SIAPA yang tahu Prasasti Blanjong (Belanjong) yang berada di wilayah Sanur, Kota Denpasar? Ini prasasti cukup terkenal, sayang jika ada yang tidak tahu.
Prasasti Blanjong terletak di Desa Blanjong, Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Pada tahun 2024 ini, prasasti itu berusia 1.110 tahun, sebuah usia yang amat tua.
Prasasti Blanjong memuat catatan kuno yang masuk dalam sejarah tertulis tertua tentang Pulau Bali. Prasati ini juga kerap diistilahkan dengan nama lain, yakni Jaya Stambha atau Jaya Cihna, yang bermakna “Tugu Kemenangan”.
Sebuah peringatan akan digelar pada 4 Februari 2024 untuk mengenang usia 1.110 prasasti tua itu di Insitu Prasasti Blanjong dan Pura Dalem Blanjong.
Perwakilan Komunitas Sinau Cagar Budaya (Sigarda), Wayan Sila Sayana, mengatakan pada momentum peringatan itu, beberapa acara akan digelar. Antara lain, pembacaan Kekawin “Wirama Sardula Wikridita”, dan pementasan Tari Topeng Koreo Tunggal oleh Rumah Topeng Sanur, pimpinan Made Kara.
“Selain itu, acara peringatan akan diisi dengan sebuah diskusi bertajuk Singha Dwara Pura, sebuah kota pelabuhan yang hilang,” kata Sila Sayana saat bertemu dengan Walikota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, di Kantor Walikota Denpasar, Jumat pagi, 19 Januari 2024.
Diskusi itu rencananya melibatkan beberapa pihak, yakni BRIN, BPK, Dinas Kebudayaan Kota Denpasar, Jurusan Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana dan penggiat budaya lainnya. “Ada juga beberapa anggota kami, dari Komunitas Sigarda dan Komunitas Bala Legoe Gondong,” jelas Wayan Sila.
Sebagai sebuah catatan sejarah kuno, Prasasti Blanjong sendiri tergolong unik, karena bertuliskan dua macam huruf yakni, huruf Pra-Nagari yang menggunakan Bahasa Bali Kuno, serta huruf Kawi dengan menggunakan Bahasa Sanskerta dan Bali Kuno, yang ditulis secara silang.
“Dalam Prasasti Blanjong disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali, yang dikeluarkan oleh Raja Bali Adipatih Sri Kesari Warmma (Dewa). Beliau berstana di Singhadwara Pura. Sebagai sebuah catatan sejarah, yang usianya lebih dari seribu tahun, melalui peringatan ini kami ingin menyampaikan terutama kepada generasi muda agar ikut melestarikannya,” katanya.
Wayan Sila juga menuturkan, tak hanya Prasasti Blanjong, di kawasan itu juga banyak ditemukan tinggalan yang diduga sebagai Benda Cagar Budaya. Bahkan di beberapa titik di lokasi Blanjong, ditengarai juga masih banyak benda sejarah yang terpendam.
Walikota Denpasar, Jaya Negara bersama Komunitas Sinau Cagar Budaya | Foto: Humas Pemkot Denpasar
Sementara itu, Walikota Denpasar Jaya Negara dalam kesempatan itu mengapresiasi semangat dan loyalitas Komunitas Sigarda Bali yang telah berupaya ikut melestarikan keberadaan Prasasti Blanjong sebagai sebuah catatan sejarah kuno.
“Kota Denpasar tentu perlu berbangga terhadap keberadaan Prasasti Blanjong sebagai sebuah catatan sejarah. Memasuki 1110 tahun usianya, saat ini, Prasasti Blanjong bahkan merupakan cagar budaya tingkat nasional yang bisa menjadi media pembelajaran sejarah bagi generasi muda kita,” kata Jaya Negara.
Secara lebih lengkap, dikutip dari denpasarkota.go.id, Prasasti Blanjong merupakan prasasti dibuat dari bahan batu padas, disebut sila prasasti.
