I
PADA kisaran tahun ’70-an hingga pertengahan ‘90-an, India dijejali dengan film bergenre Angry Young Man, yang—menyitir Mahfud Ikhwan—“berciri tokoh utama berusia muda, (biasanya) miskin, anti kemapanan, baik hati, penuh cinta tapi juga penuh dendam, menghabiskan hidupnya hanya untuk menikahkan adiknya, menyelamatkan kehormatan ibunya, atau merebut kekasihnya dari si ayah yang serakah, atau ketiga-tiganya sekaligus.”
Tetapi, genre yang identik dengan film India tersebut seketika lenyap tersapu hilang entah kemana. “Beberapa hal bisa jadi hilang untuk selama-lamanya. Beberapa yang lain harus mengaso dan menepi untuk waktu yang lama.” Begitu tulis Cak Mahfud.
Sebab lenyapnya Angry Young Man tak lain dan tak bukan adalah banjirnya—atau air bah—film-film cengeng Karan Johar pada akhir ’90-an. Saat Kuch Kuch Hota Hai dirilis pada tahun 1998, dan dengan cepat menyebar ke penjuru dunia, saat itu pula India telah kehilangan sosok Inspektur Vijay dan Tuan Takur.
Menurut Cak Mahfud, Kuch Kuch Hota Hai juga bisa dipastikan jadi penanda munculnya seorang penguasa baru Bollywood usai memudarnya pamor Amitabh Bachchan. Dialah Shah Rukh Khan, alias King Khan. Dan Khan, harus diakui, membawa pesona India menyebar lintas benua—hal yang Bachchan tak bisa berikan.
Khan mekar bersama Khan lain: Aamir, Salman, Saif Ali, dan yang telat tumbuh, Fardeen bin Feroz Khan. Berbeda dengan Aamir, Salman, Saif Ali, dan Fardeen, yang lahir dari keluarga selebriti—Saif malah lahir dari oplosan bintang olahraga dengan permata indah sinema India. Ayahnya adalah Kapten Tim Kriket India, Mansoor Ali Khan Pataudi dan sang ibu, Sharmila Tagore, salah satu bintang ayu dalam film Bollywood—Shah Rukh hanya seorang putra keluarga kelas menengah di Delhi yang memulai karirnya dari teater kampus.
Sebelum menjelma menjadi pemuda cengeng, manis, dan pandai menangis—ia memiliki gaya sendiri dalam hal ini: alis melengkung, suara terbata-bata, dan gestur tangannya—Khan merupakan bajingan gila yang bagus dalam beberapa film—bahkan peran ini telah memberinya tempat di panggung Bollywod.
Dalam Baazigar (1993) ia membunuh sana-sini. Dan Darr (1993) menjadikan Khan sebagai Rahul, pemuda pengecut yang tak sanggup mengungkapkan cintanya. Lalu Anjaam (1994) yang membuat Madhuri Dixit (orang ini cantiknya melegenda) menderita. (Sebelum membuat jutaan perempuan di dunia menangis, Shah Rukh sudah lebih dulu membuat perempuan-perempuan cantik di film India menangis karena ulahnya.)
Tapi Kuch Kuch Hota Hai merenggutnya, kata Cak Mahkfud. Karan Johar memermaknya menjadi pemuda cengeng, manis, kaya, bintang kampus, dan disukai wanita. Ia berubah menjadi romantis, alih-alih bengis. Mulutnya lebih pandai mencocokkan lirik lagu yang ditembangkan Udit Rarayan daripada para Khan yang lainnya. Saat itu ia berani bersaing dengan dinasti perfilman India: Kapoor, Bhatt, Dutt, Shetty, Akhtar, Chopra, Johar, Mukherji, Deol, Roshan, dan klan Bachchan.
Tahun 1995, Shah Rukh menemukan penunjuk arah ke mana karirnya akan menuju melalui Raj, pemuda tampan, tulus, manis, dan pandai menangis, dengan mandolin di punggungnya, yang keluyuran di kota-kota Eropa mengejar cinta Simran (Kajol) dalam Dilwale Dulhania Le Jayenge. Khan dan Kajol, setelah Kuch Kuch Hota Hai, semakin terlihat kokoh sebagai pasangan yang klop.
