JIKA KITA berbicara soal Bali, apa yang pertama kali terbesit di pikiran? Dalam konteks kesenian, pernahkah seni kontemporer muncul pertama kali di pikiran ketika mendengar kata Bali? Mungkin tidak. Tapi setelah kehadiran B-PART (Bali Performing Arts Meeting) yang menjadi ruang bagi seni pertunjukkan kontemporer di Bali, bisa jadi pernah.
Pada acara perdananya, B-PART telah menggelar pre-event dan main-event yang mendatangkan seniman-seniman lintas disiplin dari berbagai wilayah dan berkumpul bersama di Masa Masa, Gianyar, yang menjadi lokasi B-PART diselenggarakan.
Sebagai pre-event, B-PART mengadakan workshop tari kontemporer berjudul “SPIRAL GONG” yang dilaksanakan pada tanggal 25-27 November 2023. Tak tanggung-tanggung, B-PART pun menghadirkan narasumber asal Belgia, Arco Renz, yang telah menggeluti dunia tari kontemporer di dunia internasional selama 25 tahun.
Arco Renz juga merupakan direktur artistik perusahaan tari Kobalt Works yang berbasis di Brussels, Belgia. Ia terlibat erat dengan tari kontemporer Indonesia sejak tahun 2000. Ia juga sering membuat karya koreografi yang telah ditampilkan di berbagai acara di Indonesia dan saat ini menjadi anggota tim kuratorial Festival Tari Indonesia.
Workshop tari yang diadakan selama 3 hari tersebut diikuti oleh penari-penari asal Bali dan luar Bali. Didampingi dengan seorang penerjemah, Arco Renz mengajak para peserta workshop yang berjumlah kurang lebih 15 orang tersebut untuk melakukan gerakan-gerakan yang berfokus pada napas dan garis spiral yang ada di tubuh.
Dalam workshop-nya, ia terus mengingatkan bahwa menjaga napas dan membuat setiap embusannya terlihat jelas sangat penting ketika bergerak dalam tari. “Bahwa kunci dari gerakan yang baik adalah pernapasan yang baik,” ujar Arco Renz.
Oleh karena itu, Arco Renz mengajak para partisipan untuk kembali ingat pada napas sebelum mengeksplor lebih jauh gerakan-gerakan dalam tari.
Hal tersebut juga disampaikan oleh beberapa peserta workshop ketika diwawancarai oleh panitia B-PART usai presentasi proses workshop di hari ketiga selesai dilakukan. Mereka mengatakan bahwa workshop bersama Arco merupakan kesempatan berharga yang memberikan banyak pelajaran dan pengalaman baru, serta mengingatkan kembali bahwa napas merupakan aspek yang sangat penting.
Mereka juga menyampaikan rasa terima kasih kepada B-PART karena telah menyediakan wadah bagi para penari dengan fasilitas yang aman dan nyaman. Kegiatan workshop pun ditutup dengan foto bersama dan tawa hangat antar narasumber, peserta, dan panitia.
Euforia acara B-PART semakin terasa ketika tiba pada main-event yang dilaksanakan pada 8-10 Desember lalu. Di setiap harinya, B-PART menghadirkan berbagai kegiatan menarik yang bebas dihadiri oleh siapa saja.
Tak terbatas hanya dari seniman tari kontemporer, namun berbagai lintas disiplin dan wilayah turut hadir terlibat dan menjadi saksi acara pertama B-PART di tahun 2023 ini. Main-event yang digelar selama 3 hari berturut-turut ini menyuguhkan berbagai pertunjukkan, pemutaran film, diskusi, pameran, dan kegiatan-kegiatan spesial lainnya.
Hari pertama main-event B-PART dimulai dengan special activity yang membincangkan Collaboration Platform antara Wayan Sumahardika (direktur artistik B-PART), Bobi Eko Hariyanto (Manager Masa Masa), dan Brina Paska (Galeri Wastraku), yang dimoderatori oleh Putu Ardiyasa (Dalang Wayang & Akademisi). Acara pertama ini membahas kolaborasi bersama yang kemudian dilanjutkan dengan gallery tour bersama para penonton ke Galeri Wastraku dan Masa Masa.
Setelahnya, acara dilanjutkan pada Opening Ceremony yang menampilkan pertunjukkan gamelan oleh Ni Komang Wulandari bersama Black Kobra serta Wayan Gde Yudane bersama Roras Ensemble. Penonton pun terlihat sangat antusias menyambut pertunjukkan dan khusyuk menonton saat pertunjukkan berlangsung.
