OGOH-OGOH merupakan kreativitas kolektif anak muda Bali dalam membuat karya seni tiga dimensi, entah bagaimana mereka menyerap pembelajaran bentuk menghasilkan patung-patung berongga dari anyaman bambu dengan rangka besi dan dilapisi kertas koran, atau media lainnya.
Kini dari segi bentuk, ogoh-ogoh telah menunjukkan anatomi yang semakin sempurna, serta karakter bentuk-bentuk yang begitu kuat dalam menginterpretasikan bhuta kala (bhuta: ruang dan kala : waktu). Energi alam yang bersifat negatif dan positif dalam momen upacara tawur kesanga disomnya atau diseimbangkan.
Upacara tahunan ini menjadi unik, karena diiringi dengan momentum kehadiran ogoh-ogoh yang diarak keliling desa dengan sukacita pada suasana pengerupukan.
Sumber foto: Instagram
Ogoh-ogoh dalam kaitannya sebagai bagian dari tradisi upacara Nyepi khususnya acara pengerupukan sebetulnya bukanlah tradisi yang sangat tua, kemungkinan baru mulai marak pada era 1980-an di daerah Denpasar.
Tradisi ini menjadi menarik bukan hanya karena terkait dengan Nyepi, tetapi telah menjadi sebuah ritus kolektif untuk menghadirkan interpretasi masyarakat dalam memaknai bhuta kala. Tahun ke tahun berbagai bentuk ogoh-ogoh hadir secara dinamis, bahkan kerap kali menghadirkan bentuk-bentuk yang terkait dengan kritik sosial dan juga terkait dengan suasana politik.
Sisi menarik lainnya berada pada kreasi bentuk, dari waktu ke waktu terus terjadi inovasi dalam bentuk-bentuk ogoh-ogoh dari yang berdiri dengan satu kaki, atau mengkomposisikan serangkaian figur yang saling terkait dan bernarasi. Telah terjadi terobosan dalam konstruksi rangka, awalnya memakai rangkaian struktur kayu tapi kini persoalan rangka menjadi lebih mudah karena hampir semua ogoh-ogoh telah memakai rangka besi yang dilas permanen.
Sumber foto: Instagram
Berikutnya terjadi inovasi bentuk, terutama pada kemampuan dalam membuat berbagai karakter bentuk anatomi dan karakter mimik muka dan ekspresi dengan berbagai karakter. Karakter bentuk ogoh-ogoh bahkan menyerupai karakter efek visual seperti dilakukan kreator film sekelas Hollywood.
Bahkan belakangan marak pemakaian motor penggerak untuk menjadikan ogoh-ogoh dapat bergerak sebagaimana robot. Ogoh-ogoh kinetik begitu marak berlakangan ini, menjadikan masyarakat semakin antusias dengan terbosan yang dilakukan setiap tahun.
Serangkaian inovasi yang terjadi dalam dunia perogoh-ogohan di Bali ini digerakkan oleh generasi muda yang super kreatif. Bahkan tidak semua generasi muda ini mengenyam pendidikan seni rupa baik tingkat SMK ataupun Perguruan Tinggi.
Memang beberapa pelaku kreator ogoh-ogoh yang cukup berpengaruh seperti Keduk dan Marmar dari Denpasar, Gusman dari Tampaksiring, mengenyam pendidikan formal seni rupa. Namun serta merta dapat dilihat pendidikan formal tersebut menjadi faktor utama dalam menjadi penyebab kreativitas anak muda dalam mencipta karakter ogoh-ogoh.
Sumber foto: Instagram
Gelombang kreativitas ini bak air bah yang tak terbentung, bagaimana tidak, dalam setiap banjar minimal ada satu ogoh-ogoh dan biasanya akan ada tiga bahkan lebih. Dalam satu desa adat bisa terdiri dari lima atau belasan banjar, tak pelak setiap desa adat akan dimeriahkan dengan puluhan ogoh-ogoh setiap tahun.
