- Diterjemahkan dari buku Philippines Folktales
- Dikumpulkan dan ditulis oleh: Mabel Cook Cole
Magbangal adalah pemburu yang lihai, dan dia sering pergi ke bukit tempat dia membunuh babi hutan untuk dimakan. Suatu malam ketika mendekati musim tanam, dia duduk di rumahnya sambil berpikir, dan setelah sekian lama, dia memanggil istrinya. Istrinya datang, lalu Magbangal berkata:
“Besok aku akan pergi ke bukit dan membersihkan pekarangan untuk kita tanami, tapi aku ingin kau tetap di sini.”
“Oh, biarkan aku pergi bersamamu,” pinta istrinya, “karena kamu tidak punya teman lain.”
“Tidak,” kata Magbangal, “Aku ingin pergi sendiri, dan kamu harus tinggal di rumah.”
Istrinya setuju, dan keesokan harinya dia bangun pagi untuk menyiapkan bekal makanan untuknya. Ketika nasi sudah matang dan lauk pun sudah siap, dia memanggilnya untuk datang dan makan, tetapi dia berkata:
“Tidak, aku tidak ingin makan sekarang, tapi aku akan kembali sore ini dan kamu harus menyiapkannya untukku.”
Kemudian Magbangal mengumpulkan sepuluh kapak dan bolo[1]nya, enam batu asah, dan tabung bambu untuk air, dan segera ia berangkat ke bukit. Sesampai di tanahnya dia menebang beberapa pohon kecil untuk membuat bangku. Setelah selesai, dia duduk di atasnya dan berkata kepada bolonya, “Kamu bolo harus mengasah dirimu di atas batu itu.” Dan bolo itu mendekat pada batu dan mengasah diri. Kemudian kepada kapak dia berkata, “Kamu kapak harus diasah,” dan mereka juga mengasah dirinya sendiri.
Ketika semua sudah siap, dia berkata: “Sekarang kamu bolo potong semua semak kecil di bawah pohon, dan kamu kapak harus menebang pohon besar.” Lalu bolo dan kapak mulai bekerja, dan dari tempatnya di bangku, Magbangal bisa melihat pekarangannya sedang dibersihkan.
Istri Magbangal sedang menganyam di rumah, tetapi ketika dia mendengar pohon-pohon terus tumbang, dia berhenti sejenak untuk mendengarkan lalu berpikir, “Suamiku pasti menemukan banyak orang untuk membantunya membersihkan pekarangan kami. Ketika dia pergi dari sini, dia sendirian, tetapi yang pasti dia tidak bisa menebang pohon begitu cepat. Aku akan melihat siapa yang membantunya.”
Dia meninggalkan rumah dan berjalan cepat menuju tanahnya, tetapi ketika dia semakin dekat dia melangkah lebih lambat, dan akhirnya berhenti di belakang pohon. Dari tempat persembunyiannya, dia bisa melihat suaminya tertidur di bangku, dan dia juga bisa melihat bolo dan kapak sedang menebang pohon tanpa tangan yang membimbing mereka.
“Oh,” katanya, “Magbangal sangat kuat. Belum pernah aku melihat bolo dan kapak bekerja tanpa tangan, dan dia tidak pernah memberitahuku tentang kekuatannya.”
Tiba-tiba dia melihat suaminya melompat, dan, meraih sebuah bolo, dia memotong salah satu lengannya sendiri. Dia bangun dan duduk dan berkata:
Seseorang pasti melihatku, karena salah satu lenganku terpotong.
Ketika dia melihat istrinya, dia tahu bahwa dialah penyebab lengannya hilang, dan ketika mereka pulang bersama, dia berseru:
“Sekarang aku akan pergi. Lebih baik aku pergi ke langit di mana aku bisa memberi tanda pada orang-orang kapan waktunya untuk menanam; dan kamu harus pergi ke air dan menjadi ikan.”
Segera setelah itu dia pergi ke langit dan menjadi konstelasi Magbangal; dan sejak saat itu, ketika orang-orang melihat bintang-bintang ini muncul di langit, mereka tahu bahwa sudah waktunya untuk menanam padi.
[1] Magbangal: Senjata tajam menyerupai golok dalam bahasa Filipina