30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Doa Kembang Turi | Cerpen Heri Haliling

Heri HalilingbyHeri Haliling
March 22, 2025
inCerpen
Doa Kembang Turi | Cerpen Heri Haliling

Ilustrasi tatkala.co | Rusdy

SEBAGAI anak tunggal  yang dimanjakan, keluhan macam apa yang pantas keluar dari mulutku? Kedua orang tuaku seorang Pegawai Negeri Sipil. Rincinya begini, ayah seorang koas di rumah sakit dan ibuku seorang guru. Jadi jangan tanyakan tentang kekurangan untukku. Aku dilahirkan dengan kesempurnaan. Limpahan kasih sayang memelukku setiap hari melalui ciuman dan belaian orang tuaku. Setidaknya hal itu yang berusaha ku pegang sampai usiaku 10 tahun ini.

Kenalkan, namaku Satria Firdaus. Aku lelaki penyandang cerebral palsy. Sejak usia dua tahun sampai sekarang kebanyakan aktivitas  terselesaikan di atas kursi roda ini. Ibuku sering bilang bahwa aku anak istimewa. Matanya yang bersinar dengan riak air itu berbicara sebagai ekspresi haru karena bahagia. Manakala pesan-pesan mutiara itu membiusku dalam rasa tenang, hanya gumam-gumam balasan dariku yang mampu ibu dengar. Ini karena aku penderita lumpuh otak. Meski begitu suara ini terlukis dari apa yang selama ini mereka dan dunia tidak ketahui.

Satu momentum waktu itu yang kuingat, dalam ketiadaan saat ibu bermunajat kepada Tuhan; aku perhatikan beliau tampak khusyu meminta kesembuhanku. Ini terjadi saat usiaku beranjak 5 tahun dan tubuhku sering merasakan apa yang disebut epilepsi dan sensasi nyeri dalam bergerak.

Kata dokter Hamzah, kelemahan semua otot dan sensor yang ku miliki ini memang tidak begitu terlihat saat lahir. Semua normal dengan segala keterlambatan yang cenderung terjadi pada bayi-bayi lainnya. Dokter Hamzah memberitahukan sifat alami hal ini terjadi adalah faktor kesehatan ibu yang menurun saat mengandungku. Ibu mengakui bahwa kala kehamilannya memasuki 8 bulan, sebuah penyakit bronkitis menderanya.

Derit pintu berbunyi. Ibu sadar aku mengganggu. Aku berulang kali meminta maaf dengan menunduk. Sungguh aku pun berusaha menyapu air liur yang berjatuhan di pahaku. Tapi tak bisa. Aku juga berusaha mundur dengan memainkan jariku di atas roda. Memang susah. Tapi aku berkeinginan untuk itu.

Ibu memburu  cepat  sambil mengusap matanya. Dengan gemetar dan tersenyum pelukan itu membalutku.

“Satria, mengapa kamu murung? Ibu tidak sedih, Nak. Kau istimewa, Satria. Tuhan akan berkasih untuk kita.”

Ibu seolah ahli nujum saja. Beliau pasti tahu tentang ekspresiku. Memang begitulah yang selalu ditanamkan ibu kepadaku.

Ayah? Dialah tameng terkuatku untuk menghadapi apa itu dunia. Semua orang di taman sering sekali ku saksikan memandangku dengan aneh. Ayah yang mengajakku melihat warna dunia lantas akan melakukan semacam upaya. Bagi ayah mungkin itu rahasia. Tapi sekali lagi ku tegaskan, aku adalah roh normal dalam jasad istimewa. Aku mampu berpikir dan berbicara dalam cara yang mereka dan dunia ini tak ketahui. Aku sadar ayah bertindak keras untuk orang-orang itu. Usai dari sana, ayah akan bilang “Semua orang mencintaimu. Hanya terkadang mereka tak pandai untuk menunjukkannya.”

