30 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Repertoar “Ng”, Pranamya Swari, dan Proses Kreatifnya

JaswantobyJaswanto
June 19, 2024
inPersona
Repertoar “Ng”, Pranamya Swari, dan Proses Kreatifnya

Ni Putu Pranamya Swari

DI atas panggung Sasana Budaya, Singaraja, di hadapan penonton yang duduk bergerombol di tribune, lima perempuan muda duduk menghadap gamelan selonding yang ditata berhadap-hadapan, tiga di sisi kanan dan dua di sisi kiri. Salah satu di antara perempuan tersebut adalah Ni Putu Pranamya Swari—atau yang akrab dipanggil Mya.

Malam itu, tak hanya sebagai penabuh atau pemain saja, Mya juga sekaligus berperan sebagai komposer karya yang dipentaskan. Karya musik tersebut bertajuk “Ng”, salah satu repertoar yang dipertunjukkan dan dibicarakan dalam Festival Komponis Perempuan Wrdhi Cwaram, Sabtu (1/6/2024) malam.

Dalam produksi karya tersebut, Pranamya Swari melibatkan Ayu Santi Novita, Dea Krisna Putri, Acharya Savitri, dan Dayu Laksmi sebagai penabuh; dan Sanggar Bumi Bajra—sebuah platform kreatif untuk eksplorasi dan kolaborasi vokal, teater, tari, dan perkusi—sebagai kolaborator. Mya mengaku mendapat inspirasi dari senior-seniornya di Bumi Bajra.

“Ng” mulai dimainkan. Suara selonding yang dipukul dengan lembut dan hati-hati, mencipta suasana tenang dan sublim di tengah suara bising Jalan Veteran, Paket Agung, Singaraja. Mendengar suara alat musik tradisional Bali itu, Sasana Budaya seolah menjelma tempat meditasi yang menyegarkan pikiran dari hiruk-pikuk aktivitas dan beban pekerjaan sehari-hari.

Selonding yang dimainkan Mya dan kawan-kawannya—vibrasi bunyinya—malam itu seolah mampu mengantarkan pendengar sampai pada dimensi murni yang hening, khusuk, sehingga mampu menstimulasi ketenangan dan kesejukan yang dapat menjernihkan pikiran. Musik (sound) memang sudah sejak lama dijadikan media alternatif penyembuhan atau sekadar merefesh diri dari kepenatan.

Repertoar “Ng” gubahan Mya berangkat dari fenomena orang Bali yang sering menggunakan intonasi nasal—bersangkutan dengan bunyi bahasa yang dihasilkan dengan mengeluarkan udara melalui hidung—“ng” dalam beragam aktifitas, baik dalam suasana religius (bergumam mengartikulasikan mantra-mantra) mapun yang berkaitan dengan estetika (tradisi lisan, bermusik).

Ni Putu Pranamya Swari | Foto: Rusdy

Selain itu, penggunaan nasal “ng” juga tampak pada proses menuangkan gending-gending—para pengrawit tradisi mengartikulasikan “ng” dalam berproses kreatif mereka. Dari fenomena tersebut, Mya menyajikan komposisi “ng” dalam barungan gambelan selonding.

Pada komposisi tersebut, “ng” diartikulasikan pada bilah-bilah selonding yang merepresentasikan olah pernapasan yang dikeluarkan oleh suara nasal dan mencoba untuk bermain secara random—dalam hal ini memainkan instrumen dengan ukuran pernapasan (nasal) dari masing-masing pemainnya.

Hal tersebut dilakukan dengan maksud membentuk artikulasi getaran nada dengan olah pernapasan menjadi ukuran ritme dalam bermusik. Bertemunya getaran nada yang tidak beraturan tersebut akan menghasilkan modulasi suara atau bunyi yang dibiarkan berbunyi apa adanya.

Sifat bilah-bilah nada yang lateral dipicu oleh eksplosif seperti pengucapan “ed” yang bisa diartikulasikan ke dalam bentuk hentakan dan menghasilkan gelombang/dentuman. Tentu, peranan suara nasal “ng” akan tetap harmoni dengan getaran besinya.

Namun, meskipun tidak sepenuhnya dimainkan secara random—tapi kembali pada esensi, “Ng” bermaksud ingin menuju ritme yang tak sama tapi menghasilkan sebuah komposisi musik dengan olahan “ng” pada keseluruhan nada selonding.

