31 May 2025
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis
No Result
View All Result
tatkala.co
No Result
View All Result

Harimau Bali di Bali Utara Sekitar Tahun 1919: Dokumen Langka dari “Kidung Yadnyeng Ukir” Karya Ida Pedanda Ngurah

Putu Eka Guna YasabyPutu Eka Guna Yasa
April 10, 2024
inEsai
Harimau Bali di Bali Utara Sekitar Tahun 1919: Dokumen Langka dari “Kidung Yadnyeng Ukir” Karya Ida Pedanda Ngurah

Ida Pedanda Ngurah dan foto harimau bali

Harimau Bali di Bali Utara Sekitar Tahun 1919: Dokumen Langka dari Kidung Yadnyeng Ukir[i] Karya Ida Padanda Ngurah


BARANGKALI sulit bagi kita untuk membayangkan bahwa sekitar 100 tahun silam pernah hidup binatang yang diberi gelar raja hutan alias harimau di Bali (panthera tigris Balica). Maklum, kita hidup di tengah era yang sudah sesak dengan bangunan dan kemacetan. Tentu keadaan ini bukan habitat yang baik untuk binatang sejenis harimau Bali.

Harimau Bali juga dikenal dengan sebutan Sang Mong. Penamaan ini berkaitan dengan tiruan bunyi (onomathopea) harimau yang meraung. Sama seperti nama cekcek, miong, guak, dan yang lainnya dalam bahasa Bali yang dinamai karena suara yang dihasilkannya. Nama lainnya yang sering disebut masyarakat adalah macan mincid. Kata macan jelas mengacu pada harimau, sedangkan mincid bermakna ukuran bentuknya yang kecil, hanya lebih besar sedikit dari kucing.

Harimau Bali memiliki bulu yang pendek dengan warna oranye gelap. Lorengnya lebih sedikit dari harimau Jawa dan Sumatra. Akan tetapi, di antara loreng-lorengnya terkadang ada tutul-tutul kecil. Kekhasan ini menyebabkan harimau Bali memiliki loreng-loreng yang lebih rapat[ii].

Harimau Bali dijadikan Pertunjukan Sirkus | Foto diambil dari Wikipedia

Warna kulit yang loreng, ditambah taring yang muncul ketika menyeringai, dan langkah yang hati-hati ketika menyergap mangsa, pasti membuat binatang lain termasuk manusia takut. Apalagi raungannya yang keras dan panjang, seisi hutan dipastikan lari untuk menyelamatkan diri. Dari bekal lahir yang dimiliki harimau itu, pantaslah mereka yang hidup di hutan-hutan Bali sekaligus menjaga hutan dari tangan-tangan manusia yang ingin mengalihfungsikan lahan.

Namun sayang, walaupun memiliki peran yang sangat vital dalam melindungi hutan, sang penjaga wana sudah dinyatakan sirna. Mereka senasib dengan harimau Jawa yang juga telah lenyap, tak tersisa. Kolonialisme ditengarai sebagai salah satu faktor yang menyebabkan keberadaan mereka semakin berkurang dan perlahan hilang. Para tentara Belanda konon memburu harimau Bali dengan menggunakan perangkap kaki bergerigi dari besi dengan umpan kambing dan manjangan[iii]. Sementara di Pulau Jawa, ada tradisi Rampog Macan[iv] yang menjadikan macan sebagai unjuk ketangkasan para kesatria dalam mempertontonkan ketangkasannya, termasuk mengadu macan dengan binatang lain.

Kidung Yandnyeng Ukir

Kita tidak akan memperpanjang cerita perih di balik punahnya harimau Bali dan Jawa. Akan tetapi, membaca sedikit tentang pertemuan seorang pendeta bernama Ida Padanda Ngurah dengan tiga ekor harimau Bali di Bali Utara. Kisah pertemuan itu beliau catat dalam sebuah karya sastra yang berjudul Kidung Yajnyeng Ukir ‘senandung upacara di gunung’.

