3 June 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Gelombang Penerjemahan Tantri di Bali

I Wayan WestabyI Wayan Westa
October 31, 2024
inEsai
Gelombang Penerjemahan Tantri di Bali

I Wayan Westa

//Cerita-ceritra Tantri menjadi penting untuk cahaya zaman? Kecerdikan, kecerdasan, kepantasan, kepatutan, ajaran, serta pesan-pesan moral adalah cahaya yang senantiasa disampaikan cerita- cerita ini.//

SETIAP orang yang dibesarkan dalam tradisi Bali pasti pernah mendengar cerita Pancatantra. Dan setiap orang Hindu terpelajar diyakini mengenal nama Visnu Sarma. Para peneliti cerita-cerita Pancatantra dan kisah yang tertera pada kitab Hita Upadesa diyakini sebagai karya Visnu Sarma. Boleh jadi Visnu Sarma tidak mengarang utuh cerita Pancatantra, setidaknya ia pengumpul Pancatantra dari masa India Kuno – hingga berkembang ke pelosok dunia dalam varian-varian berbeda maupun lewat kisah yang utuh.

Kemunculan Visnu Sarma sebagai pencerita Pancatantra  berawal dari kisah seorang raja di India Selatan. Ibu kota kerajaan bernama Mahilaropyam. Raja mempunyai tiga putra kesayangan, namun kecerdasannya tidak seperti sang ayah. Tiga putra ini amat pandir, kelak setelah akil balik ia dijuluki pangeran bego. Sang raja sangat gelisah, tak terbayangkan bagaimana tiga pangeran bego  bisa memimpin negara. Kerajaan dikhawatirkan  jatuh di tangan seorang raja yang pandir. Sang raja kemudian memanggil Visnu Sarma –  berharap bisa mendidik  tiga pangeran bego itu.

Apa yang terjadi kemudian? Raja bertanya pada Visnu Sarma, “Bagawan, hidup ini sangat singkat, sementara pengetahuan tidak bisa dipelajari dalam waktu sekejap –  lalu apakah  kalian  bisa mendidik anak saya dalam waktu singkat?

Sembari menjawab pertanyaan sang raja, Visnu Sarma tersenyum, “ Yang Mulia, mohon paduka mendengar kata-kata saya. Percayalah dan peganglah kata-kata saya. Saya tidak akan menjual pengetahuan karena loba harta benda. Umur saya sudah delapan puluh tahun, seluruh indra saya sudah terkendali. Sebagai seorang guru, saya siap mendidik putra Tuan, jika dalam waktu enam bulan putra Tuan tidak paham ajaran Nitisastra, maka biarlah saya tidak mencapai sorga.”

Benar, Visnu Sarma berhasil mendidik tiga pangeran bego menjadi calon raja yang cerdas dan bijak – dan nama Visnu Sarma pun melambung tinggi sebagai penulis dan penutur Pancatantra. Nama besar Visnu Sarma tak pernah terlelapkan waktu. Pancatantra tak cuma hidup di tanah India. Kisah ini nyaris mengaliri seluruh peradaban cerita dunia, berkembang dan dituturkan ke pelosok negeri, tentu denga versi dan varian yang berbeda.

Nun di abad-abad lampau, manakala India dikuasai Sultan Iskandar Akbar, Pancatantra  berkembang di tanah Arab, juga di negeri-negeri lain dalam terjemahan beragam bahasa, tak kecuali di Jawa dan Bali. Cerita Kalilah dan Dimnah  karya Baidaba merupakan varian  untuh adaptasi Pancatantra berbahasa Arab, dierjemahkan Abdullah Ibnul Muqafja.

Pada tahun 1942,  Ismail Djamil menterjemahkan cerita ke dalam bahasa Indonesia. Sepanjang kurun waktu 31 tahun, sampai di tahun 1971, Balai Pustaka telah mencetak buku ini  hingga cetakan ke V. Ini artinya Pancatantra sanggup menemui pembaca-pembacanya yang jauh dari peradaban Hindustan.