Kabhi Khusi Kabhie Gham (2001), My Name Is Khan (2010), dan Dilwale (2015) menjadikan chemistry Shah Rukh dan Kajol semakin kuat. Jadilah Shah Rukh neredupkan—atau justru menenggelamkan—dominasi para pahlawan perkasa (angry young man) yang menghajar para penjahat atau polisi korup dengan busungan dada dan bentangan tanggannya saat bernyanyi.
Khan menjadi raja di industri film India, sebagaimana namanya memang diambil dari nama sultan Dinasti Timuriyah yang berkuasa di kawasan Transoxiana selama 42 tahun (1404-1447).
II
Angry young man awalnya adalah istilah yang dipakai untuk menyebut sebuah gerakan seni (meliputi sastra, teater, dan film) di Britania Raya antara tahun ’50–’60-an. Mungkin karena dianggap memiliki ciri dan tema yang sama (muda, anti kemapanan, menggambarkan perjuangan kelas/masyarakat tertindas), istilah ini diadopsi oleh para wartawan India untuk menyebut film-film dan—terutama secara khusus—sosok Amitabh Bachchan sendiri.
Namun, istilah ini juga biasa dikenakan untuk jenis film yang memakai pakem Zanjeer dan aktor-aktor lain yang dibesarkan oleh film semacam itu di waktu-waktu yang lebih kemudian, seperti Mithun Chakraborty, Jacky Shroff, Sunny Deol, Anil Kapoor, Sanjay Dutt, hingga Ajay Devgan dan Aamir Khan untuk menyebut yang paling belakangan. Paragraf ini dan satu di atasnya saya ambil dari tulisan Cak Mahfud: Minggir, Inspektur Vijay Telah Kembali!
Saya sudah lama tidak menonton film-film sosok pahlawan muda (kadang dari desa) yang mampu mengganyang tikus-tikus korup di kantor-kantor pemerintahan atau menumbangkan dinasti mafia skala kota kecil yang bengis. Saya menonton Jai Ho (2014), tapi belum untuk Dabangg yang rilis empat tahun lebih dulu. Belakangan saya lebih banyak menonton film India yang menjadikan perempuan sebagai sosok pahlawannya.
Saya menonton Raatchasi (2019). Mengisahkan Geetha Rani (yang diperankan Jyothika), kepala sekolah pemerintah yang harus menghadapi murid bermasalah, staf pengajar yang malas, dan kerutinan yang bisa dibilang tak ada. Selagi menghadapi kesulitan ini, dia memperbaiki sistem edukasi dan masyarakat di sekitar. Lalu Gangubai Kathiawadi (2022), film biopic pelacur yang berjuang menuntut hak-haknya sebagai warga negara. Juga Mrs. Chatterjee vs Norway (2023). Dan Bhakshak (2024), reporter perempuan yang mengungkap kasus pelecehan seksual terhadap anak di penampungan berkedok panti asuhan.
Dan tahun ini, setelah Pathaan (2023), akhirnya saya kembali menonton film Bollywood berjudul Jawan (2023) yang dibintangi Shah Rukh Khan, Nayanthara, Deepika Padukone, dan lainnya. Singat saya, setidaknya ada empat film yang dibintangi Shah Rukh dan Deepika yang saya tonton: Om Shanti Om (2007), Happy New Year (2014), Pathaan (2023), dan Jawan (2023). Di film-film tersebut mereka selalu berpasangan—walaupun di Jawan, Deepika bukan yang utama.
III
Jawan bercerita tentang seorang polisi bernama Azad Rathore (Shah Rukh), sipir penjara perempuan di Mumbai, yang diam-diam melakukan aksi di luar logika (mendekati utopis) dalam membalaskan dendam kedua orangtuanya. Selain itu, ia juga merupakan pahlawan bagi mereka—para perempuan yang dipenjara—yang juga memiliki dendam pada orang yang sama: Kaliee Gaikwad (yang diperankan Vijay Sethupathi), bajingan pemilik perusahaan senjata yang kongkalikong dengan para pejabat India.
Azad Rathore tumbuh menjadi “angry young man” yang lahir di balik jeruji besi ibunya, Aishwarya Rathore (Deepika Padukone), yang masuk penjara karena meledakkan dua kepala polisi suruhan Kaliee yang mencoba membunuh suaminya, Vikram Rathore, seorang tentara khusus yang menjadi mimpi buruk usaha abal-abal Kaliee Gaikwad.