Foto Ida Padanda Ngurah | Koleksi Gria Gede Belayu

Ida Padanda Ngurah adalah seorang pendeta yang berasal dari Gria Gede Belayu, Marga, Tabanan. Beliau merupakan seorang pendeta sekaligus sastrawan (kawi-wiku) yang produktif. Dari ketekunan beliau bertani kata di ladang sastra, ada banyak karya sastra yang telah dilahirkan, seperti Kidung Bhuwana Winasa, Kakawin Surantaka, Kakawin Gunung Kawi, Kakawin Gwara Gong, Parikan Singhala, dan yang lainnya. Kita dapat pastikan bahwa Ida Padanda Ngurah adalah pencatat peristiwa zaman peralihan yang ulet, khususnya pada fase keruntuhan era kerajaan ke kolonial pada abad XIX. Pada zaman itu pula, beliau mendokumentasikan pertemuannya dengan tiga ekor harimau Bali.

Adakah pertemuan beliau di sekitar tahun 1919 itu adalah pertemuan dengan harimau Bali terakhir? Kita tidak tahu pasti.

Perjumpaan dengan harimau Bali yang dicatat oleh Ida Padanda Ngurah adalah dokumen langka yang secara eksplisit menyatakan ada harimau yang pernah hidup di Bali. Informasi dalam karya sastra ini dapat kita percayai karena karya sastra yang ditulis oleh Ida Padanda Ngurah adalah kisah nyata tentang perjalanan beliau ketika melakukan tirta yatra atau tirta gamana ke wilayah Bali Utara, Buleleng. Sama seperti perjalanan Mpu Prapanca ketika mengabadikan perjalanan Raja Hayam Wuruk dalam pustaka Nêgara Krêtagama. Hingga kini wilayah-wilayah yang dilalui oleh Ida Padanda Ngurah masih bisa ditelusuri dan ditemukan.

Perjalanan Ida Padanda Ngurah ke Bali Utara dilakukan sekitar tahun 1919 Masehi. Kala itu, beliau baru saja menyelesaikan upacara besar di tiga gunung yang ada di Bali, yaitu Pucak Padang Dawa, Batukaru, dan Beratan. Ida Padanda Ngurah bertujuan untuk melakukan persembahyangan ke Pura Pulaki, sekaligus menyucikan diri di berbagai patirtan, dan menjelajahi keindahan sepanjang perjalanan (anglanglang kalangwan).

Pura Pulaki

Pura Pulaki diketahui sebagai salah satu tempat distanakannya putri Dang Hyang Nirartha yang bernama Ida Ayu Swabhawa dengan gelar Bhatari Melanting, Hyangning Salaga, dan Bhatari Puhlaki[v]. Pura itulah yang dituju oleh Ida Padanda Ngurah. Rute yang beliau tempuh dari Belayu melewati daerah-daerah seperti Candi Kuning, Kembang Merta, dan Pancasari.

Sebelum melewati wilayah hutan lebat di sekitar Wanagiri, beliau mampir di rumah seseorang yang bernama Raden Ketut untuk meminta brahmasara (bedil)dan lima pedang. Peminjaman senjata itu dimaklumi karena di tahun-tahun tersebut suasana hutan yang tanpa penerangan pasti berbahaya, baik karena binatang seperti ular, kera, bahkan harimau itu sendiri.

Sampai di puncak bukit, Ida Padanda Ngurah menuju ke arah Gobleg lalu turun hingga sampai di Munduk. Perjalanan dilanjutkan hingga beliau tiba di wilayah Banjar. Dari wilayah Banjar, Ida Padanda bertolak langsung menuju ke Pura Pulaki. Dari Banjar, perjalanan tidak lagi ditempuh dengan berjalan kaki, tetapi menaiki perahu melintasi Pangastulan, Air Mandaom, Tukad Pungku, Air Brombong, Patas, Gerokgak, Batu Agung, Air Pule, Tukad Getas, dan Tegal Lenga.

Dari segara “laut”, Ida Padanda Ngurah melihat keindahan giri “gunung‟ (katon kalangwaning ukir). Berbagai gunung yang dilihat di sepanjang perjalanan disebutkan oleh Ida Padanda Ngurah seperti Gunung Gondhol, Gunung Patas, Gunung Malang, Gunung Candi Bunga, Gunung Rebuk, hingga akhirnya tiba di Gunung Pulaki.

