6 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Putrajaya, Kota Pemerintahan Malaysia yang Tenang

Gede Maha PutrabyGede Maha Putra
March 2, 2025
inTualang
Putrajaya, Kota Pemerintahan Malaysia yang Tenang

Gedung-gedung di Putrajaya dengan bagian atas perkantoran atau hotel dan bagian bawahnya fasilitas komersial

APA yang kita definisikan sebagai sebuah kota? Atau, kalau kita ganti pertanyaannya menjadi lebih sederhana, apa yang membuat sebuah kota adalah kota?

Imaji-imaji kita tentang kota diisi dengan keramaian, aktivitas beragam, kendaraan yang lalu diasosiasikan dengan kemacetan. Selain kemacetan, masalah perkotaan yang terbayang adalah juga banjir, angka kriminalitas yang tiggi, kesenjangan ekonomi serta hal lainnya. Meskipun ada banyak persoalan, tetapi tidak bisa kita pungkiri bahwa kota adalah mesin pertumbuhan dunia.

Kota adalah tempat dimana ekonomi berpacu cepat, pendidikan yang baik tersedia, komoditas hasil alam dan industri diperdagangkan, ide-ide diadu satu sama lain dan diwujudkan dalam berbagai bentuk.

Kota membutuhkan heterogenitas penduduk, ide, kondisi sosial dan juga budaya agar terjadi percikan-percikan aktivitas tadi. Segala jenis aktivitas yang memberi nilai positif bagi kemajuan kita sebagai manusia tersebut membutuhkan fasilitas. Untuk menyediakan fasilitas terebut, kita menbutuhkan pemerintahan kota. Pemerintahan kota yang baik akan membuat kota menjadi produktif dan terhindar dari berbagai masalah.

Sebagian besar kota memiliki sejarah panjang berakar pada masa tradisional. Di kawasan Asia Tenggara, ada dua tipe kota tradisional yaitu kota yang lokasinya di pedalaman dan yang ada di daerah pesisir. Keduanya memiliki karakter yang sangat berbeda.

Kota-kota di pedalaman umumnya memiliki sifat relijius dengan wujud fisik pusat kerajaan yang ditata berdasarkan atas asas-asas kosmologis yang dipercaya oleh pemimpin dan rakyatnya. Penduduknya bekerja sebagai petani.

Berlawanan, kota di kawasan pesisir, yang umumnya tumbuh di sekitar pelabuhan, memiliki sifat yang lebih pragmatis. Para penghuninya menata kawasan dengan prinsip-prinsip kepraktisan untuk mendukung sistem ekonomi perdagangan antar pulau yang merupakan aktivitas ekonomi utamanya. Penghuni kota pesisir biasanya sangat heterogen, terdiri atas pedagang dari pulau-pulau berbeda namun memiliki kepentingan yang sama untuk melakukan transaksi. Akibatnya, pasar dan pelabuhan adalah pusat dari segala aktivitas penduduknya. Di masa sebelum adanya bandar udara, kota-kota pelabuhan adalah mesin-mesin pertumbuhan ekonomi wilayah Nusantara.

Gedung-gedung di Putrajaya dengan bagian atas perkantoran atau hotel dan bagian bawahnya fasilitas komersial | Foto: Gede Maha Putra

Saat ini, ada pula kota-kota yang dibangun dari awal, tidak memiliki akar tradisi, dan ditujukan untuk satu fungsi tertentu saja. Salah satunya adalah Kota Putrajaya di Malaysia. Kota ini dibuat sebagai pusat pemerintahan bagi negeri jiran tersebut pada masa pemerintahan Mahathir Muhammad di tahun 1995. Sang Perdana Menteri berfikir bahwa Kuala Lumpur sudah terlalu sesak sehingga berinisiatif untuk memindahkan pusat pemerintahan ke lokasi yang baru. Jadilah Putrajaya sebagai kota dengan fungsi utama yang homogen, tunggal, yaitu pusat pemerintahan.

Secara fisik, kota ini dibangun dengan perencanaan yang baik. Kondisi lahan yang tidak rata dimanfaatkan sebagai mekanisme penanggulangan banjir. Wilayah-wilayah yang rendah dibiarkan sebagai ruang terbuka sementara bangunan-bangunan ditempatkan di daerah yang lebih tinggi. Secara ekonomi, penataan ini juga menghemat biaya karena tidak dibutuhkan biaya pematangan lahan yang banyak. Strategi serupa juga sebenarnya bisa kita jumpai pada permukiman-permukiman tradisional kita.