Prasasti ini berbentuk tiang batu atau berwujud bunga teratai. Ukuran prasasti dengan tinggi 177 cm dan garis tengah sekitar 62 cm. tulisan yang terdapat pada Prasasti Blanjong dipahat pada kedua sisinya.
Pada sisi barat laut ditulis 6 baris tulisan, memakai aksara Pre-Negari yang biasa dipakai di India Utara dan dan bahasa Bali Kuna. pada sisi tenggara ditulis dengan 13 baris tulisan, menggunakan huruf Bali Kuna (Kawi) dan bahasa Sansekerta.
Prasasti Blanjong dikeluarkan oleh Raja Sri Kesari Warmadewa pada bulan Phalguna (bulan ke 12 tahun Caka), tahun 835 Caka (911 M). ditinjau dari segi paleografinya, bentuk huruf yang digunakan pada prasasti Blanjong sejaman dengan prasasti-prasasti singkat yang ditemukan di Candi Kalasan di Jawa Tengah.
Huruf semacam itu lazim digunakan di India Utara dan di Indonesia berkembang penggunaanya sekitar abad VIII dan IX. Prasasti Blanjong merupakan prasasti tanda kemenangan atau Jaya Stamba/Jaya Cihna ata musuh-musuhnya di daerah Gurun (Nusa Penida) dan Swal (Pantai Ketewel). Karena Kemenangan inilah Prasasti Blanjong dibuat (Wiguna, 1990: 29-38).
Dari unsur bahasa dan tulisan yang digunakan serta isi Prasasti Blanjong, menunjukkan bahwa cagar budaya ini mencerminkan kearifan lokal di bidang iptek dan kekuasaan (politik).
Penggunaan dua bahasa (bilingual) dan dua huruf (bescrif) menunjukkan adanya kemahiran, penguasaan, dan wawasan pengetahuan masyarakat pada masa kerajaan Sri Kesari Warmadewa abad X Masehi.
Temuan prasasti seperti ini tergolong unik dan hanya satu-satunya ditemukan di Bali. Umumnya prasasti di Bali ditulis dengan menggunakan bahasa Sansekerta huruf Pre Negari, atau menggunakan bahasa Bali Kuna huruf Bali Kuna (Kawi), sedangkan Prasasti Blanjong dibuat dengan dua bahasa dan dua sistem aksara.
Keistimewaan lainnya dari Prasasti Blanjong adalah penggunaan sistem silangdalam penulisan huruf dan bahasanya, yaitu: bahasa Sansekerta ditulis dengan huruf Bali Kuna (Kawi), sedangkan bahasa Bali Kuna dutulis dengan huruf Pre Negari.
Fakta ini menunjukkan bahwa si penulis prasasti (citralekha) ialah orang yang telah mahir dalam pengetahuan bahasa dan dalam tata tulis serta penggunaanya , terutama pada kedua jenis bahasa dan huruf tersebut. Kemahiran ini tentu dilandasi oleh tradisi dan latar budaya yang berlaku pada masa itu dan tradisi sebelumnya.
Kearifan di bidang politik (kekuasaan) tercermin dari isi prasasti yang menyebutkan bahwa raja telah berhasil mengalahkan musuh-musuhnya di Gurun dan Swal.
Keterangan ini mengindikasikan kekuasaan Raja cukup luas dan mungkin diseluruh wilayah Bali. Dalam prasasti juga ditulis tentang kutukan (sapata) yang ditujukan kepada orang-orang yang melanggar isi prasasti tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Raja Sri Kesari Warmadewa memerintah dengan tegas dan bijaksana serta menjunjung supremasi hukum.
Prasasti Blanjong sejak ditemukannya oleh Stutterheim sekitar tahun 1930 kondisinya sudak agak aus bahkan ada beberapa baris hurufnya hilang.
Situs ini telah terdaftar sebagai cagar budaya dan beberapa kali dikonservasi serta telah dibuatkan bangunan pelindung. [T]
Sumber: Rilis Humas Pemkot Denpasar
Editor: Made Adnyana