Di Pulaki, Ida Padanda Ngurah menguraikan keindahan pegunungan dengan sangat mempesona. Gunung itu seperti bersinar ketika diterangi oleh matahari. Di puncaknya ada dua batu besar yang bercahaya bagaikan candi bentar. Batu di pinggir jurang yang tinggi bagaikan pendeta suci yang kata-katanya utama dan nirmala. Pendeta tersebut tengah berkonsentrasi pada tujuh gunung yang ada di dalam diri (sapta parwwatĕ minusti haneng garbbha), termasuk pula tujuh sungai (sapta gangga), tujuh danau (sapta ranu), hingga tujuh tingkat kasunyatan (sapta sunya). Dengan kekuatan jnyana, amerta diturunkan dengan gagelaran wisarga dan nungswara. Maka, penyucian dilakukan di dalam sarira.

Proses persembahyangan di Pura Pulaki justru tak banyak dijelaskan oleh Ida Padanda Ngurah, padahal itu tujuan utama beliau. Barangkali, analogi batu di pinggir jurang serupa pendeta yang mapuja dengan penjelasan panjang lebar itu adalah aktivitas beliau sendiri. Begitulah cara seorang Kawi yang jnyananya tinggi merendahkan hati.

Harimau Bali di Banyu Wedang

Setelah bersembahyang di Pura Pulaki, Ida Padanda Ngurah bersama rombongan melanjutkan perjalanan. Di wilayah Pemuteran, terlihat tiga buah telaga dan satu air panas yang bisa melenyapkan duka lara serta menyucikan diri. Selanjutnya, di wilayah Pagametan juga ada satu telaga suci yang bagaikan taladwaja. Rombongan sedikit tersentak ketika tengah malam sampai di Banyu Wedang. Saat itu, air laut tiba-tiba surut.

Harimau Bali | Gambar diolah dengan AI

Di dalam hutan terlihat tirta yang berkilau karena disinari oleh Hyang Sitangsu (Bulan). Ada empat jumlahnya. Ketika air suci tersebut hendak diambil, beberapa pengawal yang ikut dalam rombongan Ida Padanda Ngurah melihat tiga ekor harimau yang sedang berada di tengah telaga. Selengkapnya mari kita simak kutipan di bawah ini.

Hana rakwa tinon dhening wadwanning ngwang, mrĕggha natta ya katriṇi, ring saṇdhinging sĕndhang, sigra yā umintar (Kidung Yajnyeng Ukir, bait 315).

Terjemahan.

Ada yang dilihat oleh pengawalku, yaitu tiga ekor harimau, di tengah telaga, dengan segera mereka pergi.

Kata mrêggha natta dalam kutipan di atas mengacu pada harimau. Kata mrêggha berarti ‘binatang hutan’, sedangkan kata natta berarti ‘raja’. Oleh sebab itu, mrĕggha natta berarti raja binatang hutan yang bermakna sama dengan harimau atau singa[vi]. Dalam konteks ini yang dimaksud  mrĕggha natta adalah harimau, khususnya harimau Bali (panthera tigris Balica).

Karena melihat harimau Bali itu, para pengawal melarang Ida Padanda Ngurah untuk menyucikan diri di sana. Namun demikian, Sang Pendeta tetap teguh untuk menyucikan diri di tempat itu. Ketika menyentuhkan kaki untuk pertama kalinya di air, beliau terperangah karena airnya ternyata panas. Sesuai dengan nama wilayahnya, tirta itu memang Banyu Wedang ‘air panas’. Ida Padanda Ngurah sangat meyakini air panas tersebut dapat mengobati berbagai penyakit.

Usai bertemu dengan harimau Bali dan melakukan penyucian diri di Banyuwedang, Ida Padanda Ngurah kembali pulang ke Gria Banjar untuk selanjutnya ke Gria Belayu. Perjalanan pulang dari tirta gamana ini juga menjelaskan Ida Padanda Ngurah sempat bersembahyang di Danau Tamblingan sebelum akhirnya sampai di Gria Gede Belayu dan mendapatkan berita bahwa Raja Belayu tengah sakit keras dan wafat.