Tentang terapi, sampai sekarang aku masih melakukannya. Mulai dari fisioterapi, okupasi, wicara, hingga rekreasi kedua orang tuaku itulah pendampingku. Kasih sayang mereka seurat sedarah.

Proses panjang dan bertahun-tahun membuahkan perubahan walau tak signifikan. Beberapa kata dan gerak aku bisa suarakan meski masih bias. Hanya epilepsi dan nyeri otot itu yang sampai sekarang masih melekat dan sering kumat.

Ayaku yang bekerja di lingkungan rumah sakit pernah mendiskusikan secara intens tentang ini. Aku waktu itu tentu sibuk bermain menyusun lego di sofa. Kadang juga bermain dengan Coco, kucing anggoraku yang manja.

“Dokter Hamzah pagi tadi tiba-tiba memintaku ke ruangannya.”

“Untuk apa?”

Ayah membenarkan sikapnya bersila.

“Tentang Satria. Kejang dan nyeri akan ada dan menganggunya terus. Seharusnya obat-obatan relaksan seperti botox, baclofen, tizanidine, diazepam atau dantrolene bisa bekerja sebagai injeksi peregangan otot. Tapi memang belum cukup ampuh dan permanen. Dokter Hamzah bercerita tentang sebuah penilitian yang dilakukan oleh 17 ilmuan dunia tentang manfaat tanaman canabis sativa khususnya untuk penderita celebral palsy. Tanaman yang diolah dengan metode penyulingan atau destilasi itu terbukti mujarab.”

Mendengar itu kontan mata ibu berbinar cerah.

“Bagus. Segera saja kita pesan obat itu.”

Ayah mengangguk. Tapi sebagaimana dugaanku dan ibu, aura kecemasan menggantung di antara alisnya.

“Ada apa?”

Ayah mengangkat wajahnya.

“Obat itu tak tersedia di sini.”

“Tak apa, suamiku. Meskipun impor, kita akan kejar.”

Brak!!!

Aku terjatuh dari sofa lantaran semua otot tubuhku terasa kaku tanpa kontrol. Tuhan, sekarang nyeri itu kembali. Aku kejang di lantai sambil meraung sejadi-jadinya. Apakah sekarang saatnya kau mengasihiku, Tuhan?

Tak ayal ayah dan ibu bergegas memburuku. Segala etanol dan saleb segera dibalurkan ke tubuhku. Wajah mereka seperti biasa cemas dan gelisah. Duka yang selalu mereka tutupkan. Aku digelayuti perasaan beban. Tapi aku tak mau kecewakan karena ini janjiku. Aku yang dirajam nyeri terus tanpa kontrol selama beberapa menit pada akhirnya perlahan pulih kembali.

Peluh membanjiri semuanya. Dengan dipangku sebuah sapuan lembut menyeka keringat panas itu. Sekarang mereka ku lihat stabil. Ayah menghela napas. Ku amati tarikannya begitu kuat seolah berton-ton beban berusaha ia keluarkan. Merasa yakin, ayah menyambung kembali.

“Tanaman canavis sativa itu ganja, istriku.”

*

 Iman ibuku berputar 180 derajat. Pribadinya yang taat ku rasa mulai gamang dengan hal apapun yang berbau pemulihan. Ini karena kambuhku yang tambah akut dan mengkhawatirkan.  Bayangkan saja, masa ini kejangku semakin hebat dan  sekarang ada variasi muntahnya. Faktanya sekuat apa yang mereka benamkan dalam prinsipku, kecemasan tak mau sirna dalam roman wajahnya.

Bulan demi bulan berlalu menjadi sebuah perburuan. Ibuku rela merogoh kocek besar untuk benda itu yang dia mohonkan dalam bentuk tulisan besar yang setiap minggu dia kalungkan di taman kota. Tulisan itu berisi permintaannya bahkan pada Presiden untuk legalkan ganja medis bagi penderita cereblal palsy. Aku ikut hadir di sana sebagai saksi lunasnya bakti ibu pada titipan Tuhannya.

