JUMLAH karya seni yang dipamerkan, tidaklah terlalu banyak. Tetapi, karya seni itu menarik pengunjung. Selain idenya unik, makna dan pesan yang disampaikan begitu menyentuh. Para perupa muda ini memiliki daya kreatif tinggi, sehingga karya-karyanya sangat mimikat. Mereka awalnya diberikan tema terkait dengan kegiatan tersebut, lalu menuangkan ke dalam kanvas, foto dan lainnya.
Itulah gambaran pameran seni rupa dalam peluncuran fasilitas pengelolaan sampah organik berbasis Black Soldier Fly (BSF) oleh Yayasan Rumah Belajar Sampah (YRBS) di Kulidan Kitchen and Space, Gianyar, Bali, Jumat 8 Mei 2025. Pameran ini, bukan acara biasa, sebab karya-karya yang disajikan meramaikan serta sebagai bentuk edukasi kegiatan diskusi terkait manfaat Black Soldier Fly itu.
Karya lukisan itu telah dipajang lebih awal, sebelym acara diskusi dimulai. Maka, para pengunjung mulai mengintif karya-karya itu. Usai diskusi, para peserta kamudian diajak menyaksikan pameran seni sebagai bagian dari kampanye edukatif, pada acara peluncuran tersebut faslitas pengelolaan sampah itu.


Karya-karya yang dipamerkan dalam pameran seni ‘Daur Ulang, Jaga Bumi’ di Kulidan Kitchen and Space | Foto: Bud
Pameran seni ini bertajuk ‘Daur Ulang, Jaga Bumi’ yang menampilkan berbagai karya seni visual dari para seniman muda.
Pameran ini menjadi ruang ekspresi, sekaligus ajakan reflektif agar masyarakat terlibat aktif dalam menjaga bumi melalui gaya hidup dan praktik pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Felixrio Prabowo yang memamerkan karya fotografi yan mengedukasi. Sebagai fotogtrafer lepas, Felixrio banyak menemukan permasalahan sampah organic, entah sisa buah atau makanan di tengah masalah ekonomi ini.
“Setelah melihat maggot, saya ingat terjadi kebakaran di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung,” kata Felixrio mengenang prosesnya dalam berkarya.
Tumpukan sampah itu mengeluarkan gas etana yang terjebak lalu terkena sinar matahari, maka terhadi kebakaran. “Dengan waktu cepat, salah satu sampah organik juga diproduksi secara terus menerus, sehingga perlu sebuah solusi agar cepat terurai,” kata Felixrio.
Ayu Bindhu Dita Agustini menampilkan sebuah karya lukis dengan meminjam tema yang dituangkan ke dalam karya seni lukis. Karyanya yang berkurannya 50 x 60 di atas kanvas itu, menunjukan persepsi manfaat lalat itu. Lukisan ini menyampaikan, lalat sebagai pengurai sampah organic. “Saya menampilkan seorang anak perempuan, layaknya malaikat yang melepas lalat untuk ekosistem. Di sampingnya, ada bunga-bunga sebagai kebaikan lalat yang ditunjukkan dengan keindahan,” paparnya.

Ayu Bindhu, mahasiswa ISI Bali dan karyanya | Foto: Bud

Felixrio Prabowo, fotografer lepas | Foto: Bud
Sementara Dianita Rahimi Al Bayani menampilkan dua karya lukis yang juga mengeksplor tema tersebut dengan mengangkat buah di tempat sampah yang terkumpul. Buah-buahan itu penuh dengan lalat sebagai binatang yang dapat mengurai sampah tersebut. Buah-buah itu tidak lansung menumpuk menjadi sampah, melainkan diatur agar terlihat lebih indah. Dianita memakai warna buah sesuai aslinya, seperti pisang, pepaya, anggur, apel dan lainnya. “Warna buah itu, tentu dengan warna membusuk,” ucapnya.
Karya lukisannya itu berukuran 50 x 60. Pesan yang disampaikan adalah sampah organik untuk kepentingan pupuk tak harus dibuang. Lalu, ada ada banyak lalat sebagai sebuah proses pengurai buah-buahan yang busuk. “Lalat itu bertelur, lalu menjadi maggot mengurai sampah,” ucapnya.
Sedangkan Gilang Propagila merespon dengan karya poster dan zine, IGN A. Putra Wahyu S. dengan karya seni cukil, dan semua karya itu dikuratori I Komang Adhiartha. “Harapan dari karya ini untuk ikut mengkampanyekan menyuarakan bahwa banyak mahluk yang ikut serta dalam mengurai sampah dan dapat membantu kehidupan manusia khusus dalam permasalahan sampah,” kata Ketua YRBS, I Made Agung Eka Nugraha itu.
Peluncuran fasilitas pengelolaan sampah organik berbasis Black Soldier Fly (BSF) oleh Yayasan Rumah Belajar Sampah (YRBS) bukan acara biasa. Sebab, disamping melaksanakan diskusi terkait manfaat Black Soldier Fly, juga diisi dengan pameran seni rupa. Diskusi pada peluncuran fasilitas Black Soldier Fly melibatkan berbagai kalangan, mulai akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), anak-anak muda dan lainnya.

I Gn A Putra Wahyu S dengan karya cukil | Foto: Bud
Peraturan Bupati Gianyar Nomor 76 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Kearifan Lokal, masyarakat wajib menerapkan pengelolaan sampah berbasis sumber dan memilah sampah. Ini yang menjadi factor. “Melalui peraturan pemerintah daerah ini pengelolaan sampah organik khususnya dapat dioptimalkan, salah satunya lewat fasilitas BSF yang diharapkan dapat berkontribusi dalam penanganan sampah organic secara lokal,” imbuhnya.
Diskusi bertajuk ‘Black Soldier Fly dan Solusi Sampah Organik’ menghadirkan dua pembicara, yaitu Soma Roland, CEO dan Co-Founder Magi Farm dan Dr. Ida Ayu Rai Widhiawati, ST., MT. Koordinator Prodi Teknik Lingkungan Unud, serta dimoderatori oleh Ayu Daninda. “Fasilitas Black Soldier Fly merupakan bagian dari inisiatif proyek Nature’s Utilization for Recycling and Upcycling of Trash Efficiently (NURTURE) yang didanai sepenuhnya oleh Konsulat Jenderal Australia di Bali,” ungkap Agung Eka Nugraha.
Menurutnya, proyek NURTURE hadir sebagai respons terhadap meningkatnya tantangan pengelolaan sampah terutama di wilayah Kabupaten Gianyar, akibat tingginya volume sampah dari rumah tangga dan pariwisata. “Proyek NURTURE ini, mendukung upaya-upaya dari pemerintah daerah dalam menangani permasalahan sampah. Melalui proyek NURTURE, YRBS mendirikan fasilitas pengelolaan sampah organik di Desa Pupuan, Gianyar, Bali, dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat,” ujarnya.

Pengunjung pameran | Foto: Bud
Acara diskusi ini membahas secara mendalam tentang berbagai manfaat dan potensi teknologi BSF sebagai metode pengolahan limbah organik yang berkelanjutan, baik untuk wilayah perkotaan maupun pedesaan.
Manfaat Black Soldier Fly
Dalam diskusi itu, Soma Roland mengawali pemaparannya tentang Black Soldier Fly (BSF) dan maggot adalah dua istilah yang sering digunakan dalam konteks yang sama, yaitu pengolahan sampah organik dan penggunaan larva lalat sebagai sumber protein. Yayasan yang dikelolanya itu menggarap isu lingkungan dikaitkan dalam seni rupa, sehingga kegiatan ini diikuti dengan pameran poster dan zine, fotografi, dan seni cukil. Karya seni yang disajikan melalui kurasi, sehingga tema betul-betul terkait dengan pelucuran fasilitas sampah itu.
“Kami memakai media seni rupa dalam menanggulangi sampah, khususnya sampah dapur. Cara ini, mungkin akan sedikit agak takut, berbeda dengan menggunakan teba modern. Hal itu, tentu disesuaikan dengan jiwa dalam memakai teknik tata kelola sampah yang tepat,” paparnya.



Diskusi yang intensif | Foto: Bud
Kalau sampah canang dan busung (janur) itu lebih baik melakukan dengan teba modern. “Saat ini kami ingin mensosialisasikan penggunaan maggot dalam mengelola sampah organic, khususnya sampah sisa makanan,” imbuhnya.
Sementara Ida Ayu Rai Widhiawati memperkenalkan bank sampah yang dikelola di kampusnya Universitas Udayana (Unud). Ketika pengomposan dengan memanfaatkan blatung sama dengan maggot terasa geli-gelinyan, sehingga melakukan dengan sistem pengomposan dan biopori. Ukuran kedalaman jika memanfaatkan pengomposan teba modern. Lobang yang terlalu dalam tidak akan mendapat oksigen, sehingga lobang itu tidak lebih dari 2 meter. “Jika lebih dari 2 meter, tentu bakteri lain yang tumbuh,” jelasnya.
Peluncuran ini menjadi momen penting untuk memperkenalkan lebih luas tentang metode Black Soldier Fly dan memberikan dukungan bagi fasilitas atau infrastruktur serupa yang bergerak pada pengelolaan sampah organik inovatif. Hal ini dapat didorong lebih terintegrasi dalam kebijakan lokal, diperbanyak replikasinya, serta mendapatkan dukungan lintas sektor secara berkelanjutan. “Fasilitas Black Soldier Fly ini bukan hanya sebagai solusi teknis, tetapi juga ruang edukatif dan pengorganisasian warga untuk bersama-sama membangun solusi dari sumbernya,” tutupnya. [T]
Reporter/Penulis: Nyoman Budarsana
Editor: Adnyana Ole
- BACA JUGA