Harimau Bali Pasca 1919

Demikianlah penggalan kisah pertemuan antara Ida Padanda Ngurah dengan harimau Bali di wilayah Bali Utara, tepatnya di Banyuwedang. Kala itu, masih ada tiga ekor harimau Bali yang masih hidup. Artinya, di sekitar tahun 1919 Masehi harimau Bali belum punah sepenuhnya.

Sulit dibayangkan, betapa takutnya para pengawal yang mendampingi Ida Padanda Ngurah ketika melihat tiga raja hutan itu sedang berada di telaga (kolam) Banyu Wedang. Sesungguhnya, para pengawal itu meminta Ida Padanda Ngurah untuk menjauh, tetapi beliau tetap ingin menyucikan diri di pemandian itu dengan teguh.  

Bagi para pengawal dan masyarakat awam, melihat harimau di tengah malam pastilah situasi yang mencekam. Akan tetapi, berbeda dengan seorang pendeta pemuja Shiwa seperti Ida Padanda Ngurah. Shiwa dalam berbaga arca sering diwujudkan dengan figur yang mengenakan busana dan duduk di atas kulit harimau sebagai simbol kemenangan atas sifat kebinatangan. Barangkali demikian pula dengan kualitas kesucian yang telah dicapai oleh Ida Padanda Ngurah. Perjumpaan dengan harimau Bali tak lagi membahayakan tetapi membahagiakan.

Harimau Bali, ditembak tahun 1920 | Sumber: Instagram Sejarah Bali

Namun sayang, setelah itu tepatnya tahun 1920 ada berita harimau Bali ditembak oleh M. Zanveld. Adakah itu harimau yang sama dengan yang ditemui oleh Ida Padanda Ngurah? Ketika melihat foto harimau itu, saya tidak sanggup lagi melanjutkan tulisan ini. [T]


[i] Kidung Yajnyeng Ukir diterjemahkan oleh Guna Yasa, dan diterbitkan Perpusnas tahun 2023.

[ii] Informasi dari akun Instagram Sejarah Bali, tanggal 5 April 2024.

[iii] Ibid.

[iv] Informasi didapatkan dari akun Intsagram Kolonial_Verslag, 7 April 2024.

[v] Baca, Palguna, 2015: 202.

[vi] Zoetmulder, 2004: 674.

BACA artikel lain dari penulis PUTU EKA GUNA YASA

Niksayang Peplajahan: Tujuan Ida Padanda Made Sidemen Menjadi Pendeta
Nurat Asing Gon : Kunci Produktivitas Ida Padanda Made Sidemen dalam Bersastra
Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu
Tags: Guna Yasaharimau baliIda Pedanda NgurahkidungKidung Yadnyeng Ukirsastra
Previous Post

Hal yang Didapat dan Hal yang Ditinggalkan Saat Antrean Pemudik di Gilimanuk

Next Post

Kilas Balik Jegeg Bagus Buleleng 2024: Berbudi Baik Seperti Padma, Berpikir Tajam Seperti Panah Arjuna

Putu Eka Guna Yasa

Putu Eka Guna Yasa

Pembaca lontar, dosen FIB Unud, aktivitis BASAbali Wiki

Next Post
Kilas Balik Jegeg Bagus Buleleng 2024: Berbudi Baik Seperti Padma, Berpikir Tajam Seperti Panah Arjuna

Kilas Balik Jegeg Bagus Buleleng 2024: Berbudi Baik Seperti Padma, Berpikir Tajam Seperti Panah Arjuna

Please login to join discussion

ADVERTISEMENT

POPULER

  • “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    “Muruk” dan “Nutur”, Belajar dan Diskusi ala Anak Muda Desa Munduk-Buleleng

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sang Hyang Eta-Eto: Memahami Kalender Hindu Bali & Baik-Buruk Hari dengan Rumusan ‘Lanus’