Apa yang terjadi di Jawa dan Bali kemudian? Di dua peradaban pulau tua ini Pancatantra mendapat apresiasi begitu luas. Ada banyak  fabel, kisah cerita-cerita binatang yang secara langsung atau tak langsung berasal- usul dari cerita Pancatantra. Teks prosa paling tua dalam bahasa Jawa Kuna bertajuk Tantri Kamandaka menunjukkan babon tunggal cerita India itu.  Yang menarik, di  wilayah Jawa dan Bali, di samping ditemukan teks prosa,  ditemukan juga teks dalam metrum kidung, kakawin, dan geguritan. Ini gambaran menarik, betapa Pancatantra  di Bali mendapat sentuhan kreatif begitu beragam, diolah sesuai tradisi dongeng setempat.

Edisi diplomatik teks Tantri Kamandaka dikerjakan ahli Jawa Kuna Dr. R.M Ng Peorbatjaraka. Teks yang kemudian dirujuk oleh C. Hooykaas ketika menulis “Tantri Kamandaka, een Oudjavaansche Pancatantra (1931). Belakangan dalam rangka pengajaran bahasa Jawa Kuna, L Mardiwarsito (1983) menghadirkan kembali teks lengkap Tantri Kamandaka, disertai terjemahan dan glosarium,  dicetak penerbit Nusa Indah.

Selain prosa Jawa Kuna, di Jawa juga muncul Kidung Aji Darma, lazim disebut Kidung Angling Darma. G.W.J Drewes  dalam karyanya The Romance Of King Ańliń Darma,  terbitan KITLV Press (1975) telah meneliti kidung ini, dan  membandingkannya dengan hikayat Shah Mardan dan Hikayat Bayan Budiman.

Di Bali  ada sejumlah teks yang masing-masing boleh dianggap berdiri sendiri. Dalam bentuk kidung, cerita Tantri ditulis pada tahun 1728 Masehi, oleh dua orang pendeta kakak beradik, Ida Pedanda Nyoman Pidada dan Ida Pedanda Ketut Pidada. Hal ini bisa dibuktikan dari piagam Sira Arya Gajah Para, Puri Anyar Sukangineb Sindu, Sidemen. Kidung yang kemudian dikenal dengan nama Nandaka Harana (Prahara Nandaka) ini tetap menjadi bagian penting dari pembribumian Pancatantra di Bali.

Lebih dari  tiga abad kidung Nandaka Harana itu  hanya dibaca  dalam manuskrip lontar. Baru kemudian di tahun 1968, Ida Tjokorda Gde Mayun, Puri Anyar, Klungkung merintis dalam bentuk buku cetakan, disajikan dalam aksara Bali disertai terjemahan  bahasa Bali, diterbitkan Toko  Murni, Klungkung. Dengan demikian teks ini bisa dibaca kalangan lebih luas. Teks lengkap Nandaka Harana diterbitkan  kemudian oleh Dinas Pendidikan Dasar Provinsi Bali, 1996, disajikan dalam aksara Bali, disertai terjemahan bahasa Bali. Sebelumnya, tahun 1986, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bali menerbitkan pula  Tantri Carita Nandaka Harana, Teks dan Terjemahan dalam bahasa Bali. Kali ini dihadirkan dalam sajian huruf latin. Teks yang sama dicetak kembali Penerbit Paramita (2005), disertai terjemahan bahasa Indonesia.

Ada beragam cerita Tantri  yang sesungguhnya boleh dipandang sebagai pengembangan kreatif para pengawi Bali. Tentu selain Tantri Nandaka Harana atau Tantri Kamandaka ditemukan juga Kidung Raga Winasa, atau disebut juga Kidung Tantri Manduka Praharana, kisah prahara si Manduka.

Ida Pedanda Made Sidemen, pengarang besar Bali abad ke –20 juga mengarang Kidung Pisaca Harana. Tak ketinggalan juga Kidung Manuk Kaba yang ditulis jauh di belakang. Sayang diantara beragam karya  ini tak satupun disajikan untuk memenuhi kebutuhan  cerita anak-anak. Semua dihidangkan untuk sidang pembaca dewasa  yang cukup terpelajar dalam penguasaan metrum kidung dan aksara Bali.