Di sisi lain e–mail terus ayah kirim kepada komunitas apapun yang berbau medis untuk meminta dukungan dan saran agar benda itu bisa hadir. Ayah bahkan rela kena SP karena nekad masuk dalam sebuah rapat pertemuan dokter di rumah sakit tempatnya bekerja. Kupikir, ayah yang paling gencar tentang ini. Sekarang tak ada dalam matanya sebuah ketundukan. Dalam kondisiku yang kian mengerang karena pembersihan ini, ayah kian merajalela. Ayah yang mendapati respon tunggu dalam ketidakpastiannya mulai bermain dalam darkweeb. Situs perdagangan terlarang ia kunjungi. Semua itu membuahkan hasil.

Entah bagaimana benda haram itu sampai ke tangan ayah. Melalui penghambaan atas sebuah nurani, ayah berhasil mendesak dokter Hamzah untuk terlibat. Beliaulah yang meramu tanaman terlarang itu menjadi obat tetes dan juga minyak urut.

Perkembangan tubuhku ke arah signifikan saat menjalankan terapi ini. Aku mulai jarang epilepsi dan tak merasakan nyeri.

Dua malaikat itu mengurai senyum yang maha dahsyat melihat perkembangan pesatku. Aku perlahan mulai merambat. Lidahku juga tak kelu dan mulailah aku berkata pelan seyogyanya manusia.

Mereka berdua memelukku dengan erat. Hanya memang kejadian ini tak berlangsung lama. Efek tentu ada apalagi dari sebuah zat candu. Tubuhku mulai merespon terus. Memaksa gerakan yang pada titik sakau jika tak terpenuhi. Ayah yang mengetahui kemungkin ini dari dokter Hamzah tak ada cara selain menuruti kemauanku. Lalu petaka itu muncul. Bagaimanapun rapatnya menyimpan bangkai tentu aromanya bakal tercium juga. Itulah yang terjadi kepada ayah.

Sebuah mobil xenia hitam bertamu dengan mengesampingkan etika serta kesopanan. Pintu didobrak dan ayah yang waktu itu membawa paket segera dijegal serta dipiting. Ayah berontak hebat. Ibu yang melihat segera mengesampingkan aku yang sedang disuapinya.

“Ibu kami mohon kerjasamanya. Semua bisa diselesaikan dengan musyawarah di kantor nanti” kata seorang pria gondrong yang berperawakan tegap.

Tentunya bujukan itu hanya sebatas angin lalu. Semakin ayah meronta dan berkelit, semakin cadas pula raungan dan permohonan ampun dari ibu. Menyaksikan kekacauan di depan mata itu tentu membuatku ketakutan setengah mati. Aku meraung memberontak. Pikiranku sadar bahwa keluargaku dalam masalah. Sungguh anak siapa saja yang akan merelakan ayahnya digelandang dengan sematan tahanan begitu. Dengan berat aku menyeru “Baa..pak!! Baa..,pak!!”.

Ibu merangkulku dengan degup jantung gelisah. Sementara angin malam membiaskan cahaya lampu pada seutas senyum ayah yang pamit dan sirna dalam kegelapan.

Sidang berlalu dengan perasaan hancur. Meski dengan bantuan pengacara dan beberapa saksi termasuk dokter Hamzah tentang kepemilikan dan fungsi ganja itu, putusan hakim  tak mau toleransi dan memvonis ayah bersalah dengan hukuman 15 tahun.

Tak ayal ujung dari ujian ini adalah keterpurukan. Sekarang setegar apa ibu. Selain aku yang harus mendapatkan terapi ganja medis, beliau juga didera banyak permasalahan. Hutang bank menumpuk dan ibu harus menjadi tulang punggung. Kerabat? Sudahlah. Memang seramah apa kota terkait biaya keluarga?

*

Waktu demi waktu berjalan dengan senyum ibu yang kian kuyu. Aku dipeluk dan dicium dengan mata yang rebang. Aku sadar itu semua ialah luka yang menjalarinya.