Wilayah kota yang luas dibagi menjadi beberapa klaster untuk memudahkan penataan. Klaster-klaster tersebut dibuat mengikuti permukaan lahan sehingga, jika dilihat dari atas, membentuk pola-pola permukiman yang tidak kaku melainkan meliuk-meliuk.

Segala bangunan harus dibuat sesuai dengan perencanaan yang sudah ditetapkan. Perkantoran pemerintah menjadi fasilitas utama karena memang itulah tujuan utamanya. Tidak ada bangunan liar apalagi bedeng-bedeng atau emperan yang bisa membuat citra visual kota menjadi kotor di mata pemerintah.

Taman-taman luas adalah hal lumrah di kota Putrajaya | Foto: Gede Maha Putra

Gedung-gedung perkantoran dibuat menjulang tinggi. Bagian bawah gedung dimanfaatkan sebagai area komersial tempat para pegawainya bisa makan siang, ngopi, membeli kudapan dan lain-lain saat jam istirahat. Fasilitas komersial lain yang ada di lantai bawah setiap gedung adalah supermarket tempat berjualan bahan makanan mentah: daging, sayur mayur dan buah-buahan termasuk berbagai jenis bumbu-bumbu dapur.

Sebelum pulang, para pekerja bisa mampir untuk membeli keperluan dan bahan makanan untuk makan malam. Dengan begitu, seorang pegawai tidak perlu pergi melintas Gedung untuk memenuhi kebutuhan, ini menghemat pergerakan dan penggunaan mobil. Jadilah gedung-gedung mandiri, yang memenuhi segala kebutuhan penghuninya.

Meski demikian, tetap terdapat pusat perbelanjaan atau mall yang menjual keperluan-keperluan lain seperti pakaian, buku, mainan anak dan seterusnya di Gedung yang berbeda.

Sebagai kota baru yang terencana, Putrajaya memikirkan kebutuhan ruang terbuka dengan baik. Berbeda dengan kota lama yang sudah terlanjur sesak, para perencana kota ini memiliki keleluasaan karena asal wilayah ini adalah hutan dan sebagian bekas tambang. Saya membayangkan para perencana berwajah cerah menggoreskan pensilnya di atas kertas kosong. Taman-taman botani luas menjadi elemen lansekap utama bersama dengan hutan-hutan yang masih alami. Di atas taman-taman tersebut disediakan arena bermain anak, camping ground dan sesekali bisa digunakan sebagai tempat penyelenggaraan event besar seperti konser musik, festival kuliner, atau berbagai macam lomba.

Jalur pejalan kaki yang nyaman terpisah tegas dari jalur mobil | Foto: Gede Maha Putra

Selain dalam bentuk taman, ruang terbuka hijau yang lebar juga menjadi elemen jalan yang melindungi pejalan kaki dari panas terik. Selama tiga hari ada di kota ini, saya mencoba berjalan kaki setiap hari menikmati ‚kemewahan‘ lebarnya jalur yang disediakan bagi mereka yang tidak menggunakan kendaraan bermotor ini. Jalur ini juga bisa dipakai oleh pengguna sepeda gayung. Tempat-tempat istirahat disediakan dalam interval tertentu. Tanaman-tanaman yang meneduhi jalur ini beserta rumput yang ada di bawahnya nampaknya dipelihara dengan baik dengan pemotongan secara berkala.

Bukan hanya jalur pejalan kaki dan sepedanya, jalan rayanyapun dibuat lebar. Bundaran-bundaran ditata sebagai alat untuk mengatur arus lalu-lintas sehingga tidak hanya bergantung pada lampu pengatur. “Ini kota yang sangat bagus,“ ujar sopir taksi yang mengantarkan saya dari bandara menuju ke kota.

“Pemerintah kami sudah lama memikirkan hal ini, sejak tahun 1995. Sekarang kita melihat hasilnya,“ ujarnya lagi dengan raut muka bangga saat mobil yang kami tumpangi melaju di atas aspal mulus.

Di dalam hati saya mengamini apa yang diucapkan si Bapak itu. Memanglah tidak ada kendaraan yang parkir sembarangan karena tempat-tempat parkir tersedia luas. Jalanan menjadi terlihat rapi ditambah kerindangan pohon di tepiannya. Tidak ada papan reklame atau videotron yang menyilaukan pengendara. Semua system penanda jalan dibuat seragam, rapi dan kelimis. Bahkan tiang-tiang untuk menempatkan bendera untuk perayaan hari kemerdekaanpun sudah dirancang penempatannya.

