DI SEBUAH jalan kecil sebelah Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Bali, dua pemuda sedang duduk sambil menikmati kopi di warung Pak RT—sebagian mahasiswa Undiksha memang menyebut warung yang terletak di Jl. Sahadewa itu dengan sebutan seperti itu. Pemilik warung sepertinya memang seorang RT.
Dua pemuda itu adalah Andreas Giovani Manik dan Gerarld Kaloko, mahasiswa Universitas Pendidikan Ganesha dari Sumatera Utara. Dengan rokok yang masih berada di sela-sela jarinya, Gerald—sebagaimana teman-temannya memanggilnya—mencoba memulai topik pembicaraan.
“Dulu, awal masuk kuliah, sama sekali saya tidak mengenal teman-teman yang berasal dari Sumatera Utara,” ujarnya kepada tatkala.co saat ditemui di sela-sela kesibukannya beberapa waktu yang lalu.
Ia menjelaskan, ketika pertama kali sampai di Singaraja, ia merasa kesulitan menemukan teman-teman yang berasal satu daerah dengannya. “Bahkan, pada saat awal-awal masuk kuliah, teman-teman saya itu kebanyakan dari Jakarta dan sekitarnya,” ujarnya.
Mahasiswa perantuan dari Kota Sidikalang, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, itu mengaku, awal mula perkenalanannya dengan organisasi mahasiswa kedaerahan dari Sumatera Utara—yang dikenal dengan nama Ikamsu itu—pada saat ia mengalami musibah di Bali.
“Awal kedekatan saya dengan Ikamsu itu, pada saat saya kecelakaan di Bali beberapa waktu yang lalu,” jelasnya. Sesaat setelah memberi jeda, ia menambahkan, “Dan ketika saya opname selama lima hari di rumah sakit, mereka—teman-teman Ikamsu maksudnya—menjaga saya pagi sampai malam. Padahal waktu itu saya belum masuk sebagai anggota, bahkan orang-orangnya pun saya belum mengenal,” imbuhnya.
Ikamsu Buleleng melakukan bakti sosial ke panti asuhan / Foto: Dok. Andreas
Dari pengelaman tersebut, ia meyakini bahwa apa yang dilakukan oleh teman-teman Ikamsu kepadanya saat itu adalah sebuh rasa kekeluargaan yang patut dipertahankan. “Saya yang belum menjadi anggota saja, hanya sekadar sebagai orang Sumatera Utara, mereka memperlakukan seperti keluarga,” katanya.
“Maka dari itu, saya yakin bahwa organisasi ini adalah keluarga bagi saya. Sekarang saya menjadi bagian dari anggota Ikamsu,” imbuhnya, sembari menepuk pundak teman di sebelahnya.
Sekadar informasi, Ikamsu (Ikatan Keluarga Mahasiswa Sumatera Utara) adalah sebuah organisasi mahasiswa kedaerahan yang berasal dari Sumatera Utara. Organisasi ini menaungi berbagai mahasiswa dari Sumatera Utara dari latar belakang suku, agama, yang disatukan dengan rasa kekeluargaan guna mengayomi dan saling membantu di tanah rantau.
Selain Gerald, Andreas Giovani Manik, mahasiswa asal Kabupaten Batubulan, Sumatera Utara itu, menjelaskan bahwa Ikamsu Buleleng ia ibaratkan seperti sebuah rumah. “Kami, di Ikamsu Buleleng itu seperti keluarga besar yang hidup dalam satu rumah,” jelasnya.
Andreas—sebagaimana ia akrab dipanggil—menerangkan bahwa Ikamsu Buleleng didirikan untuk mempererat tali persaudaraan mahasiswa yang berasal dari Sumatera Utara, agar menjadi satu keluarga yang mempunyai rasa saling memiliki satu sama lain di tanah rantau.
Namun, menurutnya, keberadaan Ikamsu Buleleng tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Imsu Bali yang notabennya adalah sebuah organisasi kemahasiswaan yang menaungi mahasiswa dari Sumatera Utara di Bali yang telah terbentuk sebelum adanya Ikamsu Buleleng.
