PADA 2 JULI 2023, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih. Jika dibandingkan dengan DPT di tahun 2019, maka jumlah DPT pada Pemilu 2024 meningkat dengan angka yang cukup signifikan. Pada Pemilu 2019, KPU RI menetapkan jumlah DPT sebanyak 192.83 juta jiwa. Artinya terdapat peningkatan sebanyak 11 juta jiwa.
Kembali pada konteks Pemilu 2024, 52 persen dari jumlah DPT yang ditetapkan oleh KPU RI adalah pemilih muda. Artinya pemilih yang berusia 17–40 tahun mencapai 106.358.447 jiwa. Wah, wah, wah, anak muda jadi tulang punggung Pesta Demokrasi 2024 nih.
Kalau melihat sejarahnya, maka anak-anak muda di Indonesia memiliki sejarah yang begitu cemerlang dalam menentukan arah pembangunan bangsa. Mulai dari terbentuknya Budi Utomo di tahun 1908; Sumpah Pemuda di tahun 1928—saat anak-anak muda yang berasal dari seluruh wilayah Indonesia, berkumpul dalam satu tempat dan bersama-sama mengikrarkan tiga janji yang masih diwariskan hingga kini.
Lalu kemerdekaan Indonesia di tahun 1945 yang juga tidak lepas dari peran pemuda, seperti Soekarni, Wikana, Aidit, dan Chaerul Saleh yang menculik Soekarno dan Hatta yang diingat sebagai peristiwa Rengasdengklok. Dan terakhir adalah peristiwa Reformasi pada tahun 1998. Wow, ternyata besar juga peran pemuda dalam menentukan arah pembangunan bangsa.
Pemuda Wajib Jadi Penentu, Tidak Hanya Sekadar Komoditi
Dalam alam demokrasi, khususnya dengan penerapan sistem barrier entry, yakni parliamentary threshold sebesar 4 persen, tentu mengharuskan partai politik yang berkontestasi untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya.
Segala macam cara pun dilakukan, asal bisa duduk nyaman di kursi Senayan. Prasyarat tersebut mau tidak mau mengharuskan para peserta pemilu untuk menyiapkan strategi jitu agar mendapatkan suara. Dan kantong pemilih muda menjadi komoditas yang potensial untuk “dimainkan” pada pemilu 2024.
Sekarang pertanyaannya adalah, apakah anak muda mau hanya jadi komoditas politik di pemilu 2024? Harusnya nggak sih ya. Tentu 52 persen dari total pemilih bukan jumlah yang sedikit bagi peserta pemilu. Coba bayangkan, jika mereka bisa menggaet 5 persen saja pemilih muda, maka mereka sudah bisa dipastikan melenggang ke Senayan. Jadi anak muda memegang peran penting di pemilu kali ini. Sayang banget kalau anak muda hanya jadi penonton tanpa partisipasi yang lebih jauh lagi.
Pertanyaan selanjutnya, kira-kira apa yang bisa dilakukan oleh anak muda? Tentu banyak jalan yang bisa ditempuh oleh anak muda untuk berpartisipasi dalam pesta demokrasi lima tahunan ini.
Tapi satu yang pasti, diam bukanlah pilihan yang tepat. Apa lagi masa bodoh dengan situasi, karena pada akhirnya situasi akan tetap memberi pengaruh pada diri kita, utamanya situasi politik.
Saya mencoba memberi beberapa pilihan kanal bagi anak-anak muda seperti kita untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu 2024 ini:
1. Penyelenggara Pemilu
Menjadi bagian dari penyelenggara pemilu adalah salah satu pilihan yang tepat apabila anak-anak muda ingin mengenal lebih jauh tentang kepemiluan.
Tidak hanya mengetahui lebih jauh soal rumitnya teknis kepemiluan yang diterapkan di Indonesia, anak-anak muda yang terlibat sebagai penyelenggara juga akan melibatkan diri dalam aktivitas-aktivitas menyosialisasikan penyelenggaraan pemilu kepada masyarakat luas.
Jadi, dalam prosesnya, anak-anak muda yang terlibat sebagai penyelenggara akan berinteraksi dengan masyarakat, sekaligu dapat memperkaya wawasannya tentang demokrasi.
2. Pemantau Pemilu
Setelah keran demokrasi dibuka di tahun 1998, telah begitu banyak kelompok-kelompok kepentingan (baca: organisasi kemasyarakatan) terbentuk dengan tujuan yang berbeda-beda, namun tetap dalam landasan yang sama, yakni Pancasila dan UUD NRI 1945.
Jika kalian adalah bagian dari salah satu kelompok kepentingan, maka menjadi Pemantau Pemilu menjadi salah satu pilihan yang tepat.
Pemantau Pemilu memiliki tugas untuk ikut memantau jalannya penyelenggaraan pemilu. Tidak hanya memantau tahapan, tetapi juga ikut serta dalam memantau kinerja dari penyelenggara, pemerintah, sampai masyarakat sebagai pemilih.
3. Peserta Pemilu
Dalam konstitusi sudah diatur dengan jelas bahwa satu-satunya organisasi yang dapat “berkompetisi” untuk merebut kekuasaan adalah partai politik. Dan apabila di usia muda kalian sudah tertarik dengan dunia politik, maka menjadi bagian dari partai politik adalah salah satu langkah yang baik.
Belajar politik sejak dini, apalagi dengan masuk ke partai politik adalah jalan yang tepat untuk mematangkan analisa dan juga intuisi seorang politisi. Atau bisa saja aktif sebagai simpatisan, relawan, atau kelompok serupa yang aktif di kegiatan-kegiatan partai politik.
4. Pengamat
Terakhir adalah sebagai pengamat. Saya rasa, dari empat pilihan yang coba saya tawarkan, menjadi pengamat adalah pilihan yang paling banyak diambil oleh anak muda. Meski tidak terlibat langsung, tetapi anak muda yang masuk ke kategori pengamat sudah pasti selalu mengikuti informasi tentang pemilu di setiap harinya.
Sebagai pemilih, kelompok ini juga akan sangat mempertimbangkan rekam jejak si calon. Dan yang pastinya, anak-anak muda ini akan menjadi orang yang meluruskan informasi bohong yang beredar di grup WA keluarga. Hehehe.
Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, berdiam diri tentu bukanlah pilihan yang tepat. Selagi masih muda, bergerak dan berperan sebagai penentu menjadi hal yang paling logis dilakukan.
Hanya menjadi komoditas dalam politik tentu mendegradasi peran pemuda itu sendiri, sekaligus mengkhianati catatan emas pemuda untuk bangsa Indonesia. Jadi, sudahkah kalian berpartisipasi dalam sukseskan pemilu 2024?[T]
- BACA opini dan esai-esai politik lainnya dari penulisTEDDY CHRISPRIMANATA PUTRA