Vikram melapor bahwa senjata buatan Kaliee tak berfungsi saat di lapangan—Kaliee menjual senjata setengah rusak—dan itu membuat pasukan India yang dikirim dalam memberantas teroris di perbatasan mati sia-sia, termasuk pasukan yang dipimpin Vikram. Jadilah Kaliee menanam dendam kepada Vikram dan keluarganya.
Kaliee melemparkan Vikram dari helikopter setelah membenamkan lima timah panas di tubuhnya, dan menjebloskan Aishwarya ke penjara dan dijatuhi hukuman gantung—Aishwarya dieksekusi setelah melahirkan dan membesarkan putranya, Azad Rathore, selama lima tahun di penjara. Sebelum kaku di tiang gantung, Aishwarya memercikkan dendam di hati dan pikiran Azad dan menitipkannya kepada cameo sipir perempuan yang baik hati.
Ketika dewasa, Azad menjadi sipir manis, berprestasi, sekaligus brangasan dan ugal-ugalan. Tindak-tanduk sang sipir memantik kemarahan Kaliee Gaikwad, musuh sang ayah. Azad ingin menghancurkan Kaliee dengan bekerja sama dengan beberapa perempuan penghuni penjara yang terlatih berperang—jawan: prajurit. Banyak plot yang tidak terduga dalam film ini. Atlee Kumar menyimpan beberapa adegannya sebagai kunci—walaupun kadang porsinya terlalu banyak. Ia memberi waktu yang panjang untuk Deepika, cameo manis dalam film ini.
Atlee membuat Azad berbicara mewakili masyarakat umum (sebagai pahlawan dengan cara yang radikal) dan berperilaku tidak menentu, melakukan tarian kecil yang dikocok dengan lembut di gerbong kereta di tengah para penumpang yang ketakutan. Dia dengan bangga dan susah payah menjelaskan bahwa dia sebenarnya orang baik yang melawan musuh sebenarnya: pegawai negeri yang tidak mengabdi pada negara.
Dalam Jawan, Shah Rukh memerankan dua sosok: Azad (sebagai anak dan sipir penjara), dan Vikram (sebagai ayah, tentara, dan musuh Kaliee). Dan ini bukan yang pertama. Memerankan dua sosok sekaligus sudah dilakukan Shah Rukh dalam beberapa film sebelumnya. Pada tahun 1998, Khan berperan ganda dalam Duplicate. Lalu Don (2006), Om Shanti Om (2007), Rab Ne Bana Di Jodi (2008), Ra One (2011), dan Fan (2016). Tampaknya, berperan ganda adalah salah satu kelebihan Shah Rukh Khan.
Jawan bersifat Pan-India. Penata aksi Tamil yang sedang naik daun, Atlee Kumar, mengimpor karakteristik kegaduhan dan kesadaran sosial sinema India Selatan dalam film yang berdurasi nyaris tiga jam itu. Dan tampaknya Atlee mencoba membawa Hollywood ke dalam aksi-aksi Bollywood. Ya, Jawan sangat dekat dengan visual film-film aksi Amerika. Selain aktor, tempat, bahasa, dan nyanyi-nari, ledakan, perang, tak ubahnya film-film Christopher Nolan.
Sebagaimana Don 1 & 2, dengan lagu-lagu pesta yang buruk, helikopter, letupan tembakan, ledakan besar, mobil terjungkal, membuat film ini tampak bukan film India seperti biasanya, tapi film India yang mau jadi film Amerika. Saya tak peduli jika film ini menampilkan visual effect-nya. Bagi saya, Jawan terlalu bernafsu untuk menjadi Neo, sehingga Shah Rukh memaksa dirinya menyerupai Keanu Charles Reeves.
Namun, terlepas dari itu semua, barangkali, Jawan dengan sengaja menautkan diri dengan tradisi film-film angry young man di sinema India. Walaupun tokoh utamanya bukan seorang inspektur polisi, tapi tetap saja Azad seorang sipir penjara dengan seragam coklat mudanya.
Tapi, seperti kata Cak Mahfud untuk film Dabangg, ciri yang paling kuat tentu saja adalah formula yang dipakainya. Aparat jujur yang seorang diri berhadapan dengan sistem yang korup, pemuda baik hati melawan penjahat keji, penegakan hukum yang dicampurkan dengan pembalasan dendam, adalah resep yang telah dipakai hampir 50 tahun yang lalu, saat tokoh Inspektur Vijay menyeruak ke perfilman India lewat Zanjeer, dan diulang puluhan atau ratusan kali di film-film sejenis pada dekade ‘80-an.[T]