    23 shares
    Share 23 Tweet 0
  • Hari Lahir dan Pantangan Makanannya dalam Lontar Pawetuan Jadma Ala Ayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film “Mungkin Kita Perlu Waktu” Tayang 15 Mei 2025 di Bioskop

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tulak Tunggul Kembali ke Jantung Imajinasi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

KRITIK & OPINI

  • All
  • Kritik & Opini
  • Esai
  • Opini
  • Ulas Buku
  • Ulas Film
  • Ulas Rupa
  • Ulas Pentas
  • Kritik Sastra
  • Kritik Seni
  • Bahasa
  • Ulas Musik

Tembakau, Kian Dilarang Kian Memukau

by Petrus Imam Prawoto Jati
May 31, 2025
0
Refleksi Semangat Juang Bung Tomo dan Kepemimpinan Masa Kini

PARA pembaca yang budiman, tanggal 31 Mei adalah Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk meningkatkan...

Read more

Melahirkan Guru, Melahirkan Peradaban: Catatan di Masa Kolonial

by Pandu Adithama Wisnuputra
May 30, 2025
0
Mengemas Masa Silam: Tantangan Pembelajaran Sejarah bagi Generasi Muda

Prolog Melalui pendidikan, seseorang berkesempatan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Pendidikan menjadi sarana untuk mendapatkan pengetahuan sekaligus mengasah keterampilan bahkan sikap...

Read more

Menjawab Stigmatisasi Masa Aksi Kurang Baca

by Mansurni Abadi
May 30, 2025
0
Bersama dalam Fitri dan Nyepi: Romansa Toleransi di Tengah Problematika Bangsa

SEBELUM memulai pembahasan lebih jauh, marilah kita sejenak mencurahkan doa sembari mengenang kembali rangkaian kebiadaban yang terjadi pada masa-masa Reformasi,...

Read more
Selengkapnya

BERITA

  • All
  • Berita
  • Ekonomi
  • Pariwisata
  • Pemerintahan
  • Budaya
  • Hiburan
  • Politik
  • Hukum
  • Kesehatan
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Pertanian
  • Lingkungan
  • Liputan Khusus
Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

Perpres 61 Tahun 2025 Keluar, STAHN Mpu Kuturan Sah Naik Status jadi Institut

May 29, 2025
 Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

Haul Buya Syafii Maarif : Kelas Reading Buya Syafii Gelar Malam Puisi dan Diskusi Publik

May 27, 2025
911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

911—Nomor Cantik, Semoga Nomor Keberuntungan Buleleng di Porprov Bali 2025

May 21, 2025
Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

Inilah Daftar Panjang Kusala Sastra Khatulistiwa 2025

May 17, 2025
Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

Meningkat, Antusiasme Warga Muslim Bali Membuka Tabungan Haji di BSI Kantor Cabang Buleleng

May 16, 2025
Selengkapnya

FEATURE

  • All
  • Feature
  • Khas
  • Tualang
  • Persona
  • Historia
  • Milenial
  • Kuliner
  • Pop
  • Gaya
  • Pameran
  • Panggung
Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025
Panggung

Perayaan Penuh Kelezatan di Ubud Food Festival 2025

MEMASUKI tahun ke-10 penyelenggaraannya, Ubud Food Festival (UFF) 2025 kembali hadir dengan semarak yang lebih kaya dari sebelumnya. Perayaan kuliner...

by Dede Putra Wiguna
May 31, 2025
ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”
Panggung

ft. moreNarra di Acara “ASMARALOKA”—Album Launch Showcase dari Arkana: “Ya, Biarkan”

MENYOAL asmara atau soal kehidupan. Ada banyak manusia tidak tertolong jiwanya-sakit akibat berharap pada sesuatu berujung kekecewaan. Tentu. Tidak sedikit...

by Sonhaji Abdullah
May 29, 2025
Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025
Panggung

Sulaman Sejarah dan Alam dalam Peed Aya Duta Buleleng untuk PKB 2025

LANGIT Singaraja masih menitikkan gerimis, Selasa 27 Mei 2025, ketika seniman-seniman muda itu mempersiapkan garapan seni untuk ditampilkan pada pembukaan...