Tidak seperti pengajaran sastra di Barat, yang mengkemas khusus karya-karya William Shakespeare ke dalam pandangan dunia anak-anak. Ini sama sekali tidak dilakukan oleh pengarang-pengarang Bali tradisional. Sebagai cendekiawan dan pembaca modern, kesenjangan ini dipikirkan kemudian I Gusti Bagus Sugriwa ketika hendak menyiapkan buku ajar Rama Dewa untuk pengajaran bahasa Bali siswa-siswa SMP di Bali. Sugriwa telah mengkemas Ramayana  kakawin menjadi bacaan mudah, sajian yang singkat, gampang dicerna anak-anak pada zamannya.

Di zaman lebih awal, di tahun 1930-an, pendidik, pengarang novel Nemu Karma I Wayan Gobyah  telah menyadari kesenjangan itu manakala menyajikan cerita tantri  Lutung Mungil, varian tantri Bali untuk pembaca anak-anak di zamannya. Kelak tanpa tahun terbit, Yayasan Penerbitan Saraswati menerbitan Geguritan Lutung Mungil  dalam cetakan beraksara Bali.

Rintisan I  Wayan Gobyah dilanjutkan kemudian pendidik I Made Pasek, ketika ia menuturkan ulang Satua Katuturan Ni Dyah Tantri.   Cerita Tantri ini memang dikemas  untuk bacaan anak-anak,  tujuannya  supaya para siswa bisa memetik ajaran budi pekerti dari kisah yang disajikan. Di tahun 1940-an, adaptasi Made Pasek  menjadi bacaan wajib siswa SD se-Bali. Tahun 1977 Parisada Hindu Dharma, menerbitkan ulang karya Made Pasek atas persetujuan ahli warisnya. Tahun 1999, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar menerbitkan edisi latin buku ini.

Sayang ketika penguasaan aksara Bali dan bahasa Bali makin merosot, karya I Made Pasek pun menjadi  kian jarang ditengok. Buku ini kemudian menjadi bacaan wajib bagi mahasiswa IKIP Universitas Dwijendra, Denpasar yang menekuni jurusan bahasa dan sastra Bali  di mana  dulu  merupakan buku ajar siswa-siswa sekolah rakyat.

Kini arus balik seakan terjadi, ketika anak-anak tidak memahami ceritra Tantri dalam bahasa lokal, Pancatantra dalam edisi Indonesia hadir dengan kesegaran bahasa anak-anak. Rintisan awal dikerjakan Made Darmayasa, disadur dari sumber asli karya Visnu Sarma. Sejak tahun 1995, Penerbit Manikgeni  berjasa menerbitkan rangkaian terpisah cerita itu. Tahun ini  edisi lengkap Pancatantra  telah diterbitkan ulang.  Tujuh tahun lalu, hal yang sama dilakukan juga Penerbit Paramita. Sayang penerjemah, I Wayan Maswinara tidak menyebut sumber asli edisi yang dialihbahasakan. Kendati demikian, usaha ini  bisa mengobati kerinduan generasi muda untuk kembali pada  cerita Pancatantra, sudah tentu dalam bahasa lebih mengena, walau jauh dari suasana pembaca lokal.

Apa kemudian pesan yang sampai di benak pembaca, dan kenapa ceritra-ceritra Tantri menjadi penting untuk  cahaya zaman? Kecerdikan, kecerdasan, kepantasan, kepatutan, ajaran, serta pesan-pesan moral adalah cahaya yang senantiasa disampaikan cerita-  erita ini. Jauh hari, saat mana I Made Pasek terpanggil membahasakan cerita-cerita ini untuk  anak-anak zamannya, sang penulis mengibaratkan cerita ini seperti taman yang indah.

Dalam kata pengantar buku berjudul Katuturan Ni Dyah Tantri, Made Pasek menuliskan  begini: “Katuturan puniki upamiang titiang sakadi tamanne madaging sakancan tarune sane woh ipun becik ajengang wiadin kateda, makadi sakatahing sekar sane arum sumirit gandanipun. Cerita ini saya umpamakan seperti taman, berisi segala pohon yang buahnya enak dimakan, begitu pula segala bunga yang harum baunya.”

