23 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Unggah-Ungguh Van Java

HartantobyHartanto
December 27, 2024
inBahasa
Unggah-Ungguh Van Java

Keraton Jogya | Foto ilustrasi | Dok. Keraton Jogya

Sopan pada Kata,  Santun pada Kalimat  (Umbu Landu Paranggi)

KATA-KATA almarhum penyair Umbu Landu Paranggi ini, suatu saat dia lontarkan sembari gurau di sebuah losmen yang ada di depan  gedung Radio Republik Indonesia (RRI), Jl. Hayam Wuruk Denpasar.

Bagi saya, kalimat ini mempunyai arti yang mendalam. Ketika itu, beliau tengah  mengomentari puisi teman saya—meski Umbu mengungkapkannya sembari tertawa lepas, tapi saya menyimpannya dalam-dalam di hati saya.

Ini, tak sekadar candaan semata. Ada makna yang mesti dicerna. Intinya, tentang etika berbahasa. Tentu, maksud umbu bukan sebatas pada penulisan karya sastra semata – melainkan lebih dari itu, yakni termasuk bersopan santun dalam koridor intelektualitas di kehidupan sosial sehari-hari.

Manakala mengenang kalimat Pak Umbu itu, tiba-tiba saya teringat pada guru bahasa daerah (Jawa) saya  di SMP Stella Maris (Bintang Laut) Surakarta, Bapak Koendjono. Mata pelajaran ini sangat saya sukai, sebab saya bisa belajar ‘etika berbahasa’ . Pasalnya, saya tidak hanya belajar ‘strata dan etika berbahasa’, seperti : Ngoko, Kromo Madyo, Kromo Inggil dan sebagainya. Tapi juga banyak pelajaran ‘Budi Pekerti’ yang saya petik dari etika berbahasa.

Hal yang menarik bagi saya ketika mengikuti pelajaran Bahasa Daerah, adalah karena bahasa Jawa juga memperlihatkan ragam formal dan informal dalam fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikon. Ragam ini tercermin dalam tingkat tutur bahasa yang menunjukkan perbedaan kesopanan penutur pada siapa ia berbicara.

Maksudnya, etika yang ditekankan dalam cara komunikasi masyarakat Jawa tercermin dalam prinsip unggah-ungguh (aturan bertatakrama) yang dijunjung tinggi sehari-hari. Menurut saya, pelajaran etik berbahasa ini, (selama ini) masih diberlakukan di keluarga ‘menak’ (keluarga bangsawan). Jadi kita bisa menilai ‘kualitas etika’ seseorang dari cara bertuturnya.

Saya merasakannya di dalam keluarga ibu angkat saya – almarhumah KRAY Margaretha Sadiana Lisdina, yang masih keturunan Sri Susuhunan Pakubuwana X.  Tentu, dengan mengesampingkan prasangka ‘feodalisme’.

Namun, hal itu masih bisa didiskusikan, bisa jadi dikarenakan generasi muda (khususnya perkotaan), mungkin sudah  kurang mendapat pemahaman tentang etika berbahasa (dan bertutur kata).

Apakah pendidikan demokrasi, bertentangan dengan tatakrama berbahasa? Ini pun bisa menjadi diskusi yang menarik. Menurut pemahaman saya, di Bali tetap terjaga etika berbahasa ‘sor singgih’. Setidaknya, kondisi sosio-budaya Bali mendukung untuk terjaganya etika berbahasa tersebut.

Sepemahaman saya — bagi masyarakat Jawa dan Bali,  bahasa daerah tidak hanya sebagai sarana komunikasi lisan dan tertulis, melainkan juga sebagai alat untuk melakukan tindakan berbicara, menunjukkanperistiwa tindak tutur, serta sarana ber-etika dalam kehidupan social-masyarakat, atau acap disebut ; unggah-ungguh.

Dalam unggah ungguh bahasa Jawa versi lama, krama dibagi dalam 3 jenis yakni mudha krama, kramantara, dan wredha krama. Sementara versi baru hanya dibagi dua yakni krama lugu dan krama alus. Dalam bahasa Bali, saya kurang paham detilnya. Yang sedikit saya pahami hanya ‘etika berbahasa’, sor-singgih.