by Komang Puja Savitri
May 28, 2025
Selengkapnya

FIKSI

  • All
  • Fiksi
  • Cerpen
  • Puisi
  • Dongeng
Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

Lengkingan Gagak Hitam | Cerpen Mas Ruscitadewi

May 31, 2025
Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

Puisi-puisi Eddy Pranata PNP | Stasiun, Lorong, Diam

May 31, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [17]: Wanita Tua dari Jalur Kereta

May 29, 2025
Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

Menunggu Istri | Cerpen IBW Widiasa Keniten

May 25, 2025
Kampusku Sarang Hantu [1]: Ruang Kuliah 13 yang Mencekam

Kampusku Sarang Hantu [16]: Genderuwo di Pohon Besar Kampus

May 22, 2025
Selengkapnya

LIPUTAN KHUSUS

  • All
  • Liputan Khusus
Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan
Liputan Khusus

Kontak Sosial Singaraja-Lombok: Dari Perdagangan, Perkawinan hingga Pendidikan

SEBAGAIMANA Banyuwangi di Pulau Jawa, secara geografis, letak Pulau Lombok juga cukup dekat dengan Pulau Bali, sehingga memungkinkan penduduk kedua...

by Jaswanto
February 28, 2025
Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan
Liputan Khusus

Kisah Pilu Sekaa Gong Wanita Baturiti-Kerambitan: Jawara Tabanan Tapi Jatah PKB Digugurkan

SUNGGUH kasihan. Sekelompok remaja putri dari Desa Baturiti, Kecamatan Kerambitan, Tabanan—yang tergabung dalam  Sekaa Gong Kebyar Wanita Tri Yowana Sandhi—harus...

by Made Adnyana Ole
February 13, 2025
Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti
Liputan Khusus

Relasi Buleleng-Banyuwangi: Tak Putus-putus, Dulu, Kini, dan Nanti

BULELENG-BANYUWANGI, sebagaimana umum diketahui, memiliki hubungan yang dekat-erat meski sepertinya lebih banyak terjadi secara alami, begitu saja, dinamis, tak tertulis,...

by Jaswanto
February 10, 2025
Selengkapnya

ENGLISH COLUMN

  • All
  • Essay
  • Fiction
  • Poetry
  • Features
Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

Poems by Dian Purnama Dewi | On The Day When I Was Born

March 8, 2025
Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

Poem by Kadek Sonia Piscayanti | A Cursed Poet

November 30, 2024
The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

The Singaraja Literary Festival wakes Bali up with a roar

September 10, 2024
The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

The Strength of Women – Inspiring Encounters in Indonesia

July 21, 2024
Bali, the Island of the Gods

Bali, the Island of the Gods

May 19, 2024

TATKALA.CO adalah media umum yang dengan segala upaya memberi perhatian lebih besar kepada seni, budaya, dan kreativitas manusia dalam mengelola kehidupan di tengah-tengah alam yang begitu raya

  • Penulis
  • Tentang & Redaksi
  • Kirim Naskah
  • Pedoman Media Siber
  • Kebijakan Privasi
  • Desclaimer

Copyright © 2016-2024, tatkala.co

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Feature
    • Khas
    • Tualang
    • Persona
    • Historia
    • Milenial
    • Kuliner
    • Pop
    • Gaya
    • Pameran
    • Panggung
  • Berita
    • Ekonomi
    • Pariwisata
    • Pemerintahan
    • Budaya
    • Hiburan
    • Politik
    • Hukum
    • Kesehatan
    • Olahraga
    • Pendidikan
    • Pertanian
    • Lingkungan
    • Liputan Khusus
  • Kritik & Opini
    • Esai
    • Opini
    • Ulas Buku
    • Ulas Film
    • Ulas Rupa
    • Ulas Pentas
    • Kritik Sastra
    • Kritik Seni
    • Bahasa
    • Ulas Musik
  • Fiksi
    • Cerpen
    • Puisi
    • Dongeng
  • English Column
    • Essay
    • Fiction
    • Poetry
    • Features
  • Penulis

Copyright © 2016-2024, tatkala.co