Ini kota yang sangat tertib dan terencana. Tidak ada pelanggaran tata ruang di sini.

Suasana kota sepi di siang hari karena semua penduduknya ada di dalam gedung perkantoran | Foto: Gede Maha Putra

Kebersihan kota ini menjadi satu nilai lebih yang patut mendapatkan pujian. Pagi hari, dari luar jendela kamar tempat menginap terdengar suara kendaraan yang menyapu jalanan. Debu-debunyapun tidak banyak karena hampir seluruh permukaan tanah yang tidak diperkeras ditanami rumput. Para pemelihara taman menjadi pahlawan utama atas kebersihan hal ini mengingat banyaknya pohon yang pasti menjatuhkan banyak daun. Daun-daun pohon tersebut kembali ditempatkan di bawah masing-masing pohon agar menjadi kompos.

Kesan awal tentang kota tersebut yang cukup positif perlahan berubah. Di hari kedua saya mulai merasakan kalau kota ini sedikit berbeda dengan jmajinasi kita tentang kota. Ia terlalu sepi. Tidak banyak orang lalu-lalang. Jangan tanyakan pedagang kaki limanya, tidak ada. Saya menduga-duga jika ada hal lain yang menyebabkan tidak banyaknya orang dan aktivitas jalanan yang berlangsung. Tadinya saya berfikir jika penduduknya yang sebagian besar adalah pegawai pemerintah membuat kota ini terlalu homogen adalah penyebabnya. Iya, itu satu penyebab, kota yang terlalu homogen akan kesulitan menciptakan kehidupan yang beragam. Tidak terjadi interaksi dari ide yang berbeda, semua punya pemikiran dan penghidupan yang seragam.

Ada kemungkinan lain yaitu persoalan desain. Ketertiban yang berada di titik terbaiknya disini membuat perilaku masyarakatnya juga terpengaruh.

”Why are you here? This city is so boring!“ Seorang kawan arsitek senior berkata demikian.

“What do you mean?”  tanya saya. Rupanya dia tidak menyukai kondisi di mana tidak ada kehidupan malam yang hidup. Tidak ada club hanya restaurant keluarga. Tidak ada yang menjual aneka minuman tetapi teh Tarik dan kopi. Kawan saya itu, yang bukan pegawai pemerintah, tentu saja mengontraskan kondisi kota ini dengan kota yang ada di imajinasinya. Penduduknya sangat tertib.

Ketertiban ini, bisa jadi, juga disebabkan oleh desain gedung yang dirancang efisien dengan fasilitas lengkap sehingga orang enggan berpindah tempat. Begitu keluar dari ruangan tempat kerja, mereka menyelesaiakn segala kebutuhan di lantai dasar lalu pulang ke rumah. Tempat bekerja dan tempat tinggal menjadi dua tempat yang ada penghuninya. Tempat-tempat ketiganya? Taman-tamannya? Bahkan mall-mall nya? Sepi.

Klusterisasi yang rigid, memisahkan tempat kerja dan tempat tinggal, juga menciptakan Kawasan-kawasan heterogen. Kawasan-kawasan perkantoran akan sangat sepi di sore dan malam hari sementara kawasan permukiman memiliki kondisi sebaliknya, sepi di siang hari karena penghuninya bekerja atau bersekolah. Jarak antar klaster yang cukup jauh bisa juga menjadi masalah. Di sini, skala kekompakan kota tidak terjadi. Meskipun penduduk mampu memenuhi semua kebutuhan hidupnya bahkan tanpa berpindah gedung.

Pusat permukiman, ramai di sore hari sehabis jam kerja | Foto: Gede Maha Putra

Saya merasa sedikit terasing saat merayapi jalan setapak lebar yang sepi. Bahkan, selama tiga hari menyusuri jalan-jalan tersebut, cukup jarang dan hampir tidak bertemu orang lain. Barulah di klaster pemukiman ada sedikit kehidupan. Di wilayah ini terdapat kedai-kedai makan dan beberapa toko keperluan sehari-hari. Di sini kehidupan terasa lebih berdenyut. Tetapi, tetap saja rasanya kurang. Mungkin karena imajinasi saya tentang kota sedikit kontras dengan kondisi di Putrajaya ini, sama seperti kawan tadi.