Fenomena lain di daerah urban, bisa jadi setiap gang utama akan membuat ogoh-ogoh dari anak muda, hingga anak-anak kecil membuat puluhan ogoh-ogoh.
Momentum Nyepi telah menjadi festival tahunan yang selalu disambut dengan antusias oleh semua masyarakat, terutama generasi muda yang setiap tahun menyiapkan kreasi-kreasi bentuk-bentuk baru yang berbeda, yang unik dan inovatif.
Entah bagaimana mereka menyerap pembelajaran tentang kreasi bentuk tersebut, pokoknya tiba saat momen beberapa bulan sebelumnya mereka akan mulai menyiapkan diri untuk membuat ogoh-ogoh baru. Karena tiap selesai acara ogoh-ogoh akan dihancurkan dengan dibakar atau belakangan hanya dibongkar untuk dipakai kembali, dan sebelumnya diiringi prosesi upacara penghancurannya.
Walaupun rangka besi masih ada, tentu mereka tidak akan puas membuat gerakan yang sama, rangka besi akan kembali dibongkar dan dikomposisi ulang untuk membuat gerakan yang baru dan bentuk serta karakter baru pula.
Bagi anak muda Bali, momentum Nyepi merupakan arena ajang untuk menumpahkan energi kreativitas berkreasi melalui media ogoh-ogoh, mereka mempunyai cara tersendiri dalam menyerap berbagai pengetahuan rupa.
Berbagai bentuk ogoh-ogoh yang diarak pada Hari Pengerupakan Nyepi, Minggu 10 Maret 2024 | Foto diambil dari facebook
Berbagai bentuk ogoh-ogoh yang diarak pada Hari Pengerupakan Nyepi, Minggu 10 Maret 2024 | Foto: Yoga
Dalam dunia serba digital kini semakin mudah mengakses berbagai referensi audio visual melalui gawai dengan akses internet yang menyediakan big data. Mulai ada konten-konten di youtube dan IG anak muda membuat pembahasan referensi rupa ogoh-ogoh, misalnya dengan menyandingkan tradisi Giant Puppet di Eropa yang gigantik dan dapat bergerak bahkan mengeluarkan api atau asap.
Semua hal itu dapat menjadi inspirasi bagi anak-anak muda Bali dalam mengembangkan kreasi ogoh-ogohnya. Mereka menjalankan mekanisme penyerapan pengetahuan taksit melalui praktek langsung, dengan serangkaian percobaan dan penyempurnaan terus setiap tahun. Ritus tradisi ogoh-ogoh Nyepi menjadi ruang transformasi pengetahuan langsung dan sekaligus regenerasi terjadi di dalamnya.
Berbagai bentuk ogoh-ogoh yang diarak pada Hari Pengerupakan Nyepi, Minggu 10 Maret 2024 | Foto: Yoga
Sebagai arena perayaan ogoh-ogoh Nyepi menjadi momentum untuk setiap kelompok atau banjar bersaing menghadirkan bentuk-bentuk dan karakter yang berbeda-beda. Sebagaimana fenomena banjar Tainsiat Denpasar misalnya dengan sengaja menyelesaikan ogoh-ogohnya dalam waktu yang sangat mepet dan pemasangan bagian kepala yang memakai rangka robotik, dipasang pada saat hari pengerupukan sebelum diarak.
Fenomena ini menunjukkan begitu ketatnya persaingan antar banjar atau kelompok untuk menghadirkan kejutan-kejutan baru yang nantinya tidak disangka oleh kelompok lainnya.
Begitu kuat keinginan mereka untuk menghadirkan sesuatu yang unik dan inovatif setiap tahun dalam momentum hari Nyepi. Persaingan dalam budaya kolektif menjadi spirit untuk mengedepankan kreasi unik dan inovatif, ruang religi dan budaya telah menjadi menjadi arena pertarungan kompetitif. [T]
BACA artikel tentang seni rupa lain dari penulis SERIYOGA PARTA