I Nyoman Darta, kepala SMAN Bali Mandara yang bisa disebut guru legendaris itu, memasuki masa purnabakti per 31 Mei 2022. Ia meninggalkan SMAN Bali Mandara ketika sekolah itu sedang panas-panasnya dibincangkan dalam diskusi, juga pada polemik di media sosial dan media massa.
Mulai tahun ajaran 2022/2023 SMAN Bali Mandara yang dikhususkan bagi siswa miskin dengan sistem pendidikan berasrama akan diubah menjadi sekolah biasa, atau menjadi sekolah regular, sama seperti sekolah-sekolah lainnya.
Ada pro dan kontra soal perubahan status ini, tapi tulisan ini tak akan membicarakan soal pro dan kontra itu. Tulisan ini akan fokus pada sosok I Nyoman Darta, seorang guru pada namanya cukup dikenal seiring dengan terkenalnya SMAN Bali Mandara di dunia pendidikan.
Pada saat pensiun, guru-guru di SMAN Bali Mandara menuliskan kesan dan pesannya terhadap Nyoman Darta. Tulisan itu dibukukan dengan judul “Belajar dari I Nyoman Darta”. Sebanyak 27 guru menuliskan kesan mereka dalam buku itu. Dalam tulisan itu semua guru seakan menempatkan Nyoman Darta sebagai sumber inspirasi dan sebagai sumber menimba ilmu. Bukan saja ilmu dalam dunia pendidikan, melainkan juga ilmu dalam menjalankan kehidupan.
***
Cita-cita Jadi Dokter
Nyoman Darta adalah kepala sekolah dengan banyak prestasi. Tak banyak yang membantah soal itu.
Ia mendapatkan Satya Lencana Pendidikan dari Presiden. Kisah kepemimpinannya sebagai kepala sekolah yang inspiratif diapresiasi dalam acara diskusi khusus dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim.
Nyoman Darta lahir dari pasangan petani I Nyoman Rengkeg dan Ni Nyoman Nyemprog di Desa Tiyinggading, Selemadeg Barat, Kabupaten Tabanan pada tanggal 20 Mei 1962.
Kehidupan masa kecilnya penuh kesederhanaan layaknya keluarga petani di desa pada masa itu. Ia merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara yang kedua orang tuanya merupakan buta huruf.
Semua saudaranya tidak ada yang melanjutkan ke jenjang SMP, hanya beliau yang bersikeras untuk dapat terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Ia menjalani masa pendidikan formal pertama di desa kelahirannya di SD Negeri 2 Tiyinggading. Semangat belajarnya telah mulai terlihat pada masa pendidikan dasar ini hingga menyelesaikan pendidikan tahun 1974 dan melanjutkan ke SMPN 1 Bajera.
Untuk dapat belajar dengan baik sewaktu SMP, ia memutuskan untuk kost di sekitar sekolah. Waktu itu, ia hanya diperkenankan membayar satu bulan saja sepanjang kost karena sudah dianggap anak olah tuan rumah. Nyoman Darta membantu apa pun pekerjaan tuan rumah seperti ke sawah.
Ketika belajar di SMPN 1 Bajera, ia dididik oleh kepala sekolah yang sangat disiplin bernama Nyoman Dedeh. Tanpa disadari, hasil didikan ini mampu membentuk karakternya hingga sering memperoleh langganan juara dari 1, 2, 3, secara bergiliran.
Setelah tamat SMP tahun 1977, ia sempat kebingungan dalam menentukan pilihan ke jenjang pendidikan lanjutan. Ada tiga pilihan sekolah saat itu, yakni SMA, STM, dan Sekolah Pertanian.
Ia bercita-cita menjadi dokter. Tapi ia tak tahu jenjang pendidikan mana yang harus ditempuh agar cita-citanya itu bisa dicapai.
Karena senang juga dengan ilmu ukur dan aljabar, akhirnya guru ilmu ukur yang mengarahkannya ia masuk STM. Bimbingan karier di masa ini juga dianggapnya sangat terbatas diperoleh dalam mewujudkan cita-cita ini hingga memutuskan memilih melanjutkan ke STM Negeri Denpasar.
Bekerja atau Kuliah?
Di STM Negeri Denpasar ia memilih Jurusan Listrik dengan pola pendidikan di sana 80% praktik dan 20% teori. Kala itu, ia banyak bertugas untuk memasang instalasi listrik di rumah-rumah atau di jalan-jalan.
Akhirnya, ia menyelesaikan pendidikan di STM pada tahun 1981. Karena juga berprestasi di masa pendidikan STM, ia diterima bekerja di Sulawesi sekaligus diterima kuliah di Politeknik Negeri Yogyakarta. Hanya saja karena tidak diizinkan olah orang tua sebagai anak laki-laki satu-satunya untuk bekerja ke Sulawesi, ia memilih ke Politeknik Negeri Yogyakarata.
Akan tetapi, ada batu sandungan untuk berkuliah di sini. Sebagai anak desa, ia tidak dibuatkan akta kelahiran oleh orang tuanya sebagai syarat administrasi kuliah di sana. Ia pun beralih kuliah ke FKIP UNUD Singaraja.
