SORE sedikit mendung, udara di kebun melon yang berukuran 20 are (200m2) itu, pemandangan melon matang genit menggoda. Nama kebun itu Nik Okoh Farm, letaknya di perum Griya Pemaron Blok C, Desa Pemaron, Buleleng, Bali.
Di sana, sekitar 3000 tanaman melon telah ditanam. Bibit melon didatangkan langsung dari Thailand, terutama untuk variates melon Sweetnet dan Sweet Lavender.
Januari, awal tahun 2025 ini, sekitar ratusan melon sudah siap panen. “Sekali panen pohon langsung cabut, media dibalik dan diseterilkan terus tanam yang baru,” kata Dasrini, pengelola Nik Okoh Farm, Senin, 20 Januari 2024.
Melon-melon itu bergelantungan dengan baris yang rapi. Perempuan itu memperkenalkan hasil tanamnya yang sudah berbuah di sana. Ia masuk ke dalam kebun. Rasa manis yang legit—menguar di dalam kebun yang dikurung bambu dan jaring.
Dasrini memegang melon di Nik Okoh Farm, Pemaron, Buleleng | Foto: tatkala.co/Son
Satu pohon, ada yang berbuah dua dan satu, dan semuanya siap dipetik—alias sudah matang. Tertarik untuk memetiknya? Datanglah ke sana, sudah petik, bayar belakangan—alias kilo dulu. Perkilonya 40 ribu. Mahal, tapi rasanya gak kalah dengan harga dan pengalaman metiknya.
Jika ada yang datang ke green house untuk membeli langsung melon dari pohonnya juga bisa, kata Dasrini. “Selama persediaan masih ada. Cara potongnya juga kami ajarkan agar tidak merusak pohon dan buahnya,” lanjutnya.
Sweet lavender, daging buahnya renyah—sehingga menggoyang cukup di mulut, dan rasa manis yang berair, adalah surga dari Thailand barangkali. Saat digigit, nih yah, manisnya konsisten, legit sangat. Berbeda dengan sweetnet, rasanya memang tetap manis tapi ketika digigit itu lebih empuk dan lembut ketimbang Sweet Lavender. Daging buahnya jauh lebih padat. Tapi soal ukuran, Sweetnet lebih kecil dari sweet lavender. Jadi, tentukan selera Anda, yah, Timpal Tatkala. Suka yang kecil tapi soft, atau yang besar sedikit brutal?
Melon Sweet lavender | Foto: tatkala.co/Son
Sweetnet | Foto: tatkala.co/Son
Kulit sweet lavender yang kuning cerah seperti harimu dengan hiasan guratan alam, adalah tingkat kemanisan dari si buah. Namun sweetnet memiliki kulit berwarna krem, dan pula memiliki guratan abstrak yang sama. Mereka, dua-duanya primadona.
“Kalau buahnya mulus, justru kurang manis. Jadi kalau cari melon ambil yang ada jaring-jaring atau yang tidak mulus,” ujar Dasrini.
Vitamin C—bersemayam di tubuh dua melon itu, yang bisa membantu meningkatkan daya tahan tubuh pada manusia, sementara kandungan seratnya menjaga sistem pencernaan agar tetap sehat. Bahkan, air yang melimpah dalam buah ini menjadi oase segar ketika Buleleng sedang panas-panasnya.
Saat masuk ke green house itu, bagaimana warna kuning dari buah melon Sweet Lavender mendominasi visual. Deretan buah melon kuning cerah dari sweet lavender tergantung apik. Membawa suasana perasaan tenang dan gembira.
Namun, keindahan ini tidak muncul begitu saja. Dasrini dan timnya bekerja keras untuk melindungi setiap pohon dari ancaman serangga dan hama nakal. Di sekeliling green house, perangkap serangga berwarna cerah dipasang dua lapis. Katanya, agar menarik perhatian hama untuk tidak merusak daun dan buah. Kutu putih, musuh utama tanaman ini, sialan. Binatang jalan itu dapat membuat daun melengkung dan keriting, menghambat pertumbuhan buah yang sempurna.
“Kalau sudah diserang hama begitu kami mesti siaga. Seperti merawat anak, kami tidak ingin melon-melon ini celaka juga,” kata dia.
Melon bergelantungan di Nik Okoh Farm | Foto: tatkala.co/Son
Sampai di sini, ia juga menjelaskan Melon sweet lavender sangat jarang ditemukan di Bali, karena perawatannya harus ekstra hati-hati, dan harganya juga tidak murah, sehingga pasar untuk buah ini cukup terbatas. Sepanjang waktu kerja keras, kini, melon-melon ini telah menghiasi meja restoran, hotel, hingga pasar modern di Bali.
Sekali lagi, membudidayakan melon premium bukanlah pekerjaan sehari dua hari. Sweet lavender membutuhkan waktu 70 hari untuk siap dipanen, sementara sweetnet sedikit lebih cepat, hanya 60 hari. Setiap buah yang matang adalah hasil dari kerja keras dan kesabaran. Tapi Kisanak gak mesti sabar, datang saja dan petiklah….tapi jangan lupa bayar, woi! [T]
Reporter/Penulis: Sonhaji Abdullah
Editor: Adnyana Ole