INI perjalanan pada suatu hari di tahun 2008. Aku bertekad mengunjungi Blora, Jawa Tengah. Di sana, aku berniat untuk menjejak jejak salah satu sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.
Aku ingin merasakan atmosfer yang membesarkannya, melihat langsung rumah yang menjadi saksi bisu perjalanan hidupnya.
Perjalanan menuju Blora cukup melelahkan, namun rasa penasaran dan antusiasmeku mengalahkan rasa lelah. Sesampainya di sana, aku langsung menuju Rumah Pram, tempat tinggal Pram semasa kecil. Rumah sederhana itu masih berdiri kokoh, dikelilingi oleh pepohonan rindang.
Aku disambut dengan hangat oleh penjaga rumah, awalnya saya kira penjaganya ternyata adik kandung Pram yang kemudian mengajakku berkeliling.
Aku melihat kamar-kamar kecil tempat Pram dan keluarganya tinggal. Aku melihat perputakaan kecilnya yang sederhana, meskipun karya Pram banyak yang lahir di penjara. Dia melahirkan karya-karya monumentalnya.
Aku membayangkan Pram duduk di sana, dengan pena di tangannya, menuangkan ide-idenya ke dalam kertas.
Aku juga melihat koleksi buku-bukunya yang luar biasa. Ada buku-buku tentang sejarah, politik, filsafat, dan sastra dari seluruh dunia. Aku terkesan dengan kecintaan Pram pada ilmu pengetahuan dan semangatnya untuk terus belajar.
Di halaman belakang rumah, aku melihat pohon asam besar yang menjadi tempat favorit Pram untuk bersantai dan merenung. Aku duduk di bawah pohon itu, merasakan angin sepoi-sepoi yang membelai wajahku.
Aku memejamkan mata dan mencoba membayangkan Pram duduk di sana, merenungkan nasib bangsanya dan menuangkannya ke dalam karya-karyanya.
Kunjungan ke rumah Pram di Blora merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Aku merasa terkoneksi dengan sang maestro, merasakan semangatnya, dan memahami perjuangannya. Aku terinspirasi oleh kegigihannya dalam berkarya meskipun dihadapkan dengan berbagai rintangan.
Karya-karya Pram telah membuka mataku terhadap sejarah bangsaku dan membantuku memahami kompleksitas kehidupan. Aku belajar tentang pentingnya kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan. Aku belajar bahwa seorang penulis memiliki kekuatan untuk mengubah dunia.
Aku meninggalkan Blora dengan hati yang penuh rasa syukur dan inspirasi. Aku berjanji untuk terus membaca karya-karya Pram dan menyebarkan semangatnya kepada generasi muda.
Kunjungan singkat ke Blora telah memberikan pelajaran hidup yang berharga bagiku. Aku belajar bahwa seorang penulis bukan hanya pencerita, tetapi juga penjaga sejarah, pembela kebenaran, dan pejuang kemanusiaan. [T]
BACA tulisan lain dari DIDIN TULUS