“Kalau berbicara Ikamsu Singaraja, maka tidak bisa lepas dari induknya, yakni, IMSU—Ikatan Mahasiswa Sumatera Utara Bali yang berada di Denpasar,” ujarnya.
Karena jumlah mahasiswa Undiksha yang berasal dari Sumatera Utara semakin meningkat setiap tahunnya, sehingga pada tahun 2015, melalaui skema organisasi yang berlaku, para mahasiswa Sumatera Utara di Singaraja mencoba koordinasi dengan Imsu Bali untuk melakukan pemekaran yang tujuannya untuk mengakomodir mahasiswa Sumatera Utara di Singaraja.
“Karena lumayan jauh jarak Singaraja ke Denpasar, jadinya pada tahun 2015, kami mendirikan Ikamsu Buleleng, agar mahasiswa dari Sumatera Utara yang ada di Singaraja tidak jauh-jauh lagi untuk melakukan kegiatan kekeluargaan,” jelasnya.
Sebagai ketua yang baru terpilih beberapa bulan yang lalu, Andreas merasa bahwa ada tanggung jawab besar yang ia pikul untuk kemajuan dan mempererat hubungan antar anggota Ikamsu Buleleng.
“Puji Tuhan, saya dipercaya sebagai Ketua Ikamsu pada kepengurusan tahun ini. Sehingga, saya akan berusaha lebih mengenalkan Ikamsu ke berbagai elemen mahasiswa di Undiksha, dengan cara audiensi demngan pihak kampus atupun diskusi dengan teman-teman ormada lainnya,” ucapnya penuh Syukur.
Dengan jumlah keanggotaan yang sudah mencapai angka 500-an mahasiswa, keberadaan Ikamsu Buleleng di Singaraja memberikan sebuah penekanan bahwa Singaraja adalah tempat yang memiliki sturktur masyarakat yang multikultural dengan berbagai macam suku yang beragam di dalamnya.
Mempererat Persaudaran di Tanah Rantau
Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang Batak, melekat dengan istilah masyarakat perantau. Sebab, sebagai salah satu suku yang mendiami wilayah Sumatera bagian utara ini, keberadaan mereka bisa ditemui hampir di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, rasa persaudaran yang kuat sesama orang Batak, membuat eksistensi orang-orang Batak di tanah rantau menjadi identitas yang bisa di banggakan. Dengan demikian, rasa solidaritas yang kuat dan dikenal dengan perantau yang tangguh, adalah ungkapan yang pas untuk menggambarkan perantau dari tanah Batak.
Ikamsu Buleleng merayakan natal bersama / Foto: Dok. Andreas
Seperti Ikmsu Buleleng, misalnya. Mereka sering terlibat di beberapa kegiatan sosial kemasyarakatan di Singaraja. “Beberapa waktu yang lalu, kami sempat memberikan bantuan sosial ke salah satu panti asuhan yang ada di Singaraja,” ucap Andreas.
Selain melakukan kegiatan sosial, mereka juga mempunyai berbagai program yang mereka buat dengan tujuan untuk mempererat hubungan kekeluargan antaranggota Ikamsu Buleleng. Seperti penjemputan mahasiswa baru di Bandara, misalnya.
“Setiap tahun ajaran baru, kami biasanya menjemput maba-maba dari Sumatera Utara di Bandara Ngurah Rai,” ujarnya.
Hal itu mereka lakukan agar para mahasiswa baru yang berasal dari Sumatera Utara tersebut tidak merasa kesepian ketika sampai di Bali. “Biar mereka tidak merasa kesepian dan mengerti kalau ada keluarga besar di Singaraja. Jadinya kami jemput, sekalian mencarikan tempat tinggal buat mereka,” katanya.
Selain melakukan penjemputan mahasiswa baru, Ikamsu Buleleng juga mempunyai program tahunan yang mereka sebut dengat “Makrab” atau malam keakraban. Malam keakraban tersebut merupakan ajang kreativitas antaranak-anak Ikamsu Buleleng.