Pada usiaku yang hampir genap 13 tahun sekarang, kondisi ibu makin memprihatinkan. Ibu mulai batuk-batuk karena kelelahan. Bronkitis? Mungkin itu kambuh lagi. Matanya cekung pertanda dirinya telah sampai pada batas. Sementara doa demi doa setiap malam tetap rutin ibu panjatkan dengan linangan. Jujur hatiku remuk menyaksikan itu. Manakala semua bertambah keruh, satu malam aku dapati ibu yang ambruk dalam sejadahnya. Aku segera memutar roda sebisanya. Setelah dekat, dengan tekad kuat aku dorong tubuh lumpuhku ini.

Kupeluk ibu dalam ketidakmampuanku. Beliau tersenyum sambil menyeka mulutnya yang tampak pucat. Batuk terus meledak dan ibu menutupnya dengan tangan. Kusaksikan cairan merah menempel pada tapak tangannya. Lebih mengejutkan lagi ternyata bercak merah kering telah ada di sejadahnya. Entah kapan semua ini terjadi. Aku bicara padanya dengan teriakan ketakutan dan meminta pertolongan. Tapi upaya apa yang berarti dari orang sepertiku.

Tiba-tiba tubuh ibu perlahan bangun. Entah bagaimana tenaga itu seperti menyusupi setiap otot dalam tubuhnya. Sedikit tersengal, ibu bisa duduk dan memangkuku.

“Semua atas jalan yang dipilihkannya. Satria, maafkan ibu yang ringkih ini. Tapi sungguh ibu akan selalu ada di sampingmu. Tak peduli bagaimana caranya.”

Aku menyunduli dada ibu dengan tangan yang seusahanya meremat mukenanya. Aku berikan kode dengan memajukan dagu ke arah sejadah. Aku berharap mukzizat Tuhan untuk sampaikan pesanku ini. Sungguh tak bisa dirincikan tentang pertalian yang bagaimana. Ibu memahami maksudku. Beliau lalu mengelus rambutku.

“Satria. Permohonanku sekarang kepada Tuhan bukan tentang kesembuhanmu lagi,” kata ibu sambil menempelkan pipinya di kepalaku. Beliau menggoyangkan aku ke kanan dan ke kiri.

Ibu lalu kembali terisak. “Tuhan, jikalau kesembuhan bukan dari kehendak jalanmu atas kehidupan keluargaku, maka jangan biarkan engkau ambil aku sebelum putraku.”

Mendengar itu aku tersenyum dan membalas pelukan ibu. Air mataku jatuh atas semua perjuangan dan kasih sayang kedua malaikat ini. Semua ku nilai dengan impas dan lunas. Terima kasih, Bu. [T]

Penulis: Heri Haliling
Editor: Adnyana Ole

  • KLIKuntukBACAcerpen lain
Seharusnya Mati | Cerpen Hilmi Baskoro
Bujuk | Cerpen Khairul A. El Maliky
Buket Mawar Merah | Cerpen Yuditeha
Go-Sex | Cerpen Sonhaji Abdullah
Tags: Cerpen
Previous Post

Puisi-puisi Wahyu Mahaputra | Singaraja yang Hujan

Next Post

Ogoh-Ogoh, Nyepi, dan Idulfitri

Heri Haliling

Heri Haliling

Heri Haliling merupakan nama pena dari Heri Surahman. Pria kelahiran Kapuas, 17 Agustus 1990 itu adalah seorang guru di SMAN 2 Jorong di Kalimantan Selatan. Selain mengajar, Heri Haliling juga aktif sebagai penulis. Dia sudah menerbitkan sejumlah novel, novelet dan cerpen yang dimuat di berbagai media.

Next Post
Ogoh-Ogoh, Nyepi, dan Idulfitri 

Ogoh-Ogoh, Nyepi, dan Idulfitri

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co