Sempat Tidur di Emper Toko
Kuliah di FKIP Unud Singaraja (sekarang bernama Undiksha) dilalui dengan penuh perjuangan. Mengawali mulai mendaftar, beliau berangkat ke Singaraja pada pagi hari untuk mencari formulir pendaftaran kuliah. Hal ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Formulir pendaftaran yang baru diterima pada sore hari karena berebut dengan para pelamar lainnya, menyebabkan dia terkatung-katung di Singaraja karena kemalaman tidak bisa pulang ke Tabanan.
Ia pun memutuskan tidur di emper toko tepatnya di perempatan pasar Singaraja sebelum ditemukan oleh teman SMP-nya. Akhirnya, dia diterima juga pada Jurusan Fisika di FKIP Unud Singaraja. Semangat belajarnya semasa kuliah ini tergolong tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan raihan IP-nya di akhir studi kuliah pada tahun 1986 yang tergolong tinggi.
Selanjutnya, awal kariernya sebagai guru dimulai tahun 1988, setelah dua kali gagal mencoba peruntungan melamar menjadi dosen. Ia diangkat pertama kali sebagai guru di SMA Saraswati Seririt.
Kepala Sekolah Saat Muda
Baru dua tahun menjadi guru, ia sudah diberikan tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Akademik. Raihan beberapa prestasi dalam bidang komputer ketika itu, mengantarkannya pada kesempatan Tes Calon Kepala Sekolah di Mataram dan lulus tahun 1994. Namun, karena usianya amat muda sehingga ia belum dipercaya memimpin sebuah sekolah.
Sampai pada tahun 1998 baru diberikan kesempatan menjadi Kepala Sekolah di SMAN 1 Sawan di usia 36 tahun. Kepemimpinannya masih diragukan kala itu karena umumnya para kepala sekolah sudah berusia rata-rata jauh lebih tua dan dianggap matang.
Kesempatan memulai karier sebagai kepala sekolah SMAN 1 Sawan tidak disia-siakannya. Yang dia tunjukkan adalah dedikasi, keuletan, kompetensi, dan kepemimpinan yang sepenuh hati hingga dapat diterima dan mampu memajukan sekolah ini.
Tahun 2001 ia dipindahkan ke SMA Negeri 1 Seririt. Di sekolah ini ia anggap sebagai sekolah dengan input yang agak keras. Keras yang dimaksud adalah sekolah banyak input siswanya berasal dari wilayah yang sering ada gesekan antar desa.
Kemampuan memimpinnya pun diuji. Hal ini ia siasati dengan memilih para wakasek dari desa yang berbeda dengan tujuan dapat meredam konflik jika terjadi gesekan yang melibatkan siswa. Di sekolah ini pun dia bisa dikatakan berhasil memajukan sekolah dengan beberapa capaian prestasi tingkat nasional.
Pada tahun 2004 ia dipindahkan lagi ke SMA Negeri 1 Singaraja, sebuah sekolah favorit di Kabupaten Buleleng. Di sekolah ini, banyak prestasi yang telah diraihnya, termasuk para siswanya. Dengan input yang dianggap baik karena melalui proses seleksi akademik, program “Sapu Bersih” yang dia canangkan untuk menyapu bersih podium setiap kejuaraan dan perlombaan tergolong sukses. Hal ini ia canangkan karena sekolah dengan input yang baik tentunya perlu ditargetkan lebih tinggi dengan target raihan juara di berbagai ajang.
Menjadi Kepala SMAN Bali Mandara
Tahun 2011 atas bujukan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Bali ketika itu, ia menyanggupi pindah ke SMA Negeri Bali Mandara. Sebuah sekolah yang jauh dari perkotaaan yang khusus menerima siswa miskin di Bali. Ia menyanggupinya karena merasa kapan lagi dapat melayani siswa miskin kalau tidak dimulai sekarang.
Karena sekolah berasrama, tantangan di sekolah ini dibilang cukup berat karena tanggung jawabnya dua, yaitu: nyawa dan mutu. Tanggung jawab nyawa yang dimaksud adalah siswa yang tinggal di asrama dititipkan oleh orang tuanya untuk dijaga sehingga identik dengan menitipkan nyawa anak mereka.
Di sekolah ini, walaupun sekolah baru, dia mampu menjalankan roda kepemimpinannya hingga akhirnya sekolah mampu bergerak lebih cepat dan bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya. Prestasi siswanya juga sangat baik. Walaupun menerima siswa dengan keterbatasan ekonomi, mampu diantarkan hingga meraih prestasi yang terbilang banyak di berbagai tingkat, termasuk tingkat internasional.
Inilah sekolah terakhir yang dipimpinnya hingga akhirnya pensiun pada 31 Mei 2022. Meski sudah pension, namanya tetap akan dikenang seiring dengan dikenangnya keberadaan SMAN Bali Mandara sampai bertahun-tahun kemudian. [T][Adnyana Ole]
- Dikutip dan diolah dari buku “Belajar dari I Nyoman Darta”
______