“Mahasiswa dari Papua di Singaraja baik-baik saja!” Begitu kata Lukas Norman Kbarek, mahasiswa asal Papua yang kuliah di Undiksha, Singaraja, lewat WA.
Saya memang sengaja nge-WA Lucas untuk dimintai tanggapan terhadap pernyataan Menteri Riset Tekhnologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir saat berkunjung ke Kampus Undiksha Singaraja, Selasa, 20 Agustus 2019.
Saat itu, Moh Nasir mengatakan Nasir meminta seluruh rektor di Indonesia, khususnya perguruan tinggi negeri, agar bertanggung jawab kepada mahasiswa Papua yang ada di kampusnya agar jangan sampai terjadi diskriminasi.
“Saya ingin menjamin mahasiswa Papua yang berada di luar Papua,” ujar Mohamad Nasir usai memberikan kuliah umum di hadapan mahasiswa baru pada penutupan Orientasi Kehidupan Kampus (OKK) di Undiksha.
Saat menghubungi Lucas lewat WA, Rabu 21 Agustus, ia sedang dalam perjalanan ke luar Bali. Saya sampaikan niat untuk wawancara terkait pernyataan Menristekdikti dan keberadaannya di Singaraja, khususnya di kampus Undiksha.
Ia mengatakan bahwa dia dan teman-temannya baik-baik saja di Singaraja. Ia meminta agar memberitakan hal-hal yang relevan sekaligus membuktikan bahwa mereka memang baik-baik saja dan tidak terjadi apa-apa. “Kami mohon dukungan supaya tindakan rasisme tidak terjadi lagi dan kondisi negara kembali kondisif karena kita semua satu,” kata Lucas.
Menurut Lucas, selama ini sikap koleganya di Buleleng terhadap ciri khas masyarakat Papua lebih banyak pada canda sebagai tanda keakraban. “Kalau mereka menertawakan kami karena karakter asli kita, kita tidak masalah, karena masyarakat Buleleng memiliki karakter tersendiri dalam pertemanan dan tanda keakraban,” katanya.
Lukas Norman Kbarek saat ini sedang menuntut ilmu hukum di semester 7 Undiksha. Ia juga merupakan koordinator mahasiswa penerima beasiswa Adik (Afirmasi Pendidikan Tinggi) Papua dan 3T (Terluar, Terdepan, Tertinggal ) Sulawesi Maluku Jawa Lampung NTB NTT.
Sebelumnya di kampus Undiksha, Menristekdikti Moh Nasir mengatakan, perguruan tinggi bertugas mencerdaskan dan menyiapkan anak-anak bangsa. Perguruan tinggi, menurut Nasir, juga berkewajiban menjaga dan merawat rasa kebangsaan sesama anak bangsa.“Saya berharap para rektor perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki mahasiswa Papua, baik dari Papua maupun Papua Barat, harus bertanggung jawab,” kata Nasir.
Jikalau sampai terjadi diskriminasi di perguruan tinggi, kata Nasir, maka rektornya dipanggil dan rektornya harus bertanggung jawab terhadap diskriminasi itu. “Jangan sampai perbedaan itu diperuncing,” kata Nasir.
Saat memberikan kuliah umum, Menristekdikti Mohamad Nasir juga menyampaikan apresiasi karena di Undiksha terdapat mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah. Tidak hanya kabupaten di Bali, namun juga dari luar daerah, seperti Jawa, NTB, NTT, Kalimantan, Sulwasesi, hingga Papua.
Menteri Mohamad Nasir mengatakan seluruh mahasiswa itu agar selalu menjaga persatuan. Bahkan hal itu menjadi sebuah kewajiban. Para generasi muda ini juga diminta untuk tidak terpropokasi terhadap persoalan yang terjadi di wilayah Jawa Timur yang melibatkan mahasiswa. “Harus ciptakan sebuah kebersamaan,” tegasnya.
Ia juga menegaskan, kondusifitas mahasiswa juga harus mendapatkan perhatian serius dari Rektor bersama jajarannya. Hal ini sudah sering ditegaskan. Jika terjadi gejolak, Rektor harus siap bertanggungjawab. “Rektor saya minta menjamin keamanan mahasiswa,” tegasnya.
Sebagai generasi penerus bangsa, ia meminta para mahasiswa untuk memegang teguh empat pilar kebangsaan. Yakni Pancasila, NKRI, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. “Ini harus selalu diingat,” pintanya.
Rektor Undiksha, Prof. Dr. I Nyoman Jampel, M.Pd. dimintai tanggapan terhadap pernyataan Menristek, Rabu (21/8) mengatakan, selama ini situasi di Undiksha sangat kondusif. Tidak ada gejolak sosial di tengah civitas akademika. Dalam hal ini, pihaknya juga terus menggaungkan falsafah Tri Hita Karana, yang salah satunya mengajak seluruh mahasiswa dan dosen tetap menjaga hubungan baik antarsesama, disamping dengan tuhan dan lingkungan. “Di Undiksha situasi benar-benar kondusif. Ini sebagai wujud implementasi Tri Hita Karana sudah berjalan baik. Falsafah ini sifatnya universal,” jelasnya.
Di Undiksha, lanjut Rektor, belum pernah ada perbuatan yang mengarah kepada diskrimnasi, apalagi sampai menyebabkan konflik SARA. Ini barangkali diilhami oleh visi Undiksha dengan falsafah Tri Hita Karana di mana di dalamnya terdapat kewajiban untuk menjaga hubungan baik antarmanusia. “Semua sivitas, yakni mahasiwa, dosen dan pegawai harus menjaga keserasian dan keharmonisan di lingkungan kampus,” katanya.
Sebagai bentuk tanggungjawab dan jaminan menjaga mahasiswa Papua di Undiksha, Rektor Jampel mengatakan, pada Rabu ini pihaknya sudah memerintahkan Wakil Rektor II Undiksha untuk bertemu dengan mahasiswa dari Papua sebagai bentuk perhatian kepada mahasiswa tersebut.
“Kami memberikan jaminan kepada mahasiswa untuk keselamatannya, bukan hanya di Undiksha saja, melainkan juga di Kabupaten Buleleng. Karena Polres Buleleng juga konsen dalam menjamin keselamatan mahasiswa Papua dan kami di Undiksha selalu bekerjasama dengan Polres,” katanya.
Sejauh ini, kata Jampel, setiap tahun Undiksha menerima 16 mahasiswa dari Papua dalam program beasiswa afirmasi. Jadi, selama empat tahun ini, terdapat sekitar 64 mahasiswa asal Papua di Undiksha, belum lagi ditambah mahasiswa yang masuk ke Undiksha melalui jalur SMPTN dan jalur lainnya. [T] [*] [ole}