Tangkapan saya, unggah-ungguh mengacu pada tata karma dalam kehidupan. Sebab, unggah-ungguh dibagi menjadi cara berbahasa dan bersikap. Unggah-ungguh menjadi landasan pembentukan karakter saat berhadapan /berkomunikasi dengan orang lain. Ini, bisa kita sebut juga sebagai etika berkomunikasi. Menurut saya, etika berbahasa, tata karma, dan unggah-ungguh menarik untuk dipahami

Etika berbahasa, tata krama, dan unggah-ungguh adalah tiga konsep yang berkaitan dengan perilaku dan komunikasi, tetapi mereka memiliki fokus dan penerapan yang berbeda.  Etika berbahasa merujuk pada prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mengatur penggunaan bahasa dalam komunikasi. Ini mencakup bagaimana seseorang menggunakan bahasa dengan cara yang baik, sopan, dan tidak menyakiti perasaan orang lain.

Sedangkan tata krama adalah seperangkat aturan sosial yang mengatur perilaku seseorang dalam interaksi sehari-hari. Ini mencakup norma-norma kesopanan dan kesantunan dalam berbagai konteks sosial. Mengenai Unggah-ungguh, adalah konsep yang lebih spesifik dalam budaya Jawa yang merujuk pada tata cara atau adab dalam berinteraksi dengan orang lain. Ini mencakup kesopanan, rasa hormat, dan etika yang diterapkan dalam berbagai situasi sosial.

Begitulah sekilas penelisikan saya tentang bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa. Saya tak hendak mengkaji lebih dalam, sebab bukan kapasitas saya – biarlah ahli bahasa yang melakukan penelitian mendalam. Saya hanya tertarik pada ‘etika berbahasa’, tata karma, dan unggah-ungguh. Semua bahasa daerah. Khususnya bahasa daerah Jawa dan Bali.

Saya kembali tertarik unggah-ungguh, manakala muncul problema antara Keraton Jogyakarta dengan PT KAI  (PT KERETA API INDONESIA). Sebagaimana diberitakan di sejumlah media, pihak PT KAI diduga mengklaim tanah milik Keraton atau Sultan Ground (SG). Selanjutnya, pihak Keraton melayangkan gugatan sejak Oktober 2024. Menurut Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Condrokirono, sang putri kedua Sri Sultan Hamengkubuwono X –  pihak Keraton melakukan gugatan, demi ketertiban administrasi. GKR Condrokirono, selaku Penghageng Kawedanan Hageng Panitrapura, semacam Sekretariat Negara-nya Keraton Yogyakarta.

Gugatan ini, menurut Sri Sultan Hamengkubuwono X — bertujuan untuk menertibkan catatan kepemilikan tanah, bukan untuk mencari keuntungan finansial. Maka, tambah Sultan – pihak Keraton selain menuntut pengembalian 5 bidang tanahnya, juga menggugat Rp.1000,- di pengadilan. Lebih lanjut, Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bahwa gugatan itu hanya untuk bentuk formalitas hukum. “Tanah ini sebenarnya milik Keraton Yogyakarta, tetapi dicatat sebagai milik PT KAI,” ungkap Ngarso Dalem.

Saya sungguh tertarik atas gugatan Rp.1000,- (seribu rupiah) itu. Pihak Keraton hanya menggugat  ‘seribu’ rupiah.  Ini, dalam bahasa daerah bisa disebut sebagai ‘Nyuwun Sewu’ yang punya arti berbeda dengan arti riilnya ‘minta (uang) seribu’. Ini semacam senepo. Senepo yakni semacam teks yang sering digunakan untuk hal-hal yang berkait dengan ajaran moral, filosofi, terkadang sindiran halus. Selain itu, acap digunakan bahasa yang halus, tajam tapi tak menyakitkan, dan kiasan dengan makna yang lebih.

Senepo dan satire memang agak mirip, namun keduanya merupakan dua bentuk ekspresi artistik yang berbeda . Keduanya bisa digunakan untuk menyampaikan kritik sosial, meskipun cara dan gaya penyampaiannya berbeda. Baik senepo maupun satire sama-sama menggunakan kiasan dan metafora untuk menyampaikan pesan, meskipun dengan nada dan tujuan yang berbeda. Perbedaannya, senepo lebih halus, reflektif, dan filosofis dalam penyampaiannya, sedangkan satire lebih tajam, langsung, dan sering kali lucu atau mengejek. Selain itu, satire acap bertujuan untuk mengekspos dan mengkritik kelemahan atau kebodohan dalam masyarakat secara langsung.

Kembali ke Senepo pihak Keraton tentang “Nyuwun sewu”, ini adalah ungkapan dalam bahasa Jawa yang secara harfiah berarti “meminta seribu,” tetapi dalam konteks sehari-hari, ini merupakan metafora yang  digunakan untuk meminta maaf atau permisi dengan sopan.  Jadi, ‘Nyuwun Sewu’ bisa digunakan untuk minta maaf karena suatu kekilafan, tapi bisa juga diartikan minta permisi. Contohnya, manakala kita melewati orang tua yang sedang duduk, ada baiknya kita berucap ‘Nyuwun Sewu’ Pak atau Bu.

