KEMERDEKAAN suatu bangsa seperti oksigen yang memberi kehidupan pada warganya. Ia bukan sekadar simbol, melainkan fondasi utama yang menopang harkat dan martabat setiap individu. Tanpa kemerdekaan, warga negara tidak bisa berkembang dan mengekspresikan potensi mereka secara bebas.
Kemerdekaan memberi peluang bagi setiap orang untuk mengejar impian dan meraih cita-cita, sehingga menciptakan masyarakat yang berdaya. Maka penting sekali suatu bangsa untuk mengejar dan meraih kemerdekaannya sendiri.
Kehadiran kemerdekaan juga menjaga keberagaman dan keunikan setiap individu, memastikan bahwa hak-hak asasi manusia dihormati dan dilindungi. Dengan kemerdekaan, warga negara dapat merasa dihargai dan diakui sebagai bagian yang penting dalam kemajuan suatu bangsa. Karenanya, bukanlah hanya sekadar kemerdekaan politik, tetapi juga kemerdekaan dalam berpikir, berpendapat, dan bertindak yang menjadi kunci bagi setiap individu meraih kehidupan yang lebih bermartabat.
Bagi bangsa Indonesia, kemerdekaan membuat masyarakat memiliki kesempatan untuk membangun harga diri yang kuat dan mengembangkan karakter khas Indonesia yang penuh dengan tata nilai mulia dan luhur. Kemerdekaan memberikan ruang bagi individu dan kelompok masyarakat untuk mengekspresikan identitas budaya, keyakinan, dan nilai-nilai yang penting bagi masyarakat Indonesia.
Dengan memiliki kontrol atas nasib dan keputusan kita sendiri, kita bisa lebih percaya diri dalam mempertahankan nilai-nilai yang kita yakini mulia dan luhur. Indonesia yang merdeka juga lebih mampu untuk menghargai dan melestarikan warisan budaya serta tradisi yang menjadi bagian dari identitas bangsa . Dengan demikian, kemerdekaan dapat memperkuat konsep diri , harga diri bangsa dan mendorong perkembangan karakter khas yang mencerminkan nilai-nilai yang mulia dan luhur, warisan dari para leluhur dan nenek-kakek moyang bangsa kita.
Masyarakat Terjajah di Jagat Digital
Dewasa ini, masyarakat sering kali terjebak dalam “penjajahan” informasi yang disebabkan oleh keberagaman media, terutama media sosial. Masyarakat dapat menjadi tidak berdaya dalam menghadapi arus informasi yang tidak terpercaya dan berpotensi merugikan. Mereka dengan mudah dipengaruhi oleh narasi-narasi yang beredar tanpa mampu melakukan verifikasi yang memadai di jagat digital.
Hal ini disebabkan sebagian besar anggota masyarakat tidak memiliki keterampilan atau pengetahuan yang cukup untuk memilah informasi, mana yang benar dan mana yang palsu. Memang, masyarakat bisa “terjajah” oleh media, terutama jika media digunakan sebagai alat untuk menyebarkan ideologi, budaya, atau informasi yang dapat mengubah pandangan dan perilaku secara massal. Maka ketika masyarakat secara pasif menerima informasi tanpa kritis, mereka bisa terpengaruh oleh narasi yang dibentuk oleh media, baik itu dalam bentuk berita, iklan, atau konten di media sosial.
Penelitian menunjukkan bahwa ketika masyarakat tidak memiliki literasi media yang memadai, mereka lebih rentan terhadap manipulasi informasi dan dapat kehilangan otonomi dalam membentuk opini dan membuat keputusan yang rasional. Media sosial memiliki kekuatan untuk membentuk opini publik dan mempengaruhi norma sosial (Putra, 2024).
Misalnya, jika masyarakat menyukai dan mengkonsumsi media sosial yang terus-menerus menyoroti gaya hidup yang materialistik dan konsumtif, maka masyarakat secara umum bisa terdorong untuk menilai kebahagiaan dan kesuksesan dari sisi materi semata, yang bisa menggeser nilai-nilai budaya lokal yang lebih menekankan pada kebersamaan dan kesederhanaan. Timbullah budaya untuk menghalalkan segala cara termasuk maraknya tindakan korupsi yang sekarang menjadi keprihatinan kita bersama.
Rasa malu memudar dan jabatan bukan dianggap lagi sebagai amanah, namun layak diperebutkan sebagai sarana memperkaya diri. Sebuah contoh yang sederhana betapa pergeseran nilai amat berpengaruh pada kehidupan suatu bangsa. Bila ditarik ke fenomena saat ini, kita dapat melihat betapa masifnya pertukaran informasi antar individu di media sosial sebagai sarana interaksi social tanpa batasan usia, negara dan ideologi. Tak pelak, harkat dan martabat individu pun dapat terbentuk dan terpapar melalui interaksi mereka di dunia maya dan membentuk tata nilai dan moralitas baru.
Merdeka Bermedia Sosial
Dengan demikian, penting bagi masyarakat untuk meningkatkan literasi digital dan kritis terhadap informasi yang diterima dari media sosial, agar tidak “terjajah” oleh pengaruh media yang tidak selalu netral atau positif. Perilaku konsumtif dan hedonistik, penyebaran informasi palsu, serta kurangnya rasa empati dan kepedulian terhadap sesama adalah contoh dari budaya negatif yang dapat muncul akibat pengaruh buruk bermedia sosial yang kurang arif. Penting bagi masyarakat untuk bijak dalam menyaring informasi yang diterima agar tidak terpengaruh oleh budaya negatif yang dapat merusak tata nilai dan kepribadian bangsa Indonesia.
Media sosial saat ini memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap tatanan nilai dan moral bangsa Indonesia, yang kaya dengan kearifan lokal. Platform-platform ini sering kali memperlihatkan gaya hidup dan nilai-nilai yang berbeda dari budaya asli kita, yang dapat menggiring generasi muda untuk meninggalkan tradisi dan norma yang sudah ada.
Misalnya, budaya konsumtif, hedonisme, dan individualisme yang sering dipromosikan di media sosial bisa mengikis nilai-nilai tepa selira, kebersamaan, gotong royong, dan kesederhanaan yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Ketidaksesuaian konten dengan nilai-nilai lokal sering kali membuat generasi muda kehilangan jati diri mereka dan menjauh dari akar budaya yang seharusnya menjadi fondasi identitas bangsa (Wijayanti, 2021).
Apakah berarti kita sudah terjajah oleh media sosial? Jika kita mulai merasa, harkat dan martabat bangsa jatuh karena keliru bermedia sosial , mari kita mulai pikirkan strategi melawan penjajah baru kita ini. Jika kita malas memikirkannya, mari kita tengok sejenak kata Bung Karno, “Kemerdekaan hanyalah didapat dan dimiliki oleh bangsa yang jiwanya berkobar-kobar dengan tekad, ‘Merdeka! Merdeka atau mati’!”. Merdeka ! [T]
ACA artikel lain dari penulisPETRUS IMAM PRAWOTO JATI