PERATURAN pemerintah (PP) nomor 28 tahun 2024 (turunan UU Kesehatan 17/2023) menuai polemik. Sebabnya, apalagi kalau bukan karena disebutkan poin penyediaan alat kontrasepsi untuk remaja yang seksual aktif. Salah satu yang dikhawatirkan dari aturan tersebut adalah memicu prilaku seks bebas dan seks pranikah di kalangan remaja.
Mari jawab pertanyaan berikut. Apakah saat ini di kalangan remaja Indonesia memang betul tidak ada prilaku seks pranikah? Jika mau jujur, seks pranikah dan bahkan fenomena seks yang cenderung bebas sudah nyata ada. Ada senyata-nyatanya.
Masalahnya kan cuma kita saja yang tidak mengakui. Menutup mata dengan fakta yang terjadi di lingkungan sekitar kita, di sekolah dan kampus, di perkotaan dan desa-desa dan perkantoran, juga di media masa, bahkan mungkin di rumah kita sendiri. Fakta yang harus disembunyikan dari Tuhan saat, tentu saja, Tuhan yang maha tahu telah tahu segalanya.
Kenyataan yang kita tutupi kepada dunia luar agar kita selalu dikenal sebagai bangsa yang beradab dan berbudaya. Terhadap dunia luar yang bahkan mereka sendiri tak pernah repot menutupi kenyataan-kenyataan serupa yang terjadi dalam masyarakatnya. Karena bagi mereka yang jujur dan realistis, menyadari menjadi bangsa hipokrit itu menggelikan dan membuat risih.
Tuhan pasti lebih benci dengan yang begini. Jika saat ini kasus pernikahan usia dini masih banyak terjadi dan kasus infeksi HIV meningkat hingga 10 kali lipat dalam 15 tahun terakhir, jelas itu produk dari budaya hipokrit yang kita miliki.
Kita terlalu percaya diri menyikapi suatu isu hanya dari sudut pandang moral dan agama. Lalu mengabaikan justru isu tersebut lebih berat pada aspek biologis dan sosiokultural. Demikianlah soal libido.
Libido yang dimiliki oleh semua hewan serta manusia normal dan sehat adalah suatu energi. Desakan energi yang dihasilkan oleh proses neurohormonal yang kompleks dan tersembunyi jauh di bawah alam sadar manusia. Kisah-kisah legenda bahkan menyindir, sekalipun para dewa tak kuasa menahan libido.
Seperti Dewa Surya yang tak mampu menahan libidonya ketika melihat Dewi Kunti mandi di sebuah sungai pada suatu hari yang cerah dipenuhi sinar mentari. Atau Dewi Venus yang doyan bergonta-ganti pasangan lantaran energi libidonya yang sulit dikendalikan sampai ia sendiri kemudian mengalami penyakit kelamin akibat prilakunya tersebut. Tentu saja karena saat itu belum ada pabrik kondom yang dapat melindunginya dari penularan penyakit seksual.
Itulah kemudian kenapa istilah untuk dokter kulit dan kelamin dikenal dengan dermatovenerologist, diambil dari kata Venus tentu saja.
Dari kisah-kisah di atas, jika kita telaah secara mendalam, adalah pesan filosofis betapa kita harus belajar menjadi apa adanya dan ikhlas dengan kenyataan. Jika para dewa saja tak mampu mengendalikan libido, memangnya kita semua pasti bisa? Jika Dewi Venus, istri Dewa Vulkan yang bermuka buruk saja suka bergonta-ganti pasangan, yakinkah semua manusia dapat setia pada satu pasangan?
Ada begitu banyak pertanyaan retoris yang akan menggugah kesadaran kita. Bahwa budaya munafik bukanlah solusi yang baik. Tak semua hal dapat diluruskan hanya dengan aba-aba moralitas dan agama. Pendekatan konservatif dan kolot yang hanya melihat manusia dari sisi benar dan salah atau amal dan dosa belaka. Manusia jauh lebih rumit dan kompleks dari kedua variabel itu.
Maka spirit-spirit menerima, empati, kasih sayang dan pemberdayaan serta penanaman sikap tanggung jawab terhadap pilihan yang diambil jauh lebih baik.
Penyediaan kondom tentu saja bukan dengan gagasan mengajak semua remaja untuk berlomba-lomba menjadi aktif secara seksual. Rasanya para remaja pun tak berpikir sebodoh itu. Mirip dengan fenomena larangan merokok. Saat yang kita lakukan sekadar memberi edukasi tentang bahaya segala racun yang terkandung dalam rokok, rasanya semua perokok sudah tahu informasi usang tersebut. Kenyataannya, apakah dengan pengetahuan itu mereka lalu berhenti merokok? Pada umumnya tidak kan?
Maka, mestinya kita semua dapat memahai maksud dari PP nomor 28 tahun 2024 tersebut. Jika masih dapat bertahan sekuat tenaga, berhubungan seksualah jika sudah menikah. Jika tak mampu menahan libido, lakukanlah seks, kalau bisa hanya dengan satu pasangan saja.
Gunakanlah kondom untuk mencegah kehamilan dan penularan penyakit kelamin. Itu pilihan yang jauh lebih baik ketimbang melakukan seks, apalagi bergonta-ganti pasangan tanpa kondom. Itu jauh lebih baik daripada prilaku Dewi Venus dan para dewa pasangannya, karena mereka tidak menggunakan kondom dan tertular penyakit kelamin.[T]
KlikBACAuntuk melihat esai dan cerpen dari penulisDOKTER PUTU ARYA NUGRAHA