Repertoar debutan ini menggunakan formula/sistem kerja “ng” pada getaran nada selonding dengan metode eksplorasi, sehingga menghasilkan modulasi suara yang artikulatif. “Menurut saya ini adalah karya terbaik yang saya ciptakan,” ujar Mya kepada tatkala.co, Rabu (12/6/2024) siang.

Ni Putu Pranamya Swari, yang dilahirkan di Denpasar pada 1998, merupakan pelaku seni pertunjukan yang khusus mendalami seni karawitan Bali—walaupun dalam bidang ini ia tidak pernah belajar secara formal. Mya lulus dari jurusan Bisnis dan Manajemen di Politeknik Negeri Bali.

“Saya tumbuh dan besar di keluarga dokter dan dosen,” kata Mya. Lantas, bagaimana Mya menjadi seorang komposer? “Bapak yang memaksa saya untuk belajar kesenian tradisi,” jawabnya. Mya belajar berkesenian di Sanggar Maha Bajra Sandhi asuhan Ida Wayan Oka Granoka Gong—atau yang akrab dipanggil Tu Aji Granoka Gong, sebagaimana Mya menyebutnya.

Di Sanggar Bajra Sandhi itulah, Mya belajar menumbuhkan dan membangun semangat berkesenian. Dan selain itu, dalam proses berkesenian Mya, nama Wayan Kayumas tentu tak boleh dilupakan. “Ia yang menggenjot saya dalam kesenian gender wayang,” tutur Mya seolah sekaligus mengucapkan rasa terima kasih kepada nama yang ia sebut. Selain belajar seni musik tradisi, Mya juga mempelajari sedikit tentang tari dan seni pertunjukan.

Ni Putu Pranamya Swari bersama para penabuhnya | Foto: Rusdy

Meskipun tidak belajar kesenian di sekolah atau institusi formal, bagi Mya, kesenian—khususnya karawitan—merupakan “nyawa”. Menurutnya, saat ini, kesenian dijadikan sebagai media healing di tengah-tengah kesibukannya sebagai pebisnis.

Sebagai seorang yang tumbuh di lingkungan akademisi dan dokter, pikiran Mya tampaknya tak jauh-jauh dari frasa penyembuhan (healing), ketenangan jiwa, dan keseimbangan. Dan itulah tampaknya yang hendak ia sampaikan dalam repertoar “Ng”, yakni harmonisasi yang timbul di dalam ketenangan dan konsentrasi.  

Saat ditanya mengenai apa yang ia perjuangan dan apa yang hendak dicapai dalam berkeseniannya, Mya menjawab dengan praktis, “Sebagai media healing dan mengasah teamwork.” Meski begitu, perempuan muda yang saat ini dipercaya menjadi Manajer Naluri Manca itu, pernah vakum selama bertahun-tahun dalam kesenian karawitan karena mengenyam pendidikan di Politeknik Negeri Bali.

Namun, setelah kevakuman tersebut, Mya mencoba berkarya kembali dalam Festival Taksapala. Jiwa karawitan yang sudah mengalir dalam darahnya itu mulai bangkit kembali. Hingga setelah itu, Mya kembali berkarya bersama Bumi Bajra dan juga Naluri Manca.

“Yang membuat saya menjadi seperti sekarang adalah keinginan saya untuk tetap mencintai kesenian tradisi. Dan setiap saya melakukan kegiatan tradisi ini, saya merasa heal—sembuh,” kata Mya.

Sebagai seniman perempuan, Mya mengaku pernah merasa diremehkan dan dianggap tidak bisa menabuh dengan durasi yang lama. Ia juga pernah merasa “diasingkan”. Tapi setelah ia berhasil membuktikan kepada orang-orang bahwa perempuan juga bisa berkarya, di tengah perkembangan penabuh perempuan saat ini yang sudah berkembang pesat, Mya merasa sudah ada kesetaraan gender dalam kesenian Bali.

Menurut Mya, tantangan dan kesulitannya sebagai seniman perempuan adalah eksplorasi yang terbatas. Baginya banyak ranah yang masih dianggap tabu, yang kadang kala sulit untuk ditembus seorang perempuan—ia tidak menyebutkan contohnya.