“Di makrab, kami itu melakukan berbagai kegiatan. Seperti lomba-lomba, nobar film, dan menampilkan budaya dari masing-masing suku,” jelasnya. Sesaat setelah memeberi jeda, ia menambahkan, “Rasa kekeluargan itu benar-benar terasa di makrab itu, karena semuanya dibuat senang dan gembira dengan berbagai kegiatan yang ada,” imbuhnya.
Selain makrab, Ikamsu Buleleng juga mempunyai program keolahragaan dengan nama Ikamsu Cup. kegiatan tersebut meliputi berbagai macam lomba, seperti futsal dan Mobile Legend. Di mana dalam kegiatan tersebut, mereka melibatkan berbagai ormada yang ada di Undiksha.
“Di tahun-tahun sebelumnya, Ikamsu Cup, baik itu futsal atau Mobile Legend, selain diikuti oleh teman-teman Ikamsu sendiri, juga di ikuti oleh teman-teman dari Ikamala, Kompas, dan lain sebagainya,” jelasnya.
Selain mempererat hubungan sesama anggota, Ikamsu Buleleng juga menjalin hubungan dengan perkumpulan orang-orang Sumatera Utara yang bekerja di Singaraja yang dikenal sebagai Saroha Buleleng.
“Sebenarnya kami di Singaraja itu mempunyai orang tua yang tergabung di Saroha Buleleng,” katanya. “Jadi, orang-orang Saroha itu adalah orang-orang yang bekerja di Singaraja dan kami menuakan beliau-beliau,” imbuhnya.
Dengan adanya Saroha Buleleng di Singaraja, menurut Andreas, adalah keuntungan tersendiri bagi Ikamsu. Sebab, dengan demikian, mereka masih mempunyai sosok orang tua di tanah rantu. “Karena kami jauh dari rumah, jadinya kami merindukan sosok orang tua. Untungnya ada Saroha, jadinya kami mendapat perhatian itu dari Saroha,” jelasnya.
Selain itu, Saroha Buleleng juga sering membeli masakan-masakan yang diproduksi oleh Ikamsu Buleleng. “Kami sering menjual masakan Sangsang ke Saroha,” jelasnya.
Namun, sebagai sebuah organisasi kedaerahan dengan jumlah anggota yang terbilang besar, Ikamsu Buleleng masih belum memiliki kesekretariatan tetap. “Kami masih belum memiliki sekre tetap. Jadinya, untuk kegiatan rapat dan lain sebagainya, kami pindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya.”
Meskipun demikian, hal itu tidak menyurutkan teman-teman Ikamsu Buleleng untuk tetap memperkenalkan budaya Sumatera Utara-nya di Singaraja. Seperti pada perhelatan Dies Natalis Undiksha ke 31 kemarin, misalnya, Ikamsu Buleleng diperkenankan untuk menampilkan tarian khas Sumatera Utara.
Ikamsu Buleleng menampilkan Tari Tortor di acara Dies Natalis Undiksha / Foto: Dok. Andreas
“Kami dipercaya untuk menampilkan tarian Tortorpada serangkaian Dies Natalis Undiksha ke-31 kemarin,” jelas Andreas dengan mata yang penuh kebanggaan.
Meskipun pada akhirnya Ikamsu Buleleng belum mendapatkan perhatian dari pemerintah Sumatera Utara, setidaknya apa yang mereka lakukan di Singaraja dan sampai mendapat perhatian dari pihak kampus dan Saroha, menurut Andreas itu sudah pantas untuk di syukuri.
“Kami merasa bersyukur atas apa yang telah Ikamsu capai sampai saat ini. Namun, kami juga akan tetap mencoba melakukan audiensi kepada pemerintah Sumatera Utara guna menyampaikan kebutuhan Ikamsu Buleleng di Singaraja,” pungkasnya.[T]
Baca juga artikel terkait LIPUTAN KHUSUS atau tulisan menarik lainnya YUDI SETIAWAN
Reporter: Yudi Setiawan
Penulis: Yudi Setiawan
Editor: Jaswanto