Di Putrajaya memang tidak ada banjir. Angka kriminalitas juga sangat rendah. Jalanan macet hanya sebentar saja, bahkan di akhir pekan, kata sopir taksi yang mengantar saya balik ke bandar udara, jalanan sangat sepi. Banjir tidak mungkin terjadi disini. Tetapi rasanya, entah mengapa, agak hambar di hati. Ini mungkin kota yang secara fisik sangat nyaman, tetapi kadang kota membutuhkan pedagang kaki lima. Penduduknya butuh makan di emperan, atau setidaknya jalanannya yang agak ramai. Keramaian ini adalah tontonan tersendiri di sebuah kota. Tontonan itulah yang tidak saya jumpai di Putrajaya yang tenang. Di Putrajaya, imajinasi kita tentang kota bisa berubah. Kota ternyata bukan hanya soal fisik, tetapi juga rasa, sense dan feeling, juga soal imajinasi. [T] KLIA 27/2/2025

Penulis: Gede Maha Putra
Editor: Adnyana Ole

BACA artikel tentang ARSITEKTUR atau artikel lain dari penulis GEDE MAHA PUTRA

Meningkatnya Individualism yang Mengalahkan Nilai Komunalisme Arsitektur di Bali Hari Ini
Meramal Wujud Arsitektur di Bali pada Masa yang Akan Datang
Menyaksikan Wujud Neoliberalisme Ekonomi melalui Perkembangan Arsitektur di Bali: Sebuah Autokritik
Arsitektur Regeneratif dan Pembangunan Kapitalistik : Menuliskan Bali dan Arsitektur Desa Potato Seminyak
Tags: arsitekturKotaKuala LumpurMalaysiaPutrajaya
Previous Post

Komang Yasa, Setia Pada Zaman, Setia Merawat Peradaban Dokar di Singaraja

Next Post

Peranakan Cina : Mereka yang Bermukim di Perbatasan Kerajaan-Kerajaan Bali

Gede Maha Putra

Gede Maha Putra

Dosen arsitektur di Universitas Warmadewa

Next Post
Perayaan Imlek di Klenteng Ling Gwan Kiong: Kelincahan Barongsai, Sukacita Warga Singaraja

Peranakan Cina : Mereka yang Bermukim di Perbatasan Kerajaan-Kerajaan Bali

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Covid-19 dalam Alam Pikir Religi Nusantara – Catatan Harian Sugi Lanus

    Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ini Sumbangan Ketut Bimbo pada Bahasa Bali | Ada 19 Paribasa Bali dalam Album “Mebalih Wayang”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tidak Ada Definisi untuk Anak Pertama Saya

by Dewa Rhadea
June 4, 2025
0
Tawuran SD dan Gagalnya Pendidikan Holistik: Cermin Retak Indonesia Emas 2045

KADANG saya mencoba menjelaskan kepada orang-orang seperti apa anak pertama saya. Tapi jujur saja, saya tidak tahu bagaimana harus mendefinisikannya....

Read more

The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

by Wulan Dewi Saraswati
June 4, 2025
0
The Voices After Cak!: Keriuhan di Balik-balik Tubuh yang Diguncang

MALAM di taman kuliner Ubud Food Festival sangat menggiurkan. Beberapa orang sudah siap duduk di deretan kursi depan, dan beberapa...

Read more

Susu dan Tinggi Badan Anak

by Gede Eka Subiarta
June 3, 2025
0
Puasa Sehat Ramadan: Menu Apa yang Sebaiknya Dipilih Saat Sahur dan Berbuka?

KALSIUM merupakan mineral utama yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang kita, tepatnya untuk pertumbuhan tinggi badan. Kandungan kalsium tertinggi ada pada...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

Gede Anta Wakili Indonesia dalam “International Visitor Leadership Program” di AS

June 5, 2025
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Abraham dan Cerita Sebotol Lion Brewery di Ubud Food Festival 2025

IA bukan Abraham Lincoln, tapi Abraham dari Lionbrew. Bedanya, yang ini tak memberi pidato, tapi sloki bir. Dan panggungnya bukan...

by Dede Putra Wiguna
June 6, 2025
Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali
Khas

Buku “Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali” Memperkaya Perspektif Kajian Sastra di Bali

BUKU Identitas Lintas Budaya: Jejak Jepang dalam Teks Sastrawan Bali karya Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt., memperkaya perspektif kajian sastra,...

by tatkala
June 5, 2025
Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas
Khas

Sederhana, Haru dan Bahagia di SMPN 2 Sawan: Pelepasan Siswa, Guru Purnabakti dan Pindah Tugas

“Kami tahu, tak ada kata maaf yang bisa menghapus kesalahan kami, tak ada air mata yang bisa membasuh keburukan kami,...

by Komang Sujana
June 5, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [18]: Bau Gosong di “Pantry” Fakultas

June 5, 2025
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co