ENAM perupa dari Bali memulai tahun 2024 dengan memamerkan karya-karya rupa mereka di Santrian Art Gallery, Sanur, Bali.
Mereka adalah Dalbo Suarimbawa, Ida Bagus Putu Purwa, I Gusti Putu Buda, I Made Aswino Aji, I Nengah Sujena, dan Wayan Kun Adnyana.
Masing-masing dari mereka mempertunjukkan dua hingga empat karya. Tentu saja karya mereka punya gaya berbeda-beda, dan semuanya menarik.Jadinya, terdapat 21 karya seni lukis, dan 3 karya patung dengan menggunakan bahan atau produk yang sudah tidak terpakai (recycle).
Pameran itu bertajuk “NADI 96”. Pameran dibuka Jumat 12 Januari 2024 berlangsung hingga 28 Februari 2024. Pameran dibuka oleh pencinta seni, Dr. Putu Agung Prianta, B.Eng. (Hons.), M.A.
Wayan Kun Adnyana mengatakan, pameran seni rupa NADI 96 menjadi altar pemanggungan capaian perjuangan, kesungguhan, dan pengalaman artistik yang membumi dari enam perupa alumni Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) Batubulan itu,
Bagi enam perupa itu, proses berkarya hingga lahirnya karya-karya itu bukan sekadar kerja membuat barang indah bagi enam perupa itu, tetapi menjadi ruang untuk berbagi, merayakan seni sebagai jalan perjuangan nilai-nilai.
“Lebih menarik lagi, NADI 96 menjadi ajang untuk reuni,” kata Kun Adnyana.
Perjalanan seni rupa mereka yang panjang, merupakan jalan terjal, dan tidak mudah.
“Nadi selain berarti proses ‘menjadi’ juga bermakna ‘denyut’ raga dan jiwa. Seutuhnya menunjuk pada daya hidup yang terpompa batin kesenimanan,” kata Kun yang Guru Besar Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu.
Salah satu karya pada Pamerkan “NADI 96” di Santrian Art Gallery/Foto: ist
Enam perupa tersebut dipertemukan dalam proses studi yang sama di SMSR Negeri Batubulan, lulus tahun 1996. Sekolah kejuruan itu mengemban amanah mendidik calon seniman, termasuk ke enam perupa itu.
“Berinteraksi sepanjang 4 tahun, gutu yang menggodok kami nenjadi sebuah tenpaan yang luar biasa,” kenang Rektor ISI Denpasar itu.
Keenam perupa itu sepanjang empat tahun ditempa latihan sungguh-sungguh, disiplin cipta, juga diasah mentalitet ‘nyeniman’ hadir, tampil, dan menemu seni secara original. Menariknya, setelah lulus SMSR, semua melanjutkan studi pada perguruan tinggi seni.
Sebagian melanjutkan pada ISI Yogyakarta, dan separuh lagi studi pada Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Denpasar, kini Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Dalam perjalanan itu, beberapa ada yang memilih henti studi, namun tetap satu ikrar mereka, yakni seniman jadi jalan hidup.
Sampai kini, melampaui 25 tahun, jalan seni telah mereka tapaki. Terabaikan dan tersisih, tidak pernah membuat mereka henti. Ngotot, teguh, dan sungguh-sungguh, tetap jadi ideology, sehingga NADI 96 menyatukan keenam perupa ini kembali.
Dengan NADI 96 itu, mereka memaknai ‘denyut’ memperjuangkan ikrar kehidupan seni rupa. Itikad untuk tetap belajar sungguh dalam penghayatan artistika yang membumi.
“NADI 96 menyatukan kami kembali, memaknai ‘denyut’ memperjuangkan ikrar kehidupan seni rupa,” ucap Kun.
I Made Aswino Aji mengaku benar-benar mengambil hikmah dari pameran ini bertajuk “NADI 96” ini. Setelah sekian lama tak bertemu, sehingga ajang ini menumpahkan rindu.
“Kita berenam mengenang kembali dengan motifasi beda-beda, namun saling mengisi untuk eksis berkarya,” ujarnya.
Karya patung berbahan recycle pada pameran Nadi 96/Foto: ist
Ida Bagus Putu Purwa mengatakan, ide pameran ini jauh sebelumnya sudah ada, namun untuk dapat berpameran di Santrian Art Gallery tak segampang itu. Ide awalnya karena ada kerinduan setelah hampir 25 atau 26 tahun sudah terputus aktif, karena kesibukan masing masing.
“Maka moment ini kita artikan sebagai ajang untuk bernostalgia kembali. Ini yang membuat kita semangat mewujudkan kolaborasi dengan profesi yang kini berbeda, namun penuh kebersamaan. Ajang ini untuk menunjukan proses kita setelah 25 tahun masih ada pertemanan dan walau dengan wujud lukisan yang beda,” paparnya.
I Gusti Putu Buda menambahkan, pameran ini digelar karena ingin sebuah memori lama bangkit, mendorong teman-teman lain untuk aktif berkesenian juga. Walaupun, cara berproses juga sudah lain.
“Angkatan 96 bertemu di sini. Sebagai seniman, kita reuni spontan melalui even ini,” jelasnya.
I Nengah Sujena mengaku senang menggelar pameran NADI 96 ini.
“Saya dari Bangli yang keseharian berbeda dengan teman-teman lainnya, tetapi bisa eksis pula. Saya tinggal di gunung masih bisa berkesenian. Apa yang saya rasa itu yang saya sampaikan lewat karya seni,” akunya polos.
Demikian pula halnya Dalbo Suarimbawa. Jika dulu aktivitas berkesenian sering dilakukan secara berkelompok, tetapi kini lebih ke individu. Dulu, sering berdiskusi untuk mencari konsep, mencari kelehamahan pribadi untuk sebuah kematangan karya.
Perwakilan Santrian Art Gallery, Ida Bagus Sidharta Putra menjelaskan, pameran NADI 96 digelar untuk memaknai bahwa jalan seni rupa, merupakan jalan panjang tanpa putus. “Nadi 96, merupakan riwayat energi untuk ‘menjadi’ yang selalu hidup dalam batin dan raga keenam perupa kebanggaan Bali ini,” sebutnya.
“Rasa gembira dan bahagia, kehadiran NADI 96 akan semakin memacu semangat alumni sekolah dan kampus seni untuk terus berkarya, terlepas dari apa kemudian amanat publik yang dipilih. Kebetulan keenam perupa ini juga didaulat dalam kerja publik, ada yang menjadi pemuka adat, pengelola destinasi, calon pendeta, bahkan rektor perguruan tinggi negeri,” kata Sidharta Putra. [T]
- BACA artikel ULAS RUPA tatkala.co