KELAHIRAN JOKO TOLE
Dari ovarium gua Payudan, akulah dulu yang datang dengan ayat-ayat kelahiran, dari dimensi mantra bukan lagi rahasia, dimensi yang tak kasat jadi begitu keramat.
Dalam jejak langkahku, bergaunglah cerita Isa yang lahir dari hampa semesta–kecuali dari kata “kun”, serupa tetes nutfah, ia jatuhkan diri ke ladang bernama Maryam dan melahirkan sejarah.
Tengoklah cerita yang terulang dalam tubuhku, dalam sidik jariku. Kau bisa memanggilku sejarah yang bereinkarnasi.
Tapi tentu aku bukanlah Isa. Sapa aku Joko Tole. Ibuku Potre Koneng bukan Maryam. Pada uterusnya, rinduku menghafal jalan pulang.
Dan alkisah tersebutlah Adi Poday; mengarungi kosmik mimpi, ia lepaskan miliar mani jadi ikan engraulidae yang terseok melawan arus menuju sebuah teluk bernama Potre Koneng. Begitulah kau bisa membaca riwayat yang tertulis sepanjang nadiku; riwayat di bawah bayang-bayang hikayat Adam dan Isa.
Sumenep, 2023
SERUPA ROMULUS & REMUS
Selepas kedatangan bersimbah darah penyesalan, di atas payudara Payudan, bumi mencuri seluruh ASI. Dan Potre Koneng, betapa rapuh tubuhnya, selepas ditikam lirikan dan gunjingan penjuru Madura.
Lalu serupa dinubuatkan, Empu Kelleng datang dengan rambut-rambut hujan di punggungnya. Menculikku dari intaian taring Yama. Gerimis pun datang dari tubuh seekor kerbau, dan menjelma kehidupan dalam tubuhku yang kemarau.
Begitulah o, keajaiban yang berdenyar-denyar, sebuah sirah mengulang kembali kisahnya di gurat wajah; tentang Romulus dan Remus yang dalam darahnya serigala mengaum, dalam tubuhku pun binatang masuk, lewat mulutku yang selalu terbakar api nemor.
Sumenep, 2023
HIKAYAT NEPAH 1
Berjalanlah kau ke pantai Nepa, kera-kera di sana akan bercerita tentang seorang putri yang diculik purnama, putri yang dari rahimnya sebuah bintang cerlang mengorbit di luas langit riwayat.
Dahulu, seiris rembulan gemetar di ranjang Rorogung, lalu pecah jadi sari seputih melati, susupi labia sang Putri. Rekahlah mawar antara simpul tubuhnya. Nguar aromanya hingga Prabu Sangyangtunggal.
Tapi benarlah bahwa semua yang ditinggalkan bahasa, hanya akan membawa murka, ketika huruf-huruf lari dari sela gigi Rorogung, sebuah nisan disiapkan di tengah hutan, untuk mengubur wangi yang jadi serupa aroma bangkai.
Patih Pranggulang yang di tangannya kematian bersinggasana, menyusupkan dingin kamboja di kilat pedangnya. Ia menyiapkan upacara perkabungan yang sebentar lagi bakal dilaksanakan.
Pedangnya menusuk, menebas, menyayat, leher Rorogung yang serupa platina. Namun Yama bergeming. Pada Prabu Pranggulang ia kirimkan firman, “cerita belum dikhatamkan”
Sumenep, 2023
HIKAYAT NEPAH 2
Menyusuri Madura, Rorogung jatuh ke pelukan bukit Gegger. Lalu bintang jatuh keluar dari ovariumnya membawa serta asa, juga nujuman dari tahun-tahun yang masih di sel telur.
Panggil bintang jatuh itu Raden Segoro.
Ia dengan berkat purnama di netranya memeras anggur di tengah pasukan Cina, hingga penuhlah cawan Yama. Ia bunyikan tabuh kemenangan di atas langit Medang dan merebaklah rampasan perang, juga tuak.
Tapi jiwanya telah bersauh di Nepa. Di sana pula kecamuk rindunya bermuara. Kembalilah ia diiringi patih-patih terkemuka. Di Nepa, dirajahnya wasiat dalam tubuh para patih, “peluklah waktu dan biarkan ia mengunci pintu telinga kalian”
Dan ketika wasiat itu hancur oleh sebuah percakapan tentang rahasia yang hendak disembunyikan di punggung bulan, karmaphala serupa teluh para dewa tiba dari mimpi prekognitif, membiarkan setelahnya para patih itu mengingat tentang cerita kera-kera dalam Ramayana.
Sumenep, 2023
MADURA
Madu era-ara
Di punggungmu madu
Memantulkan purnama.
Di tengah segara
Kilaunya manjakan kornea.
Tepinya bukit garam
Seamsal mutiara laut dalam
Dan rusuk pokok tembakau
Daunnya bergelebar
Serupa tangan melambai-lambai
Menyulap kemarau
Jadi selendang Dewi Lakshmi.
Sumenep, 2023