PANGKUNG merupakan tempat aliran air diapit oleh dua buah tebing yang tinggi dan curam (Muliyadi, dkk., 2018). Definisi tersebut kurang pas untuk menggambarkan pangkung di Desa Pucaksari.
Pangkung yang ada di Desa Pucaksari, Kecamatan Busungbiu, Buleleng, Bali, tidak selalu diapit oleh tebing curam dan tinggi. Ada beberapa pangkung diapit dataran yang ketinggiannya landai.
Dahulu, pangkung yang ada di Desa Pucaksari masih ada aliran airnya tetapi sekarang beberapa pangkung sudah menjadi pangkung mati dan dialiri air ketika musim penghujan.
Adapun nama-nama pangkung yang ada di Desa Pucaksari adalah Pangkung Biu, Pangkung Sampi, Pangkung Bebek, Pangkung Kelantan, Pangkung Kua, Pangkung Kejimas, dan Pangkung Lutung.
Nama-nama pangkung tersebut dapat ditelusuri dan dikaji dengan menggunakan kajian toponimi.
Toponimi adalah studi tentang nama-nama tempat, termasuk asal-usul, arti, penggunaan, dan perubahan nama-nama tersebut. Bidang ini merupakan cabang dari onomastik, yang merupakan studi umum tentang nama-nama.
Toponimi mencakup analisis etimologi, sejarah, dan geografi nama tempat, serta bagaimana nama-nama ini mencerminkan budaya, bahasa, dan sejarah daerah tersebut.
Beberapa aspek yang dipelajari dalam toponimi meliputi:
Etimologi: Meneliti asal-usul dan arti nama tempat. Ini sering kali melibatkan analisis linguistik untuk memahami kata-kata atau frasa asli yang digunakan.
Sejarah: Mempelajari perubahan nama tempat dari waktu ke waktu dan bagaimana faktor sejarah, politik, dan sosial mempengaruhi nama-nama tersebut.
Geografi: Mengeksplorasi hubungan antara nama tempat dan fitur geografis, seperti sungai, gunung, dan kota
Budaya dan Bahasa: Memahami bagaimana nama tempat mencerminkan budaya dan bahasa masyarakat yang digunakan oleh masyarakat. Ini bisa mencakup nama yang berasal dari bahasa asli, kolonial, atau campuran keduanya.
Penamaan pangkung di Desa Pucaksari lebih tepat dikaji secara etimologi dengan mengkaji asal-usul penamaan tempat tersebut.
Nama pangkung yang ada di Desa Pucaksari diberikan berdasarkan pada fungsi dan binatang serta tumbuhan yang terdapat pada pangkung tersebut. Nama -nama pangkung tersebut
Pangkung Biu
Biu artinya pisang. Daerah ini terletak di Timur Banjar Adat Kutul, Desa Pucaksari. Untuk mencapai daerah ini menuruni perkebunan kopi yang kemiringannya cukup terjal.
Di sisi kiri dan kanan pangkung ini dahulunya banyak tumbuh pohon pisang (biu). Pohon pisang yang tumbuh kebanyakan pohon pisang lokal. Oleh karena itu, pangkung ini dinamakan “Pangkung Biu.”
Pangkung Sampi
Sampi sama dengan sapi. Letak daerah ini cukup terjal jika ditelusuri dari Banjar Adat Kutul, Desa Pucaksari.
Pangkung ini diapit oleh dua dataran tinggi. Berdasarkan informasi dari penduduk Desa Pucaksari, dahulu beberapa penduduk Desa Pucaksari memelihara sapi (dalam bahasa Bali disebut sampi).
Sapi dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membajak sawah. Sapi yang telah digunakan untuk membajak sawah, sebelum dibawa ke kandang dimandikan di aliran pangkung. Masyarakat menyebut pangkung tersebut “Pangkung Sampi”.
Pangkung Bebek
Asal-usul nama Pangkung Bebek dapat ditelusuri dari fungsi pangkung tersebut. Pangkung Bebek dahulu difungsikan untuk mengandangkan bebek.
Masyarakat di sekitaran pangkung tersebut menempatkan bebeknya di aliran pangkung tersebut dengan memberi pembatas dengan anyaman bambu.
Anyaman bambu diletakkan di bagian atas dan bawah aliran pangkung sehingga bebeknya tidak bisa ke luar dari batas anyaman bambu. Masyarakat Desa Pucaksari menamai pangkung tersebut “Pangkung Bebek.”
Masyarakat di sekitaran Pangkung Bebek tidak mengetahui mengapa para orang tua dulu mengandangkan bebeknya di aliran Pangkung Bebek.
Pangkung Kua
Kua artina kura-kura. Pangkung Kua terletak di Dusun Tegalasih, Desa Pucaksari. Di pangkung ini ada banyak kekua [kƏkuƏ], ‘kura-kura’.
Kekua tersebut hidup di sepanjang aliran Pangkung Kua. Dengan banyaknya kekua yang ada di pangkung tersebut, masyarakat Desa Pucaksari memberi nama pangkung tersebut “Pangkung Kua.”
Ilustrasi Pangkung Kua | Ilustrasi oleh Suar Adnyana
Sampai saat ini, masyarakat di sekitaran Pangkung Kua sering menemukan kekua. Saat ini debit air yang ada di pangkung tersebut sangat kecil karena tidak ada lagi pohon besar yang tumbuh di sekitaran Pangkung Kua.
Pangkung Klantan.
Pangkung Klantan adalah nama pangkung yang berujung di Dusun Tegalasih, Desa Pucaksari. Pada ujung aliran pangkung ini, dibuat permandian umum oleh masyarakat Dusun Tegalasih.
Asal-usul nama pangkung ini berdasarkan informasi dari Putu Mekarjaya, aliran air pangkung ini dahulu cukup deras ‘nelantan’.
Nelantan artinya airnya mengalir deras tanpa hambatan. Karena aliran airnya yang cukup deras, masyarakat Desa Pucaksari menamai pangkung tersebut “Pangkung Kelantan.”
Pangkung ini saat ini dialiri air hanya ketika musim penghujan.
Pangkung Kejimas
Pangkung ini terletak di Dusun Beteng, Desa Pucaksari. Dahulu, di sekitaran pangkung ini banyak pohon kejimas (bahasa Latinnya adalah duabanga mollucana).
Kejimas termasuk Famili Sonneratia. Kayu Kejimas adalah jenis kayu yang dapat menyimpan air. Dengan banyaknya kayu kejimas yang tumbuh di sekitaran pangkung, masyarakat menamakan pangkung tersebut “Pangkung Kejimas.”
Pangkung Lutung
Pangkung ini melintasi Dusun Batu Megaang, Desa Pucaksari. Hulu dari pangkung ini adalah di dataran tinggi yang berada di atas Dusun Batu Megaang.
Air Pangkung Lutung tetap mengalir walaupun pada musim kemarau. Masyarakat Dusun Batu Megaang, Desa Pucaksari memanfaatkan aliran air Pangkung Lutung untuk mengairi persawahan.
Di sekitaran aliran pangkung banyak ditemukan monyet (bahasa Balinya lutung ‘ monyet jantan’) sehingga masyarakat Desa Pucaksari menamai pangkung tersebut ‘Pangkung Lutung.” [T]
Baca artikel lain dari penulisSUAR ADNYANA