DI TENGAH menjamurnya kedai kopi di kota—bahkan di desa—sebagai ruang temu dan diskusi atau hanya sekadar nongkrong, di Desa Tigawasa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, juga ada tempat semacam itu. Namanya Mai Kubu Space, di Banjar Dinas Dangin Pura, Desa Tigawasa.
Dari Lovina menuju tempat ini hanya kurang dari 10 menit. Adalah Guntur Juniarta, anak muda yang membuat ruang temu di tengah-tengah kebun bambu dan tepat di atas pemandangan laut Pantai Lovina itu. Ini mimpi yang menjadi nyata, katanya.
Teman-teman yang datang bisa langsung melihat—tanpa banyak bercerita di awang-awang—dan mengetahui jenis bambu apa yang digunakan untuk dianyam, tahu bagaimana prosesnya, sampai membuat sebuah anyaman sendiri.
Selain hal utama tersebut, pengunjung akan diajak mengetahui dan berinteraksi langsung dengan keluarga dan warga tentang bagaimana laku sosial dan budaya masyarakat adat Tigawasa.
“Hampir seluruh warga menganyam di sini,” ungkap Guntur Juniarta.
Mai Kubu Space sendiri dibuat lima bulan yang lalu. Paket menganyam yang ditawarkan sudah termasuk makan siang dan minum. Menu lokal dan minum lokal. Sebut saja sayur bambu muda, minum teh, dan kopi serai.
Guntur mengatakan, jika mengayam adalah tanda dari kehidupan di Tigawasa. Jika tidak ada lagi yang menganyam, berarti kehidupan itu sudah tidak ada lagi.
“Untuk terus menjaga hidup, bambu juga harus tetap hidup,” ujarnya.
Menganyam dan melali bisa jadi memang hal yang, dari dulu, sebenarnya biasa-biasa saja, tapi sekarang menjadi luar bisa dan langka di tengah zaman yang terus berkembang dan cenderung menganggap hal tersebut—kebiasaan-kebiasaan orang desa—sebagai sesuatu yang kuno.
Ayo menganyam dan melali jika masih mau dan semangat memelihara mimpi tentang sustainability.[T]