Acara hari pertama kemudian ditutup dengan Artist Talks bersama Wayan Gde Yudane (komposer) dan I Nyoman Sutama (seniman) yang dimoderatori oleh Yogi Sukawiadnyana. Pro dan kontra muncul selama diskusi berlangsung yang kemudian memantik banyak pertanyaan dari penonton. Diskusi sangat hangat tersebut pun berakhir dengan sorak sorai dan tepuk tangan yang luar biasa.
Pada hari kedua, acara dibuka dengan Performance Talk yang membicarakan tentang Body, Space and Possibility antara Pranita Dewi (penyair & penulis), Putu Eka Guna Yasa (pegiat sastra jawa kuno & akademisi), yang dimoderatori oleh Ketut Eriadi (penulis & jurnalis). Diskusi ini membincangkan bagaimana Pranita Dewi sebagai penyair (dari konteks kontemporer) dan Putu Eka Guna Yasa sebagai pegiat sastra jawa kuno juga akademisi (dari konteks tradisi) merespon pertunjukkan-pertunjukkan yang akan ditampilkan pada hari tersebut.
Dalam pembahasannya, Putu Eka Guna Yasa mengupas konteks Body, Space and Possibility melalui teks-teks sastra dan sejarah dan kaitannya dengan tiga pertunjukkan yaitu “Fajar di Ufuk Barat”, “SUUN”, dan “Waktu Tamasya ke Binaria”.
Kemudian sebagai penyair, Pranita Dewi membagikan respon atas ketiga pertunjukkan tersebut melalui puisi dan konteks penulis dalam menangkap fenomena sekitar khususnya dalam konteks pertunjukkan.
Diskusi Body, Space, and Possibility tersebut kemudian menjembatani pertunjukkan yang digelar oleh 3 performers asal 3 wilayah berbeda. Ketiga pertunjukkan tersebut adalah “Fajar di Ufuk Barat” oleh Razan Wirjosandjojo dari Solo, “SUUN” oleh Putu Aristadewi dari “Bali”, dan “Waktu Tamasya ke Binaria” oleh Isvara Devati dari Jakarta.
Pertunjukkan-pertunjukkan ini rupanya menarik perhatian penonton yang terlihat dari banyak dan beragamnya penonton yang hadir. Tidak hanya penonton asal Indonesia, penonton asal mancanegara pun turut meramaikan acara. Acara hari kedua pun ditutup dengan Performance Talk antara ketiga penampil pertunjukkan yang dimoderatori oleh Agus Wiratama.
Lalu pada hari ketiga B-PART, acara diskusi Artist Talks Bali Intrusive Forum menjadi acara diskusi pertama yang digelar di hari terakhir tersebut di mana para pembicara dan penonton duduk bersama dalam satu pola kursi yang dibentuk melingkar.
Diskusi ini melibatkan Heri Windi Anggara (musisi), Yogi Sukawiadnyana (composer), Wulan Dewi Saraswati (penulis & sutradara), Medy Mahasena (filmmaker), Gus Bang Sada (koreografer), serta Agus Wiratama (produser, aktor, dan penulis).
Dalam lingkaran tersebut, pembicara maupun penonton menuliskan pertanyaan masing-masing terkait kesenian saat ini dalam sebuah kertas yang kemudian dikumpulkan mengikuti lingkaran dan dibahas bersama-sama dalam lingkaran yang lebih akrab tersebut.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pemutaran 3 film yaitu “Out of The Body’s Rita” oleh Komunitas Mahima, “Pekak Kukuruyuk” oleh Film Sarad, dan “Bee Dances Backstage” oleh Ninus.
Diskusi Beyond The Scenes bersama ketiga perwakilan film yaitu Agung Yudha, Kardian Narayana, dan Ninus selanjutnya digelar setelah menonton ketiga film tersebut. Penonton pun membagikan berbagai pandangan sebagai respon dari menonton ketiga film tersebut yang mendapat umpan balik dari ketiga narasumber. Diskusi yang cair tersebut pun ditutup dengan tawa dan excitement menuju acara selanjutnya yaitu closing ceremony.
Akhirnya, setelah berbagai acara digelar sejak hari pertama hingga hari terakhir, B-PART pun ditutup dengan closing peformance dari Graung, DJ APP, dan closing statement oleh Direktur Ekskutif B-PART, Agus Wiratama. Semua yang menjadi bagian dan terlibat dalam B-PART pun bersuka cita bersama dalam iringan musik Graung & DJ APP sembari menikmati hidangan yang tersedia.
B-PART direncanakan hadir dari 2023-2025. Jika kawan-kawan tertarik ingin terlibat dalam B-PART, so let’s be part of B-PART. See you in B-PART 2024![T]