Tentang kehadiran  tokoh-tokoh  binatang dalam cerita ini, Made Pasek memberi pemahaman sebagai “papiring” atau sindiran untuk membaca. “Mungguing satuané sané kaparidartayang iriki, wiakti jejelegnya makuéhan soroh sato. Nanging yan buat suksman ipun tan lian wantah papiring ring jadma. Puniki awinannya keni ida dané ipun kahyun ugi muponin suksmannya, anggén ngraga, réh daging katuturané puniki, kamanah antuk titiang wiakti kalintang luih, tan pai kalawan ratna kastuba, utamaning ratnané sané magenah ring telenging sagarané.

Demikian Tantri berkembang di Bali, tidak cuma hadir sebagai penghibur gulana, tapi turut menjaga peradaban batin dan nilai-nilai yang dibenamkan manusia Bali, tentu dalam beragam alih wahana, baik dalam olahan genre sastra; gancaran, geguritan, kidung, kakawin, maupun dalam genre gambar semisal; tantri prasi, lukisan, dan panil-panil candi di Pura-Pura. Ini semua adalah sebentuk wahana lewat mana cerita Tantri dialirkan sepenuh gairah, menghapus rasa haus batin anak-anak zaman yang kerontang ─ di mana kini ponsel android kian menjauhkan rasa itu. [T]

Pakubuan Kusa Agra

  • BACA artikel lain dari penulis I WAYAN WESTA
Sastra Bali dan Kebangkitan Daya Budi
Kumbhakarņa Tattwa
Ketika Mata Bajak Menengadah Langit : Pemberontakan Estetik Ketut Putrayasa
Tags: balitantriTantri Kamandakaterjemahan
Previous Post

Horeee, Kantin FBS Undiksha Muncul Lagi, Tapi Soto-Bakso Masih Tertinggal di Fakultas Kedokteran

Next Post

Bolehkah Kepemilikan Saham dengan Pinjam Nama?

I Wayan Westa

I Wayan Westa

Penulis dan pekerja kebudayaan

Next Post
Bolehkah Kepemilikan Saham dengan Pinjam Nama?

Bolehkah Kepemilikan Saham dengan Pinjam Nama?

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Lonte!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Kita Selalu Bersama Pancasila, Benarkah Demikian?

by Suradi Al Karim
June 3, 2025
0
Ramadhan Sepanjang Masa

MENGENANG peristiwa merupakan hal yang terpuji, tentu diniati mengadakan perhitungan apa  yang  telah dicapai selama masa berlalu  atau tepatnya 80...

Read more

Seberapa Pantas Seseorang Disebut Cendekiawan?

by Ahmad Sihabudin
June 2, 2025
0
Syair Pilu Berbalut Nada, Dari Ernest Hemingway Hingga Bob Dylan

SIAPAKAH yang pantas kita sebut sebagai cendekiawan?. Kita tidak bisa mengaku-ngaku sebagai ilmuwan, cendekiawan, ilmuwan, apalagi mengatakan di depan publik...

Read more

Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

by dr. Putu Sukedana, S.Ked.
June 1, 2025
0
Screen Time vs Quality Time: Pilihan Berkata Iya atau Tidak dari Rayuan Dunia Digital

LELAH dan keringat di badan terasa hilang setelah mendengar suaranya memanggilku sepulang kerja. Itu suara anakku yang pertama dan kedua....

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Terong Saus Kenari: Jejak Rasa Banda Neira di Ubud Food Festival 2025

ASAP tipis mengepul dari wajan panas, menari di udara yang dipenuhi aroma tumisan bumbu. Di baliknya, sepasang tangan bekerja lincah—menumis,...

by Dede Putra Wiguna
June 3, 2025
Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Pindang Ayam Gunung: Aroma Rumah dari Pangandaran yang Menguar di Ubud Food Festival 2025

UBUD Food Festival (UFF) 2025 kala itu tengah diselimuti mendung tipis saat aroma rempah perlahan menguar dari panggung Teater Kuliner,...

by Dede Putra Wiguna
June 2, 2025
GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori
Panggung

GEMO FEST #5 : Mahasiswa Wujudkan Aksi, Bukan Sekadar Teori

MALAM Itu, ombak kecil bergulir pelan, mengusap kaki Pantai Lovina dengan ritme yang tenang, seolah menyambut satu per satu langkah...

by Komang Puja Savitri
June 2, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co