Begitulah tafsir saya tentang ‘brilian’nya pihak Keraton Jogya melontarkan ‘senepo’ pada gugatannya di pengadilan sekaligus mengkritik tanpa menyakiti pada pihak digugat. Bagi saya, ini menarik sebagai pembelajaran tentang unggah-ungguh . Selain itu, sudah lama juga saya melupakan ‘sanepo’. Jadi, andai ada kata, tindakan, atau kalimat yang kurang tepat pada tulisan ini, perkenan hamba ‘Nyuwun Sewu’ pada Ngarso Dalem. Perkenankan juga hamba tetap mengingat kalimat maha guru kami ; Sopan pada Kata, Santun pada Kalimat. [T]

BACA artikel lain dari penulis HARTANTO

Pinih Sira Ragane?
“Kata Kolok”: Fenomena Linguistik yang Unik
Surealisme Tari Bali
Tags: Bahasabahasa jawajawasor singgihunggah ungguhYogyakarta
Previous Post

Haulu dan Kisah Pilu Para Perajin Perahu Kayu dari Pulau Poteran

Next Post

Refleksi Perjalanan: Antara Ujung Kulon dan Baluran

Hartanto

Hartanto

Pengamat seni, tinggal di mana-mana

Next Post
Refleksi Perjalanan: Antara Ujung Kulon dan Baluran

Refleksi Perjalanan: Antara Ujung Kulon dan Baluran

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

    Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Galungan di Desa Tembok: Ketika Taksi Parkir di Rumah-rumah Warga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

HP Android dan Antisipasi Malapetaka Moral di Suku Baduy

by Asep Kurnia
May 21, 2025
0
Tugas Etnis Baduy: “Ngasuh Ratu Ngayak Menak”

DALAM beberapa tulisan yang pernah saya publikasikan, kurang lebih sepuluh tahun lalu saya sudah memperkirakan bahwa seketat dan setegas apa...

Read more

Mari Kita Jaga Nusantara Tenteram Kerta Raharja

by Ahmad Sihabudin
May 20, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

Lestari alamku, lestari desaku, Di mana Tuhanku menitipkan aku. Nyanyi bocah-bocah di kala purnama. Nyanyikan pujaan untuk nusa, Damai saudaraku,...

Read more

PACALANG: Antara Jenis Pajak, Kewaspadaan, dan Pertaruhan Jiwa

by Putu Eka Guna Yasa
May 20, 2025
0
PACALANG: Antara Jenis Pajak, Kewaspadaan, dan Pertaruhan Jiwa

MERESPON meluasnya cabang ormas nasional yang lekat dengan citra premanisme di Bali, ribuan pacalang (sering ditulis pecalang) berkumpul di kawasan...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

Anniversary Puri Gangga Resort ke-11, Pertahankan Konsep Tri Hita Karana

May 13, 2025
“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

“Bali Stroke Care”: Golden Period, Membangun Sistem di Tengah Detik yang Maut

May 8, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno
Panggung

Pesta Kesenian Bali 2025 Memberi Tempat Bagi Seni Budaya Desa-desa Kuno

JIKA saja dicermati secara detail, Pesta Kesenian Bali (PKB) bukan hanya festival seni yang sama setiap tahunnya. Pesta seni ini...

by Nyoman Budarsana
May 22, 2025
Membaca Taiwan, Merenungi Indonesia
Tualang

Membaca Taiwan, Merenungi Indonesia

PERTENGAHAN April 2025 lalu untuk pertama kalinya saya mendarat di Formosa, nama lain dari Taiwan. Selasa (15/04/25), Bandara Taoyuan menyambut...

by Arif Wibowo
May 22, 2025
Menyalakan Kembali Api “Young Artist Style”: Pameran Murid-murid Arie Smit di Neka Art Museum
Pameran

Menyalakan Kembali Api “Young Artist Style”: Pameran Murid-murid Arie Smit di Neka Art Museum

DALAM rangka memperingati 109 tahun hari kelahiran almarhum perupa Arie Smit, digelar pameran murid-muridnya yang tergabung dalam penggayaan Young Artist....

by Nyoman Budarsana
May 21, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

Puisi-puisi Hidayatul Ulum | Selasar Sebelum Selasa

May 11, 2025
Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

Ambulan dan Obor Api | Cerpen Sonhaji Abdullah

May 11, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co