“Proses kreatif yang cukup struggle walaupun challenging,” ujarnya. Sejak dilahirkan, perempuan seolah sudah berada dalam bingkai, dalam klasifikasi-klasifikasi dengan konteks tertentu. Ada begitu banyak bentuk penyeragaman kepada perempuan, termasuk standar kecantikan. Menurut Mya tidak adil ketika para perempuan itu harus diseragamkan, harus begini, harus begitu, secara moral diatur harus begini-begitu.

Ni Putu Pranamya Swari (paling kiri) saat diskusi karya | Foto: Rusdy

Sampai di sini, layaknya Melati Suryodarmo, Mya juga ingin mendorong seniman perempuan muda untuk lebih kuat dalam pemikiran dan juga kritis terhadap medium mereka. Dalam hal tersebut maka perlu pembentukan perspektif, juga menyusun strategi artistiknya seperti apa. Seniman perempuan harus paham yang seperti itu, karena situasi sekarang semakin kompleks.

“Saya sangat setuju dengan ide kesetaraan. Semua insan, baik laki-laki maupun perempuan, juga memiliki hasrat yang sama dalam melakukan apa pun termasuk kesenian,” kata Mya tegas. Dalam waktu dekat ini, Mya berharap dapat kolaborasi dengan seniman seni pertunjukan dan membuat karya seni tari dan tabuh kontemporer. Itu keinginan yang bagus.[T]

Reporter: Jaswanto
Penulis: Jaswanto
Editor: Adnyana Ole

Repertoar “Kelangensih” Karya Desak Suarti Laksmi: Kombinasi antara Bali, India, dan Barat
Membicarakan Kembali Identitas Musikal Dangin Njung dan Dauh Njung di Bali Utara
Gong Mebarung Banjar Paketan dan Desa Umejero: Karya Rekonstruksi dan Reinterpretasi
Bersama Swasthi Bandem dan Luh Menek, Membincangkan Peran Perempuan dalam Seni Pertunjukan
Tags: Festival Komponis Perempuan Wrdhi CwaramSanggar Bumi BajraSanggar Maha Bajra Sandhi
Previous Post

Danau Tamblingan, Sumber Air, Objek Wisata, dan Hal-hal yang Dilakukan Mahasiswa

Next Post

Logika Kacau Kriteria Lomba Gong Kebyar Wanita di Jembrana

Jaswanto

Jaswanto

Editor/Wartawan tatkala.co

Next Post
Logika Kacau Kriteria Lomba Gong Kebyar Wanita di Jembrana

Logika Kacau Kriteria Lomba Gong Kebyar Wanita di Jembrana

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Menulis Masih Relevan di Era Kecerdasan Buatan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

by Emi Suy
May 29, 2025
0
Membunyikan Luka, Menghidupkan Diri : Catatan Pameran “Gering Agung” Putu Wirantawan

DI masa pandemi, ketika manusia menghadapi kenyataan isolasi yang menggigit dan sakit yang tak hanya fisik tapi juga psikis, banyak...

Read more

Uji Coba Vaksin, Kontroversi Agenda Depopulasi versus Kultur Egoistik Masyarakat

by Putu Arya Nugraha
May 29, 2025
0
Kecerdasan Buatan dan Masa Depan Profesi Dokter

KETIKA di daerah kita seseorang telah digigit anjing, apalagi anjing tersebut anjing liar, hal yang paling ditakutkan olehnya dan keluarganya...

Read more

Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

by Bayu Wira Handyan
May 28, 2025
0
Sunyi yang Melawan dan Hal-hal yang Kita Bayangkan tentang Hidup : Film “All We Imagine as Light”

DI kota-kota besar, suara-suara yang keras justru sering kali menutupi yang penting. Mesin-mesin bekerja, kendaraan berseliweran, klakson bersahutan, layar-layar menyala...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud
Pameran

Memperingati Seratus Tahun Walter Spies dengan Pameran ROOTS di ARMA Museum Ubud

SERATUS tahun yang lalu, pelukis Jerman kelahiran Moskow, Walter Spies, mengunjungi Bali untuk pertama kalinya. Tak lama kemudian, Bali menjadi...

by Nyoman Budarsana
May 27, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

Puisi-puisi Sonhaji Abdullah | Adiós

May 17, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [15]: Memeluk Mayat di Kamar Jenazah

May 15, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co