Kadek Dengang, pelakon Hanoman sekaligus pelatih tari dari Komunitas Seni Werdhi Paramitha.
I Kadek Dengang, pemeran Hanoman yang bertugas menyambut calon gubernur dan wakil gubernur | Foto: tatkala.co/Son
Biasanya, kalau di cerita Ramayana, Hanoman memiliki tugas menjemput Dewi Sinta dari Rahwana. Menjemput ke Alengka, dan mengantarkannya ke pelukan Rama. “Tapi di momen ini, saya sebagai Hanoman memiliki tugas mengantarkan [calon] pemimpin untuk menuju kesuksesan dan mengarahkan masyarakat untuk mendukung si calon itu,” lanjutnya Dengang.
Dan apa yang membuatnya bertahan dari panas, juga keringat yang mengocor—membuat gerah, adalah harapan. “Ya, harapan! Untuk Bali lebih maju,” tegas Dengang menyatakan dirinya sangat percaya.
Di acara itu, Koster dan Giri juga tampak bersemangat di tengah lautan manusia penuh usia yang menahan penat sedari jam 11.00 sampai acara selesai. Selain joget-joget menghibur warga—sambil karaokean, mereka, Koster-Giri, beserta dengan calon bupati dan wakil bupati satu koalisi, menghanturkan beberapa program—yang sudah menjadi andalannya.
Seperti, kesehatan gratis, pendidikan gratis—dan tak tanggung-tanggung, dari TK sampai SMA, dan tentu, kata Giri Prasta, calon wakil Koster itu, bahwa anggaran untuk Kabupaten Buleleng akan lebih ngejoss lagi, yaitu 500 miliar dan semua berteriak—menyala wiiiii….
“Jika terpilih, minimal 500 miliar PHR [Pajak Hotel dan Restoran] Kabupaten Badung tyang [saya] akan berikan kepada kepada Kabupaten Buleleng,” janji Giri Prasta, calon Wakil Gubernur pasangan Wayan Koster.
Suasana kampanye Koster-Giri dan Sutjidra-Supit | Foto: tatkala.co/Son
Janji itu tak hanya berhenti di sana, sebagaimana teriakan “Menyala Wiii..”—jargon Koster-Giri berkumandang panjang dari pendukungnya sambil angkat dua jari dan sedikit jingkrak-jingkrak di kursi. Lebih penting, terkait lahan pertanian sebagaimana di Buleleng banyak menghasilkan hasil bumi; anggur, garam, padi, dan lain sebagainya.
Wayan Koster dan Giri Prasta sangat siap untuk membebaskan beban pajak bangunan kepada warga Buleleng, dan bahkan, “Tyang mewakafkan diri tyang kepada Buleleng. Tyang jaminannya..” kata Giri Prasta dengan wajah tulus.
Menutup kampanye, Ida Ayu Ketut Devi Ari Apriani (9), Natalia (10), dan Davina (10) sudah stau jam lalu ia menjaga tubuhnya tetap rapi. Make up yang mereka kenakan tak sedikit pun berubah karakternya. Wajahnya dibubuhi keceriaan. Mereka menutup kampanye itu dengan menarikan Sampi Grumbungan dengan sangat lihai.
Tarian itu berasal dari Buleleng, tepatnya dari Banjar Dinas Dangin Pura, Desa Panji—yang diwariskan oleh Gusti Mangku Wija. Dan Devi, Natalia, dan Davina menarikannya dengan sangat teatrikal. Sebagaimana tarian tersebut menceritakan penggembala sapi yang menggembala dengan cara gembira. Sederhana dan bersahaja.
Penari cilik Sampi Gerumbungan: Ida Ayu Ketut Devi Ari Aprianti (tengah), Natalia (kiri), Deviana (kanan) | Foto: tatkala.co/Son
“Menceritakan seorang penggembala sapi, yang sedang mengajak sapi-sapinya bermain, dan agar tidak terlalu jauh perginya. Jadi, ditariannya itu tergambarkan riang-gembira, dari gerakan yang energik, yang powernya bagus—yang gede powernya [untuk menghasilkan gerakan gembira] itu ditekankan pada tarian ini,” kata Ida Ayu Ketut Devi Ari Apriani, pemeran pengatik [penggembala] pada tarian Sampi Gerumbungan, dengan cermat menjelaskan.
Sementara temannya, Natalia dan Davina, memeragakan dirinya sebagai sapi yang ceria. Dan itu, mereka menarikannya dengan baik dan kompak. Sehingga, orang-orang muda hingga tua menepukinya dan sorak apresiasi, dan yang paling penting, mengembalikan pesta demokrasi ini kepada suasana yang menyenangkan—dan mengembalikan pada marwahnya: visi-misi yang realistis.
Setelah acara benar-benar selesai, tetabuhan yang dibunyikan oleh Komunitas Seni Werdhi Paramitha keluar—sambil melakukan yel-yel sangat kompak:
Koster Giri Gubernur Bali
Joss24 Bupati Buleleng
Jeg paten!
Jeg Paten!
Menyala wii…[T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Jaswanto