Bersyukur bahwa kawasan Buleleng bagian atas, terdapat jalur kawasan hutan lindung milik negara. Kita sebut saja sabuk hutan lindung.
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang dilindungi; tidak boleh ada penebangan pohon dan kawasannya tidak bisa bertransformasi menjadi lahan lain. Intinya harus di jaga, bahkan kalau bisa dirawat, ditumbuhkan, agar lebih tumbuh lagi.
Hutan inilah yang menjaga keseimbangan alam kita, terutama di Buleleng, hari ini.
Lalu ada istilah perhutanan sosial. Apa itu?
Perhutanan sosial memberikan ruang kepada desa-desa yang berbatasan dengan kawasan hutan lindung untuk mendapat akses ijin kelola hutan. Nama modelnya; hutan desa (boleh juga model lain yang sejenis).
Turut mengelola, artinya ikut menjaga hutan itu, sekaligus diizinkan memanfaatkan potensi yang ada di hutan itu. Yakni memanfaatkan HHBK (hasil hutan bukan kayu), jasling (jasa lingkungan), jual karbon kepada negara lain, dan sejenis-sejenis itu. Jadi, ingat, yang dimanfaatkan bukan kayu, tapi bukan kayu.
Kenapa negara memberikan akses pengelolaan semacam itu? Karena negara ingin desa dan masyarakatnya ikut menjaga hutan dan menikmati potensinya.
Dulu, jika bicara soal hutan, yang terdengar adalah larangan-larangan saja. Seakan semua dilarang. Itu malah membuat masyarakat skeptis, apatis dan tidak peduli. Sehingga desa diberi akses, agar turut merasa “memiliki”. “Memiliki” bukan berarti boleh sesukanya terhadap “milik” sendiri, tapi “memiliki” artinya menjaga sebaik-baiknya “milik” sendiri.
Di Buleleng, banyak desa berbatasan dengan hutan. Mulai dari barat sampai dengan timur, mulai dari Gerokgak hingga Tejakula. Sejumlah desa itu sudah memiliki ijin untuk mengelola Hutan Desa. Luasan ijin yang didapatkan bervariasi. Ada yang 100-an hektar, sampai ada yang 1000-an hektar.
Yang terluas dimiliki Desa Sumber Kelampok di wilayah Kecamatan Gerokgak. Berdasar ijin hutan desa yang diperoleh, desa itu bisa mengelola hutan desa seluas 1206 hektar
Terbayang kan? Jika ijin pengelolaan itu dimanfaatkan dengan manajemen pengelolaan yang baik, desa-desa yang mendapatkan ijin itu akan berkesempatan menghasilkan potensi ekonomi yang tidak sedikit.
Pun sebaliknya, ada risiko yang besar pula. Kalau hutannya malah menjadi bukan hutan lagi tentu akan timbul dampak yang besar terhadap alam Buleleng dan sekitarnya.
*
Kabupaten Buleleng sebagai wilayah terluas di Bali memang memiliki kawasan hutan negara yang juga luas. Negara atau pemerintah juga memberikan akses perhutanan sosial oleh dengan jumlah yang tidak sedikit.
Selain Hutan Desa (HD), ada beberapa pola perhutanan sosial yang diberikan pemerintah di Buleleng yaitu Hutan kemasyarakatan (HKM), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Kemitraan.
Untuk Buleleng, skema Hutan Desa adalah skema yang terluas yaitu 9.301 hektar tersebar di 22 desa. Model itu sudah berkembang sejak tahun 2015.
Pola Hutan Desa lebih menarik. Tentu karena ijin diberikan melalui LPHD – Lembaga Pengelola Hutan Desa. LPHD bisa berada di bawah unit BUMDES dan terkoneksi langsung dengan Pemerintahan Desa. Apalagi Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi juga mengakomodir bahwa untuk pengelolaan Hutan Desa bisa dilakukan suport dengan menggunakan dana desa.
Satu hal yang sangat jelas terlihat adalah belum semua pemegang ijin Hutan Desa di Buleleng mampu memanfaatkan kesempatan itu dengan optimal sesuai apa yang dimiliki. Faktor utamanya adalah keraguan, ketidakpahaman, dan ketidaksiapan manajemen desa untuk mengelola hutan desa itu. Ketidaksinkronan antara LPHD dan Pemerintah Desa juga satu hal yang membuat pengelolaan hutan desa menjadi jalan di tempat.
Apa yang harus dilakukan jika ada kendala semacam itu?
- Konsolidasi di internal desa, entah itu Pemdes, Bumdes, LPHD, BPD, dan lain-lain.
- Petakan dan rancang dengan jelas apa yang akan dilakukan di hutan desa. (Setiap hutan desa sebenarnya sudah memiliki rencana kerja, namuan kebanyakan hanya sekedar rencana)
- Libatkan anak-anak muda di desa dalam pengelolaan, karena nantinya mereka sebagai generasi yang melanjutkan penjagaan dan pengelolaan hutan itu.
- Lakukan koordinasi dengan para pihak untuk mendapatkan suport baik penguatan kapasitas, dana, market, dan lain-lain. Para pihak itu adalah Pemda melalui dinas-dinas, kementrian, LSM, dan lain-lain.
Memang semua itu tidak mudah dan perlu proses. Tapi, kalau tidak pernah dimulai sampai kapan pun hal itu akan sebatas euforia saja. Rasanya sayang melihat suatu potensi yang dimiliki dibiarkan saja dan tidak dilakukan apa apa. [T]
BACA JUGA: