KEHADIRAN smart phone otomatis mengubah cara masyarakat dalam berkomunikasi. Dalam waktu begitu singkat, masyarakat dapat berkomunikasi menembus ruang dan waktu. Dengan kehadiran smart phone, masyarakat begitu mudah menginformasikan tentang sesuatu yang terkadang belum dipikirkan apa dampak dari informasi yang disebar melalui platform digital.
Kemudahan untuk merekam setiap kejadian akan menimbulkan kontroversi. Apa lagi dalam unggahan tersebut tidak diberi keterangan tentang kejadian itu. Dampak yang ditimbulkan tidak dipikirkan yang penting ada informasi yang dibagikan.
Yang sangat berpotensi menimbulkan kontroversi adalah unggahan tentang pelaksanaan upacara keagamaan. Ketika masyarakat mengikuti upacara keagamaan di pura, masyarakat begitu mudah merekam terutama ketika ada pemedek atau pemangku yang kerauhan. Konten seperti ini akan menimbulkan kontroversi apabila ditonton oleh umat lain. Apalagi orang yang kerauhan tersebut meneguk minuman keras. Bagi pemeluk Hindu Bali memahami rangkaian upacara tersebut tetapi tanggapan umat lain akan bisa berbeda.
Pemahaman yang dangkal terhadap esensi kerauhan akan berpotensi melecehkan kepercayaan umat Hindu. Jangankan bagi umat lain, di antara umat Hindu, kerauhan masih bersifat kontroversial. Ada yang percaya dan yang tidak. Sulit menjelaskan hal itu secara ilmiah karena kerauhan merupakan kepercayaan.
Beberapa waktu lalu ( persiapan pelaksanaan upacara Ida Bhatara Turun Kabeh) ada unggahan pemangku yang menaiki padma tiga di Penataran Agung Besakih untuk memasang wastra. Penggunggah tidak berpikir apa dampak dari unggahan itu. Pro dan kontra muncul atas unggahan itu.
Sayangnya, banyak masyarakat Hindu Bali yang terlalu cepat berkomentar tanpa memahami dengan baik konten tersebut. Yang penting komen tetapi tidak berusaha mencari informasi mengapa pemangku menaiki padma tiga. Tentu sebelum pemangku memasang wastra, sudah ada upacara yang dilakukan sehingga pemangku tidak akan ngeletehin padma tiga.
Masih berkaitan dengan pelaksanaan upacara Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih) viral pemedek yang berselisih paham dengan pecalang di Besakih. Unggahan ini juga menimbulkan kontroversi. Banyak umat Hindu Bali menghujat pemedek tersebut.
Kejadian ini tentu menodai kesucian pelaksanaan upacara Ida Bhatara Turun Kabeh. Unggahan tersebut tidak hanya ditonton oleh umat Hindu, juga ditonton oleh umat lain. Hal ini tentu bisa menimbulkan persepsi negatif dari umat lain. Yang tercoreng adalah umat Hindu sendiri.
Apa yang seharusnya dilakukan sebelum menggunggah konten ke platform digital? Pahami dan cermati apakah konten tersebut berpotensi menimbulkan kontroversi yang mengakibatkan persepsi negatif tentang umat Hindu. Perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat melalui media sosial tentang etika dalam bermedia sosial.
Hal ini penting dilakukan untuk memberi pendidikan kepada masyarakat agar dalam bermedia sosial sehingga masyarakat melek dalam bermedia sosial. Kecerdasan dan etika dalam bermedia sosial sangat dibutuhkan. Jangan hanya berpikir unggahannya viral tanpa memikirkan apa dampak negatif dari unggahan tersebut. Mari bijak dalam bermedia sosial, beri informasi yang jelas sehingga unggahannya tidak mengundang kontroversi. [T]
Penulis: Suar Adnyana
Editor: Adnyana Ole
Baca artikel lain dari penulisSUAR ADNYANA